Patah hati membawa Russel menemukan jati dirinya di tubuh militer negri. Alih-alih dapat mengobati luka hati dengan menumpahkan rasa cintanya pada setiap jengkal tanah bumi pertiwi, ia justru diresahkan oleh 'Jenggala', misinya dari atasan.
Jenggala, sosok cantik, kuat namun keras kepala. Sifat yang ia dapatkan dari sang ayah. Siapa sangka dibalik sikap frontalnya, Jenggala menyimpan banyak rahasia layaknya rimba nusantara yang membuat Russel menaruh perhatian khusus untuknya di luar tugas atasan.
~~~~
"Lautan kusebrangi, Jenggala (hutan) kan kujelajahi..."
Gala langsung menyilangkan kedua tangannya di dada, "dasar tentara kurang aj ar!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh dua ~ Di ujung kebimbangan
"Aku mau pulang aja." Gala berdiri dari duduknya. Russel menikmati kembali Vape milik Gala dan memasukannya kembali ke dalam saku.
"Aku antar."
Gala menggeleng, "aku bisa pulang sendiri." Tanpa mau menunggu siapapun, Gala sudah melangkah.
"Bareng. Aku juga mau balik, ngga bisa lama-lama soalnya, ini makan waktu istirahat." Ucap Russel buru-buru mengejar.
Whatever, ini Jenggala yang tak peduli orang lain dan keras kepala, membuat Russel harus menyusulnya tanpa pamit terlebih dahulu pada yang lain.
...Arisan anak-anak Sholeh...
(Russel) take a picture 📷 @Panji @Kalingga menyingkir. Sorry gue pamit lewat wa, anter si cantik dulu, ngambek pengen balik. Takut Panji katanya. Wkwkwkwk
Russel mencuri potret punggung Gala yang berada tepat di depannya.
(Cle) apa-apaan nih 😳
(Zea) punggung siapa tuh, ngambil dari pin terest ya Sel?
(Ryu) cara jitu memukul mundur musuh di medan laga 🤣 Ucel selalu di depan.
(Panji) ngga bisa jadi. Jangan gitu Sel.
(Kalingga) emang siapa yang udah itung start?
(Zea) Lah, Ryu ngga ikutan? Siapakah gerangan gadis yang si al itu?
Ga@Kalingga, bilang abi, butuh tank baja atau sukhoi buat anter tuh cewek balik?
(Ryu) gue takut dibawah bayang-bayang Abang. Jadi mundur teratur aja.
(Cle) Ryu Cemen. Nji, jangan malu-maluin gen baginda Rayyan dong! Maju Njiii...gue dukung pake ajian disini. Bilang abi, lo mau bawa KRI Brawijaya buat anter balik cewek.
"Bisa ngga? Udah nyamping aja kalo ngga bisa..."
Gala masih berusaha naik ke atas boncengan dengan rok jarik yang ketat nan panjang itu, "bisa---bisa. Tapi tahan aku ya, bentar."
"Sorry banget nih." Katanya meminta.
"Oke."
Gala menjadikan kedua pundak Russel tumpuannya untuk naik, "aduh, sorry." saat tak sengaja dada Gala menubruk punggung Russel yang mengakibatkan si empunya punggung merinding sebadan-badan, "oke." Begitu pula dengan wajah Gala yang sempat condong ke depan sebab ia yang merapikan duduknya.
Ketiga kalinya, Gala dibonceng Russel.
"Di rumah sendirian dong."
Gala mengangguk, "ngga apa-apa, mau tidur aja...ngantuk mataku ketembak angin begini. Mana berat..."
Russel menyetujuinya, "ngga suka yang rame-rame?"
"Bukan ngga suka sih. Tapi kalo ngga ada kepentingan, mendingan tiduran di rumah."
Betul, sifat Gala itu, menjadi poin plus gadis ini di mata Russel. Sepele memang tapi, entahlah Russel benar-benar suka.
Gala kembali bertumpu di pundak Russel untuk turun, "makasih, again." bola mata indah itu memutar mendapati kenyataan ia harus kembali merepotkan perwira yang begitu hitungan ini, "masuk list hutangku lagi?"
Russel tertawa kecil lalu menggeleng, "dibayar ini." ia menepuk-nepuk saku dimana alat vape Gala ada padanya.
"Ya udah." Tanpa mau berucap apa-apa lagi, Gala langsung melengos ke arah rumah, tak peduli Russel sudah pulang atau masih ada disana.
Gerakannya berjinjit mengambil---kunci dia atas ventilasi, lalu duduk di kursi kayu teras depan, kemudian membuka kedua sepatu sneaker nya, menampakan kedua kaki mulus meski tak seputih orang-orang barat atau negri ginseng, hanya hal sepele namun shittt! Russel terbuai dan segera menyadarkan dirinya sendiri.
Russel mengganti pakaiannya ke pakaian dinas. Jam istirahat nya benar-benar dihabiskan untuk undangan resepsi Ayunda dan Aziz. Tapi ia bersyukur bisa bersama Gala, dan memastikan jika Gala masih berada di makko saat ini. Ada rasa khawatir yang tiba-tiba muncul diantara sikap *menelaahnya*. Khawatir, jika di menit berikutnya ia tak mendapati Jenggala di makko lagi.
