NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:687
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lauk basi dari Ratna

Adi tidak tahu soal ibunya yang sudah mengirim uang pada Herman lewat Yanto. Ibunya, kemarin pergi secara diam-diam setelah mendengar bahwa Herman perlu uang untuk pulang.

“Yanto, ini krim ke Herman ya. Kamu kan teman baiknya Herman. Jadi mbah kirim ke kamu saja! Ingat. Kirim ke Herman, bilang sama dia uang ini bukan untuk ongkos pulang. Tapi, untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Bilang, juga kalau mbah mau kesana, mbah mau tinggal saja sama Herman dan istrinya, mbah nggak mau tinggal lagi sama Adi dan Lastri.” Ujar Mbah Sri, pada Yanto.

“Oh, baik Mbah. Nanti, aku kirimkan ke Herman. Aku, juga bakalan bilang seperti yang mbah suruh. Sekali lagi terimakasih ya Mbah.” Ucap Yanto, Bu Sri pun lantas pulang setelah uangnya di terima oleh Yanto.

Yanto menatap Bu Sri yang berjalan dengan gontai. Kondisinya yang sudah tua dan sakit itu, membuat tubuh Bu Sri sedikit kurus, namun beliau masih bisa bicara dengan keras. “Kasihan Mbah Sri, di tipu sama Herman. Kelewatan banget si Herman. Kalau aku mau ikut campur,aku mending suruh mbah Sri tinggal disini sama mas Adi. Daripada tinggal sama Herman, dia tukang tipu.” Batin Yanto.

................... ...

Sesampainya di kota, angkot yang mereka tumpangi terhenti di pertigaan. “Sudah sampai mas,” ucap supir angkot. Adi lantas mendongak, melihat seisi bangunan kota. Banyak bangunan baru yang dibangun, Adi merasa asing dengan tempat itu.

”Pak maaf, mau tanya? Ini tempatnya di mana ya?” Tanya Adi sembari menujukan alamat Herman, yang di tulis di atas kertas rokok. “Oh ini, saya tau…mas lurus saja! Lalu, di pertigaan sana mas belok kanan. Nah, rumah itu percis di sebelah rumah penjahit. Kamu, cari rumah penjual saos sambal itu kan?” Ujar pak supir.

“Saos sambal? Bukan pak, ini rumah adik saya Herman.” Ucap Adi terdiam sejenak. “Oh, mungkin iya pak, mungkin di kota adik saya jual saos sambal. Saya, tidak tahu tentang perkerjaannya.” Lanjut Adi lagi. Pak supir pun mengangguk ramah, lalu membatu menaikan Bu Sri ke punggung Adi.

“Wah, kamu anak yang berbakti nak, semoga sukses selalu.” Ucap pak supir, sembari menepuk pundak Adi hangat. Adi pun tersenyum ramah, dan kembali melajukan ke jalan yang di tunjuk pak supir tadi.

“Bu, kayaknya kita sudah sampai di rumahnya Herman.” Ucap Adi, mengerutkan keningnya membaca tulisan alamat dan mencocokkannya dengan alamat yang tertempel di dinding.

Bu Sri menatap sekeliling rumah Herman. “Wahh, rumahnya besar ya! Bagus…tidak kayak di rumah.” Ucap Bu Sri menyindir Adi. Dia seakan tidak perduli dengan peluh anak sulungnya yang bercucuran setelah menggendong sang ibu.

Adi menghela nafas panjang karena kelelahan. “Assalamualaikum…nak, ini ibu nak! Nak… cucuku, ini nenek datang…” ucap Bu Sri, berjalan mendahului Adi. Adi pun, mengekor di belakang ibunya.

Suara deritan pintu pun terbuka, Ratna membuka pintu rumahnya bersama Herman. Herman tersenyum canggung menyambut kedatangan ibunya dan mas Adi. Sementara, Ratna berdiri di belakang Herman dengan wajah kusut, “Sialan, kenapa sih aku harus bertemu Adi di saat ini! Ini masih belum waktunya, aku mau terlihat kaya dulu baru bertemu dengan si Adi! Biar, aku bisa injak-injak harga dirinya.” Batin Ratna, dia masih menyimpan dendam pada Adi.

