NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meeting Dadakan

Happy reading guys :)

•••

Suara langkah kaki seseorang sedang menuruni satu per satu anak tangga terdengar memenuhi seluruh ruangan yang berada di dalam sebuah rumah mewah nan megah, membuat Naresha yang sedang asyik menikmati camilan malam sambil menonton sebuah film di ruangan makan seketika mengalihkan pandangan.

Kening Naresha sedikit mengerut, saat melihat sosok Kaizen baru saja menginjakkan kaki di lantai satu dengan memasang ekspresi sangat tidak bersahabat. Ia masih terus menikmati camilan malamnya, sembari memperhatikan hal yang akan dilakukan oleh suaminya itu.

“Mau ke mana lu?” tanya Naresha dengan nada ketus, ketika Kaizen memasuki ruangan makan dan melangkahkan kaki menuju tempat kulkas berada.

Kaizen tidak langsung menjawab pertanyaan yang telah Naresha berikan. Ia membuka kulkas, mengambil botol kecil berisi minuman dingin yang masih tersegel dengan baik, lalu meneguk isinya hingga tersisa setengah.

“Bukan urusan lu,” jawab Kaizen dengan sangat datar—tetapi sedikit terdengar lembut—menaruh kembali botol ke tempat semula, sebelum pada akhirnya mengalihkan pandangan ke arah Naresha.

Naresha spontan berdecak pelan saat mendengar jawaban Kaizen. Ia menyelipkan beberapa helai rambut yang sedikit berantakan ke belakang telinga, lantas kembali menikmati camilan malamnya.

“Kalau lu berantem lagi … gue pastiin lu ke depannya tidur di luar,” gumam Naresha tanpa sadar, mengunyah camilan yang masih berada di dalam bibir mungilnya, sembari melihat ke dalam layar tablet yang masih menyala.

Kaizen pelan-pelan mulai mengerutkan kening saat mendengar gumaman Naresha. Ia mengukir senyuman tipis penuh akan arti, lantas melangkahkan kaki mendekati tempat gadis berparas cantik itu sambil melipat kedua tangan di depan dada.

“Tadi lu bilang apa, Sa?” tanya Kaizen penuh godaan setelah berada tepat di hadapan Naresha, “Kalau gue berantem lagi, gue bakal tidur di luar? … Wah, lu sekhawatir itu, ya, sama gue? Kenapa … takut wajah gue yang ganteng ini kenapa-napa, kah?”

Naresha melebarkan mata sempurna saat mendengar godaan dari Kaizen. Ia bahkan menghentikan kunyahan pada camilan malamnya, tetapi itu tidak berlangsung lama, karena dirinya sesegera mungkin mengambil satu genggam camilan yang sedang dirinya makan, lantas tanpa aba-aba memasukkannya ke dalam mulut Kaizen.

“Ngaco! Jangan kepedean, deh, jadi orang!” seru Naresha, terus-menerus memaksakan camilan itu agar masuk semuanya ke mulut Kaizen.

Kaizen sempat terbatuk kecil, tetapi alih-alih marah, dirinya justru terkekeh pelan seraya berusaha menahan tangan kanan Naresha yang masih bersikeras menyuapi paksa dirinya. “Sa … Sa … udah! Gue nggak bisa napas.”

Akan tetapi, Naresha sama sekali tidak peduli dengan itu. Sebuah senyuman tipis penuh kemenangan dan kepuasan mulai terukir di wajah cantiknya saat melihat pipi Kaizen yang menggembung—penuh dengan camilan yang sudah tidak muat lagi di dalam sana.

“Cocok banget, deh, buat muka lu … mirip hamster kelaparan,” ucap Naresha dengan nada mengejek, sebelum pada akhirnya menjauhkan tangan kanan dari wajah Kaizen dan kembali berfokus pada aktivitasnya pada malam hari ini.

Kaizen berusaha dengan sangat susah payah menelan semua camilan yang telah disuapkan oleh Naresha, kemudian menghela napas cukup panjang sebelum kembali membuka suara. “Gue keluar dulu … hati-hati lu di rumah, kalau ada apa-apa jangan segan buat kabarin gue.”

Naresha hanya berdeham pelan sebagai jawaban, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun ke arah Kaizen.

Beberapa menit berlalu, sepeninggal Kaizen, terdengar suara dering handphone berbunyi, membuat Naresha mau tidak mau harus kembali mengalihkan atensinya dari dari film yang masih terputar di dalam layar tablet. Ia mengambil benda pipih itu di atas meja makan, lantas menghela napas serta memutar bola mata malas saat melihat nama ‘Gavin’ di dalam layar—nama yang telah dirinya ganti beberapa jam lalu, ketika sudah merasa bosan dengan cowok itu.

Tanpa menunggu waktu lama, Naresha menolak panggilan telepon dari Gavin, kemudian kembali menaruh handphone ke tempat semula.

“Selamat susah move on, Gavin Raksa Nugraha,” gumam Naresha sambil mulai mengukir senyuman tipis penuh kebahagiaan.

Setelah menggumamkan akan hal itu, Naresha kembali berfokus menikmati aktivitas malamnya—kali ini lebih menyenangkan sesudah mengetahui bahwa korban permainannya sedang pusing tujuh keliling karena kelakuannya.

•••

“Besok harusnya aku sama anak-anak OSIS udah mulai bikin dekorasi utama … dan ini akan makan waktu cukup lama … sebenernya bisa selesai sebelum hari H, tapi … mepet banget, yang ada anak-anak pada kecapean waktu acara dimulai. Aku harus cari cara biar itu nggak kejadian.”