Kebersamaannya dan Jenggala memang bisa dikatakan baru, tapi cukup berkesan dan bikin nyaman, ia seolah mendapatkan seseorang yang harus ia mengerti dan ia lindungi.
Gala juga sosok gadis yang membuat naluri kelaki-lakiannya kembali tertantang. Russel bukan tidak pernah mencoba, setelah sempat mengincar anak petinggi batalyon di timur, dan teman putih abunya. Namun keduanya gagal, rasanya itu tak pernah semenyenangkan bersama Gala, dan melebur begitu saja bersama perasaan yang tak pernah tersampaikan. Meski do'a telah ia langitkan.
Bahkan untuk ukuran Ayunda sekalipun, Gala sungguh berbeda, ia...menyenangkan. Jenggala, lagi dan lagi ia haus untuk terus mengetahui tentang gadis ini, semua yang ada padanya, rasanya candu sekali.
Gala bergegas membersihkan diri, mengganti pakaiannya. Dan rasanya itu, ringan sekali. Lelah seperti menggerogoti badannya membawa kesadaran melanglangbuana menyelami dunia mimpi siang itu.
Cukup lama, hingga akhirnya suara dari luar yang memanggil-manggil namanya menyapa pendengaran.
"La, Lala..."
Itu suara mama, bersama papa.
"Itu ada sepatunya kok, tidur kayanya." Suara papa.
Pintu kamarnya dibuka mama, yang tersenyum melihat dirinya masih ada, "pulang kok ngga pamit?" mama mencopot anting-antingnya, sementara papa sudah melengos ke arah kamar, "kebiasaan dia kan begitu, ma."
"Kaya papa." Timpal mama. Sementara Gala, memilih diam saja, "mama sibuk terima tamu, antreannya mengular, aku udah terlalu cape."
"Dianter siapa?" tanya papa menggema, malas sekali sebenarnya menjawab. Namun...
"Om Russel." Gala terduduk di kasur. Papa mengangguk setuju.
"Cape kamu ya, nak. Sempet makan ngga tadi?" tanya mama lebih mengkhawatirkan dirinya.
"Sempet." Ia mengekori mama keluar dari kamar, menuju dapur dan mengambil air minum.
"Lapar lagi? Mama masak engga? Biar papa beli lauknya?" tiba-tiba saja papa datang dengan kaos singlet dan celana loreng yang telah belel.
"Ngga usah." Ketus Gala. Melihat mama yang berada di kamar, papa menahan tangan Gala, "masih belum mau bicara lagi dengan papa?"
Gala mendengus, "yakin? Jangan sampai hari bahagianya kak Ayunda dan mama ini, malah jadi hari terakhir dan terpahit." Sengit Gala pada papa. Namun raut wajah papa yang biasa sangar, mendominasi dan tak ada ampun itu kini terlihat berbeda, lebih---teduh dan redup.
"Papa selalu menyiapkan diri untuk hari itu. Hari dimana kita duduk bersama, membuka semua yang tersimpan dan disembunyikan. Hari dimana, semua akan menjadi gelap untuk papa. Seperti yang kamu bilang, di saat papa memutuskan untuk tergoda setan, di saat itu pula papa sudah gagal menjadi seorang suami, seorang ayah, dan seorang perwira."
"Papa siap, dimana Ayunda sudah diambil alih Aziz. Kamu yang akan menemani mama. Tak ada lagi yang papa khawatirkan. Sebab semua hal yang tersisa, semua yang papa sayangi sudah pada tempatnya. Hanya tinggal menemukan sosok yang akan melindungi dan jadi tempat bersandar untuk Lala."
Tatapnya dingin, kaku dan kosong menatap papa, "aku tidak perlu papa khawatirkan. Sudah sejak lama aku berdiri sendiri."
Papa mengangguk setuju, "Setidaknya, satu do'a si makhluk breng sek ini di dengar Tuhan. Papa tak akan lagi khawatir tentang mama, karena mama punya Jenggala. Maaf untuk sifat keras papa pada Lala. Meski caranya salah, harapan seorang ayah akan tetap sama, tujuannya juga akan tetap sama."
Dua pasang mata yang saling menatap ini seolah sedang meyakinkan satu sama lain, dimana sepasang mata menatap mencecar, membenci dan siap membu nuh, sementara sepasang mata lain, berusaha untuk meyakinkan jika kesalahannya yang tak termaafkan itu tak mengubah perasaannya pada istri, dan anak-anaknya.
Hukumlah ia, dengan apapun. Asal tidak menghukum keluarganya.
Papa meraih pucuk kepala Gala, disaat gadis itu membeku dengan semua pikiran yang membentuk badai. Dan di jeda waktu itu, ada kecupan seorang ayah yang di daratkan papa Irianto untuk Gala.
Sepeninggal papa yang kini terlihat berinteraksi manis dengan mama di gawang pintu kamar membuat Gala gamang. Lihatlah wajah riang, bahagia dan sumringah mama yang mencubit gemas nan manja perut buncit papa. Apa Gala tega menghancurkannya?
Mandi, pap...
Mama dulu, atau kita mandi bareng? Keduanya tertawa.
Sesak memenuhi Gala.
.
.
.
.
bukan ajijah
lanjut
sebel😐 gini aja baru sadar klo jadi duri dlm pernikahan
sabar ya mah mengikhlaskan semua itu memang sulit tp dituntut harus kuat jg buat anak"