Herman pun melirik wajah masam Ratna. Dengan cepat dia menyenggol lengan Ratna, yang membuat Ratna melirik dengan judes ke arahnya. “Senyum, pura-pura seneng, biar mas Adi dan ibu nggak curiga!” Bisik Herman, Ratna pun menarik senyumannya dengan terpaksa.

“Ibu, mas Adi, silakan masuk, kemarin Yanto sudah menelpon katanya kalian mau kesini. Aku, sudah masakin ibu dan mas Adi. Makan dulu yuk, pasti kalian lapar setelah perjalanan jauh.” Ucap Ratna dengan berpura-pura.

Ibu mengelus pundak Ratna dengan senyum lebarnya. Aroma minyak oles menusuk pada hidung Ratna, yang membuat Ratna risih. Dengan cepat Herman menatapnya, mengisyaratkan Ratna agar tetap pada kepalsuannya.

“Duh, menantuku…repot-repot masakan ibu, pasti masakan kamu enak. Beruntung sekali Herman dapat istri seperti Ratna, tidak kayak Lastri dia cuma bisa bikin tempe, mana gosong. Ibu, hari-hari cuma makan tempe doang. Dia memang pelit.” Ucap Bu Sri berbisik-bisik, namun bisa di dengar oleh Adi dan Herman.

Ratna yang masih risih saat ibu mertua mendekat hanya tersenyum canggung. “Uwekkk….’pengen muntah, ini nenek-nenek tua selain bau tanah bau jigong juga!! Uwekkk!! Kalau, bukan karena pura-pura. Gue mah ogah!! Gue jorogin ini dari tadi!!” Batin Ratna, Adi menatap aneh ke raut wajah Ratna, dia seakan bisa membawa wajah Ratna yang tidak suka dengan ibunya.

Adi di persilahkan duduk di ruang makan. “Ini rumah kamu Herman?” Tanya Adi penasaran saat sudah duduk bersama di meja makan. “Ngak, ini ngontrak mas. Makannya, aku tidak punya uang buat pulang, soalnya uangnya aku puterin buat bayar kontrakan sama usaha kecil-kecilan aku, jual saos buatan rumahan. Rencananya, uang itu mau aku tabung untuk bangun usaha di desa Mas, buat masa depan anak-anakku. Tapi,ya gitu, sekarang saingannya udah makin banyak mas.” Ucap Herman meyakinkan.

Ratna tertawa kecil melihat kelakuan suaminya. “Dia lebih pantas jadi artis saja! Pinter banget aktingnya, berlagak uang di tabung buat masa depan anaknya. Padahal, tuh lakik hari-harinya cuma sambung ayam sama judi!” Batin Ratna mengerutu kesal.

“Ibu makan ya bu.” Ucap Ratna menata makanan mertunya. Dia sudah menaruh nasih dan lauk di atas piring Ibu mertuanya dan mas Adi. Sengaja dia lakukan, karena rasa masakannya berbeda.

“Makan saja nenek-nenek peot dan laki-laki miskinn! Ini tahu sudah dua hari, dan baru aku masak. Rasakan rasanya basi.” Batin Ratna tertawa, dia sengaja melakukan itu karena tidak mau keluar banyak uang. Dia juga masak dengan ogah-ogahan. Kecuali makanannya dan Herman dia buat dengan sangat lezat.

Saat satu suapan masuk ke mulut Adi dan Bu Sri. Lidahnya langsung merasakan, rasa basi yang amat sangat. Namun, sebelum mereka membuka mulutnya, mereka melihat Ratna dan Herman yang makan dengan lahap. Adi, hanya bisa menelan ludahnya keras.

“Maaf, Bu dan mas Adi… aku tidak terlalu pandai masak, aku cuma bisa menyediakan seadanya, maafkan kami. Kemarin, juga anak kami masuk rumah sakit karena keracunan susu, tapi alhamdulillah dia baik-baik saja.” Ucap Ratna, yang membuat dahi Herman mengkerut. Herman bingung, kapan anaknya masuk rumah sakit, dia bingung dengan arah bicara istrinya. Namun. Herman tetap diam patuh.

Dalam hati Adi langsung terdiam, Bu Sri pun sama mereka kembali makan dengan lahap agar menghargai orang rumah. “Alhamdulillah, rasanya enak.” Ucap Bu Sri, yang di timpali anggukan oleh Adi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!