NovelToon NovelToon
Di Jual Untuk Sang CEO

Di Jual Untuk Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: RaHida

Aliza terpaksa harus menikah dengan seorang Tuan Muda yang terkenal kejam dan dingin demi melunasi hutang-hutang ibunya. Dapatkah Aliza bertahan dan merebut hati Tuan Muda, atau sebaliknya Aliza akan hidup menderita di bawah kurungan Tuan Muda belum lagi dengan ibu mertua dan ipar yang toxic. Saksikan ceritanya hanya di Novelton

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaHida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 # Dalang semua ini

Tuan muda Nadeo duduk bersandar di kursi belakang, kedua tangannya terkepal di pangkuan. Matanya menatap lurus ke luar jendela, seolah jalanan malam yang diterangi lampu kota tak mampu meredakan bara yang berkecamuk di dalam dirinya.

Sekretaris Mark, yang duduk di kursi depan samping sopir, sesekali melirik lewat kaca spion. Ia bisa merasakan hawa dingin bercampur tegang yang menyelimuti seisi mobil. Napas tuan muda Nadeo berat, bibirnya terkatup rapat, seakan menahan kata-kata yang siap meledak kapan saja.

Masalah ini membuat tuan muda Nadeo harus pulang lebih lambat dari biasanya. Padahal, jam lima sore ia sudah seharusnya tiba di rumah.

“Tuan muda! Apakah Anda baik-baik saja?” tanya Sekretaris Mark dengan hati-hati, suaranya terdengar ragu di dalam mobil yang hening.

Nadeo mengalihkan pandangan dari jendela dan menatap kaca spion. “Menurutmu, Mark?” tanyanya balik dengan nada dingin.

Mark menunduk sedikit, lalu menarik napas. “Sepertinya tuan masih memikirkan masalah Nona Aliza tadi. Saya… ingin menyampaikan sesuatu.”

Alis Nadeo terangkat tipis. “Apa itu?”

Mark menelan ludah sebelum akhirnya membuka suara. “Saya sudah menyuruh orang untuk menghapus foto Nona Aliza yang beredar. Tim saya sedang bekerja memastikan tidak ada satu pun yang tersisa di media sosial maupun portal berita. Termasuk mencari tahu siapa dalang yang pertama kali menyebarkannya.”

Seketika tatapan Nadeo berubah, matanya yang tajam memancarkan campuran amarah dan kewaspadaan. “Bagus, Mark… tapi aku tidak hanya ingin fotonya hilang.” Suaranya menekan, seolah menguji loyalitas sekretarisnya. “Aku ingin tahu siapa orang yang berani mempermalukanku lewat dia. Siapa pun dia… akan aku hancurkan.”

“Tuan muda… hasil penyelidikan awal sudah sampai pada saya.”

Nadeo menoleh, tatapannya dingin menusuk. “Katakan.”

Mark menarik napas panjang. “Orang yang menyebarkan foto Nona Aliza dengan Pak Adrian… adalah Nyonya Cantika, ibu dari Nona Clara.”

Mata Nadeo menyipit, rahangnya mengeras. “Cantika…?” gumamnya pelan, namun sarat dengan amarah yang ditahan.

“Ya, Tuan,” lanjut Mark dengan hati-hati. “Setelah kami telusuri, ternyata bukan orang lain yang mengambil foto itu. Nyonya Cantika sendiri yang melakukannya. Ia sengaja mencari sudut yang menipu… sehingga terlihat seolah-olah Nona Aliza dan Pak Adrian sedang berciuman. Padahal kenyataannya tidak demikian.”

Genggaman tangan Nadeo di pahanya semakin kuat, membuat buku-buku jarinya memutih. Napasnya terdengar berat. “Jadi… dia yang berani mempermainkan harga diriku. Menggunakan Aliza sebagai alat untuk menjatuhkanku.”

Nadeo menatap tajam ke arah Mark melalui pantulan kaca spion. “Dari mana kamu tahu kalau mereka tidak berciuman?” suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.

Mark segera merendahkan nada bicaranya, berusaha terdengar tenang. “Saya menyuruh tim untuk pergi ke restoran tempat Nona Aliza dan Pak Adrian bertemu, Tuan. Mereka meminta rekaman CCTV langsung dari pihak restoran.”

Nadeo bergeming, ekspresinya sulit dibaca.

