Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
"Kenapa menghela nafas seperti itu ?" Tanya Damian mengerutkan keningnya.
"Nanti jika aku menjawab kau marah". Kata Naora sembari membersihkan darah di sela-sela jari Damian yang hampir mengering.
"Kenapa aku marah ?" Tanya Damian heran.
"Bukankah kau tidak suka aku menyebut nama Aldric ? Tadi saja saat aku bicara kau memotongnya". Kata Naora yang seketika membuat wajah Damian merah menahan malu.
"Yasudah tidak perlu dijawab". Balas Damian. Mengarahkan pandangannya kearah lain.
"Tentu saja aku mencintai Aldric. Dia adalah suamiku. Setidaknya itulah yang aku rasakan sebelum dia membawa wanita lain dalam pernikahan kami". Kata Naora biasa saja. Tidak ada kesedihan dalam nada bicaranya.
Damian tidak terkejut. Ia tau jika Aldric memiliki wanita lain. Yaitu mantan kekasihnya sebelum menikah dengan Naora.
"Kenapa dia melukaimu ?" Tanya Damian.
"Karena dia tidak mencintaiku. Jika dia mencintaiku, dia tidak akan menyakitiku kan ?" Kata Naora tersenyum getir.
"Hem". Damian hanya berdehem membenarkan ucapan Naora.
Benar, tidak ada seorangpun pria yang tega menyakiti wanita yang dicintainya.
"Jangan biarkan tubuhmu dilukai oleh orang lagi. Bagi seorang pria luka adalah simbol keberanian. Tapi untuk wanita itu adalah kecacatan". Ucap Damian. Naora hanya melihatnya sekilas.
"Sudah malam. Pergilah tidur". Ucap Damian lagi setelah Naora merapikan kotak obat.
"Iya". Naora bangkit dan melangkah kearah pintu.
"Naora..." Panggil Damian saat Naora hampir menyentuh gagang pintu.
"Terima kasih". Kata Damian dengan sedikit senyum yang bisa Naora tangkap.
"Sama-sama". Jawab Naora mengangguk kemudian keluar kamar dan menutup pintunya.
Damian semakin melebarkan senyumnya saat Naora tidak terlihat lagi. Perasaan apa yang sedang ia rasakan ini. Kenapa rasanya aneh tapi sekaligus begitu menyenangkan.
"Sial. Ada apa denganku". Katanya memijat pelipisnya. Sebelah tangannya bertengger di pinggangnya. Ia mondar-mandir seolah sedang berpikir.
"Aku ini sebenarnya kenapa".
"Apa ini rasanya jatuh cinta ?"
"Tidak.. Tidak.. Aku tidak boleh jatuh cinta pada siapapun".
"Tapi aku tidak bisa membohongi hatiku jika aku ingin melindungi Naora dan membuat nya selalu tersenyum".
"Aku menyukai senyumannya".
Kata Damian seorang diri sambil tersenyum. Kemudian setelah ia sadar apa yang dipikirkannya ia menggelengkan kepalanya dengan keras dan mencoba untuk tidur.
..
Sudah dini hari tapi mata Damian tetap tidak mau terpejam. Setiap kali ia menutup matanya yang terlihat adalah bekas luka di tubuh Naora saat ia melihatnya dulu.
Kemudian Damian memerintahkan Lukas membelikan baju panjang yang menutup area pundak Naora agar Naora merasa nyaman.
Sudah berbagai posisi Damian coba. Tapi tetap saja rasanya ia tidak bisa tidur.
Di benaknya berputar wajah Naora seperti potongan film. Saat Naora sering terdiam di taman seorang diri, saat Naora tersenyum karena menerima Luna sebagai hadiah. Tapi yang tidak bisa hilang dari ingatannya adalah saat Naora dipukuli oleh Aldric sampai pingsan.
Tangan Damian mengepal erat. Rasa sakit mulai menjalar dalam hatinya.
"Aku akan menghancurkan mu, Aldric sialan. Berani-beraninya kau menyakiti Naora dan sekarang berharap Naora kembali. Akan kubuat itu hanya mimpi bagimu". Kata Damian kemudian bangun dari tidurnya.
Ia melihat jam. Rupanya sudah dua jam dia berada diatas tempat tidur dan hanya berguling-guling saja.
Ia mengambil kemejanya yang berserak diatas lantai kemudian memakainya tanpa memasang kancing-kancingnya.
Damian keluar dari kamar. Tujuannya adalah gudang mansion belakang. Ia ingin merakit senjata baru.
Biarlah malam ini ia tidak tidur. Berada diatas ranjang pun hanya akan membuat nya pusing jika tidak bisa memejamkan matanya.
..
Naora yang tadinya tertidur pulas tiba-tiba gelisah dalam tidurnya. Dahinya sudah basah oleh keringat dingin dan dadanya terasa berdebar-debar.
Ia membuka matanya dan segera duduk. Selalu saja seperti ini. Tidak pernah Naora merasakan nikmatnya tidur setelah menjadi istri Aldric.