Naresha memutar-mutar pulpen yang sedang dirinya pegang di tangan kanan, sembari sorot matanya menatap lurus ke arah depan—tepatnya ke dalam layar laptop yang sedang menampilkan padatnya jadwal para anggota OSIS sebelum event tahunan sekolah dilaksanakan.

Beberapa menit berlalu, Naresha menjentikkan jari saat mendapatkan sesuatu yang kemungkinan dapat membantu kondisi kesehatan para anggotanya, kemudian sesegera mungkin mengambil handphone dari atas meja belajar untuk mengirimkan beberapa pesan di dalam group bersama Nayla dan Thalita.

Naresha:

“Babes, kalian udah pada tidur belum?”

“Kalau belum langsung join zoom ini … ada sesuatu yang mau gue bahas sama kalian.”

Tanpa perlu menunggu waktu lama, chat yang telah dikirimkan oleh Naresha mendapatkan jawaban dari Nayla dan Thalita, sebelum pada akhirnya kedua sahabatnya itu masuk ke dalam ruangan zoom yang telah dibagikan.

“Sesuatu apa yang mau dibahas malam ini, Sa?” tanya Nayla, sambil mengambil guling dan memeluknya cukup erat.

“Soal jadwal, Nay, Tha … Gue rasa ada beberapa hal yang harus kita revisi … soalnya kondisi anak-anak bakal hancur parah kalau kita tetap maksain pakai semua jadwal ini,” jelas Naresha, menggigit bibir bawah pelan sembari menggerakkan tangan kanan untuk melakukan share screen kepada kedua sahabatnya itu.

Begitu dia ke terbuka di dalam layar, terlihat tabel berisi deretan kegiatan, waktu, dan juga catatan kecil di sisi kanan—garis-garis berwarna merah menandai bagian yang sudah sempat Naresha pelajari baik-baik sebelumnya.

Thalita yang semula hanya duduk malas di atas tempat tidurnya, kini refleks mendekatkan wajah cantiknya yang tertutupi oleh masker ke layar laptop. “Iya, sih … kalau dilihat dari jadwal kegiatan sama rapat divisi, anak-anak bisa keteteran … belum lagi tugas sekolah semakin numpuk.”

“Makanya,” timpal Naresha dengan sangat cepat, “Gue nggak mau mereka jatuh sakit gara-gara jadwal ini … Apalagi nanti di hari H event tahunan, gue yakin bakal chaos parah … kalau kita kekurangan orang, bisa-bisa hancur semuanya.”

Nayla mengangguk paham sambil menyandarkan dagu di guling yang sedang dirinya peluk. “Gue setuju. Cuma … kalau jadwal kita potong, kita harus siap juga ada kemungkinan sekolah-sekolah lain bakal kecewa. Soalnya mereka udah excited banget sama event tahunan ini … dan lu tahu, kan, Sa … sekolah kita dari dulu nggak pernah mengecewakan kalau udah jadi tuan rumah.”

“Gue tahu, Nay,” balas Naresha, sembari membunyikan tulang-tulang jari-jemarinyanya, “Kita nggak akan ngurangin ekspektasi mereka … kita sekarang cuma harus cari cara biar semuanya berjalan lancar tanpa ada ngorbanin hal penting sedikit pun … ditambah kita cuma punya waktu sampai bulan depan sebelum event tahunan dimulai.”

Thalita ikut melakukan share screen, lantas mulai mencoret-coret di dalam aplikasi word. “Oke, kalau gitu … berarti kita harus bikin prioritas. Gue usul kita bagi kegiatan jadi tiga kategori, Sa … Wajib, pendukung, sama fleksibel. Jadi, anak-anak nggak harus jungkir balik ikutin semuanya.”

Naresha menyandarkan punggung ke sandaran kursi, melipat kedua tangan di dada sambil memperhatikan dengan saksama usulan dari Thalita. “Hmm … menarik. Kegiatan wajib itu pasti latihan utama sama rapat koordinasi inti. Pendukung bisa kayak dekorasi, publikasi, sama sponsori … kalau fleksibel kita bisa isi sesuai tenaga yang tersisa.”

“Yup, kayak gitu,” sahur Thalita dengan sangat cepat, “Kalau ada yang tumbang, paling cuma kegiatan fleksibel yang agak tertanggung. Jadi, inti event tahunan tetap aman sentosa.”

Nayla yang sejak tadi tampak mendengarkan dengan sangat tenang, pada akhirnya menghela napas panjang. “Kedengarannya gampang di mulut, tapi prakteknya pasti ribet … Apalagi anak-anak cowok kita itu kadang suka ngotot sama mau turun tangan biar bisa caper sama biar dilirik sama lu, Sa.”

Naresha seketika terkekeh pelan saat mendengar penjelasan dari Nayla. “Lu tenang aja kalau soal itu, besok biar gue langsung yang ngasih arahan sama mereka … Gue pastiin mereka semua nurut.”

Nayla diam sejenak, sebelum pada akhirnya mengukir senyuman tipis. “Oke, berarti malam ini kita lembut lagi, dong?”

Naresha mengangguk pelan, sebelum mengetikkan sesuatu pada keyboard laptop. “Iya, tapi gue janji … begitu semuanya beres, kita bertiga bakal liburan sehari full. No jadwal, no zoom, no urusan OSIS.”

Nayla dan Thalita merekahkan senyuman mereka, sebelum mengeluarkan suara secara bersama-sama.

“Deal!”

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!