Mark melanjutkan, “Dari rekaman itu jelas terlihat… Nona Aliza sama sekali tidak berciuman dengan Pak Adrian. Mereka hanya duduk berhadapan, berbincang, dan tertawa kecil. Percakapan mereka terlihat seperti pembicaraan biasMark tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. “Ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan, Tuan…”

Nadeo mengalihkan tatapannya. “Apa itu?”

Mark menelan ludah. “Bahwasanya… Nona Aliza belum pernah memakai black card yang Anda berikan. Jadi, jika Anda berniat memblokirnya, hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa bagi dirinya.”

Dahi Nadeo berkerut dalam, matanya melebar sedikit. “Bagaimana mungkin?” suaranya meninggi. “Wanita itu… tidak memakai sedikit pun kartu yang kuberikan?”

Mark menunduk dalam. “Benar, Tuan. Dari catatan transaksi bank, tidak ada satu pun aktivitas. Sepertinya Nona Aliza lebih memilih memakai gajinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Bahkan… beberapa kali terlihat ia menarik uang tunai dari rekening pribadinya, bukan dari kartu pemberian Anda.”

Hening sejenak. Nadeo menoleh ke jendela, dadanya naik turun. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya—campuran antara amarah, keterkejutan, dan entah kenapa, rasa bersalah yang samar.

“Aliza…” gumamnya lirih, hampir tak terdengar. “Wanita itu terlalu keras kepala.”

Mark melirik tuannya melalui kaca spion. “Apakah Anda ingin saya menyelidiki lebih dalam mengenai pengeluaran Nona Aliza?” tanyanya hati-hati.

Nadeo terdiam lama, matanya menatap kosong pada lampu jalan yang terus berkelebat. Akhirnya, dengan suara rendah namun tegas, ia berkata:

“Tidak perlu, Mark. Aku sendiri yang akan menanyakannya langsung padanya.”

Mark menelan ludah, suara hatinya bergejolak, namun di luar ia tetap tenang. “Maaf, Tuan, jika saya terdengar lantang. Maksud saya hanya—sepertinya Nona Aliza tidak bersalah, jadi mungkin Tuan tidak perlu menghukumnya.”

Tatapan Nadeo tak bergeser dari kaca. Ia menarik napas panjang, suaranya rendah saat akhirnya menjawab, “Kamu tidak perlu terlalu ikut campur, Mark. Aku tetap akan memberinya pelajaran sedikit—karena berani bertemu laki-laki tanpa seizin aku.” Ada nada dingin yang menempel pada kata-katanya, namun di balik itu terselip sesuatu yang lebih rumit.

Mark menatap pantulan wajah tuan muda di kaca spion. Di dalam hatinya, ia tak bisa menahan pertanyaan yang terus mengganggu—apakah tuan muda cemburu? Apakah ini lebih dari sekadar marah karena harga diri yang diinjak? Namun ia menahan diri; bukan tugasnya untuk menganalisis perasaan tuan muda, melainkan untuk melindungi nama baik dan keluarganya.

“Baik, Tuan,” jawab Mark akhirnya, suaranya sopan namun tegas. “Jika Tuan ingin menegurnya, saya sarankan teguran itu dilakukan langsung—tenang dan terkendali. Hindari tindakan yang bisa memicu skandal baru. Saya akan siapkan rekaman CCTV, dan jika Tuan ingin, saya juga bisa mengatur pertemuan dengan Nyonya Cantika sehingga tidak ada pihak luar yang ikut campur.”

Nadeo mengepalkan jarinya sebentar, lalu melepaskannya. Wajahnya tak lagi sekaku tadi, namun matanya tetap menyimpan gelap yang sulit dijangkau. “Atur pertemuan itu, Mark. Tapi jangan sampai dia tau pertemuan ini untuk memberinya pelajaran .” Suaranya pelan, namun ada ketegasan yang tak bisa disangkal. “Ini soal harga diri dan batas.”

Mark mengangguk, menyimpan segala kemungkinan di benaknya. Di balik profesionalismenya, ia tahu satu hal: yang terlihat sebagai kemarahan bisa jadi adalah sesuatu yang lain — sesuatu yang lebih lembut dan berbahaya bila dibiarkan membakar tanpa arah. Ia menoleh ke jalan, memantau setiap lampu lalu lintas, tahu malam ini masih jauh dari selesai.

1
partini
baca jadi ingat novel tahun 2019 daniah sama tuan saga ,, good story Thor 👍👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!