Dan walaupun kini sudah tidak tinggal bersama lagi, nyatanya kenangan pahit itu begitu membekas dalam hatinya.
Naora mengambil minum diatas meja. Kemudian menyeka keringat di dahinya. Ia menarik nafas panjang seolah membuang beban yang tersimpan dalam hatinya.
Tapi percuma. Sebanyak apapun udara segar yang masuk dalam paru-parunya tidak bisa mengangkat kesakitan yang sudah mengakar dalam hati dan jiwa Naora.
"Kau sedang apa, Al ? Pasti tidur mu sangat nyenyak setelah tidak melihatku lagi". Kata Naora menatap tembok di depannya.
"Siapa Naomi itu ? Kenapa aku tidak tau apa-apa tentangnya". Tanya Naora seorang diri.
Sudah dari lama ia ingin tau soal Naomi yang dikatakan Aldric sebagai penyebab kematian Kakaknya.
"Apa kira-kira Tuan Damian mau membantu ku ya". Pikir Naora.
Selama ini Damian memang tidak menyiksanya. Hanya ucapannya yang terdengar dingin. Tapi apa tidak terlalu berlebihan jika meminta tolong padanya untuk mencari tau siapa Naomi itu.
Dan lagi, memangnya siapa dirinya sampai berani meminta tolong. Memangnya ia penting bagi Damian atau bagi mansion ini.
Bekerja saja ia tidak pernah. Hanya membereskan kamar Damian dan menyiapkan kebutuhannya tidaklah dianggap pekerjaan berat oleh Naora.
Semakin lama berpikir membuat kepala Naora pusing. Jadi ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan pergi ke taman belakang.
Inilah yang selalu dilakukan oleh Naora semenjak tinggal di mansion ini. Naora akan keluar dari kamar jika tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
Setiap malam ia selalu keluar dari kamar nya dan tidak merasa takut meskipun dalam keadaan taman yang remang-remang.
"Mommy.. Daddy..." Kata Naora tersenyum saat matanya menangkap dua bintang yang sangat terang di langit.
"Aku masih hidup, Mom. Tidakkah kalian ingin menjemput ku ?" Kata Naora tidak mengalihkan pandangannya dari dua bintang itu.
Kemudian Naora benyanyi kecil. Nyanyian yang diciptakan oleh Mommy nya untuk menemaninya tidur.
Naora mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya sendiri seolah-olah sedang dipeluk oleh orang lain.
...
"Al, aku ingin kita tidur bersama. Kenapa kau selalu menghindari ku". Kata Almire setengah sadar. Ia sudah menghabiskan banyak wine bersama dengan Aldric.
Aldric tidak mempedulikan ucapan Almire yang sudah terbaring disisinya dengan berbantalkan pahanya.
"Naora sayang...." Racau Aldric dengan mata memerah.
"Sampai kapan kau akan menghukum ku, sayang. Kembalilah padaku. Akan kuberikan semuanya untukmu". Lanjut Aldric kemudian menenggak meminumnya lagi.
Aldric minum sampai terbatuk-batuk. Wajahnya merah dan air mata menetes diujung matanya.
Rupanya keputusannya untuk menukar Naora dengan kekayaannya adalah keputusan yang salah dan sangat ia sesali.
Almire yang berada di sebelahnya masih berusaha mengajak Aldric tidur bersama. Ia mulai menyentuh senjata Aldric walau dengan mata yang terpejam karena kepalanya yang terasa berat.
"Al..." Racau Almire.
Aldric menoleh. Ia menganggap suara Almire adalah milik Naora. Lalu dengan cepat Aldric mencium Almire kemudian terjadilah pertempuran antara keduanya. Entah sadar atau tidak tapi yang pasti keduanya begitu menikmatinya.
Dulu saat Naora masih berada di mansion nya, Aldric sering sekali tidur dengan Almire bahkan pernah dengan sengaja mempertontonkan nya. Tapi semenjak Naora meninggalkan mansion, gairahnya hilang seketika. Ia tidak berhasrat untuk meniduri Almire atau siapapun.
Fokusnya hanya tertuju pada Naora. Bagaimana cara merebut Naora kembali.
Hingga kerenggangan mulai terjadi dalam hubungannya dan Almire. Almire terlalu percaya diri jika Aldric benar-benar mencintainya.
Nyatanya, ia hanya dijadikan alat untuk membuat Naora sakit hati. Dan kini saat Naora sudah pergi, Almire seakan tidak dibutuhkan lagi.
Tapi malam ini tiba-tiba saja Almire datang menemani Aldric menghayati kesedihannya. Meskipun sedari tadi telinganya panas mendengar ocehan Aldric tentang Naora, tapi Almire tidak peduli. Rasanya ia sudah haus akan sentuhan Aldric dan akan mengusahakan agar malam ini mereka bersatu lagi.
..
Aldric... Aldric.. Makan tuh sesal😑
sakit parah dianya yah