Aziya terbangun di tubuh gadis cupu setelah di khianati kekasihnya.
Untuk kembali ke raganya. Aziya mempunyai misi menyelesaikan dendam tubuh yang di tempatinya.
Aziya pikir tidak akan sulit, ternyata banyak rahasia yang selama ini tidak di ketahuinya terkuak.
Mampukah Aziya membalaskan dendam tubuh ini dan kembali ke raga aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Api balas dendam
Kerumunan siswa tampak ricuh di depan papan pengumuman. Poster-poster fitnah tentang Aziya terpampang jelas. Dimana disitu terpajang poster Aziya dan Gabriel yang tampak berciuman.
“Parah banget sih Zira.”
“Gue kira dia beda, ternyata...”
“Gabriel kok mau punya cewek kayak gitu.”
Bisikan-bisikan menusuk telinga.
Tapi Aziya hanya berdiri tenang, wajahnya datar. Kalau Zira asli mungkin sudah nangis.
Gabriel yang berdiri di sampingnya mengepalkan tangan. Aziya menahan tangan Gabriel yang hendak mencabut semua poster nya.“Nggak usah.”
Gabriel menoleh kaget. “Apa maksudnya? Mereka udah...”
Aziya menyeringai tipis, matanya menyapu seluruh kerumunan. “Biarin aja mereka ngomong. Gue punya cara lain.”
Gabriel yang melihat itu terdiam sesaat. Setelahnya, dia tersenyum simpul melihat ketenangan Aziya. Gabriel menggenggam tangan Aziya dan membawanya pergi dari kerumunan. Lagian apa masalahnya dengan poster itu? Toh juga yang ciuman bersama Aziya adalah dirinya, bukan orang lain.
★★★
Jam istirahat siang, aula sekolah penuh sesak. Ada pengumuman lomba antar kelas yang wajib dihadiri semua siswa. Saat suasana riuh, tiba-tiba layar proyektor di panggung menyala.
Semua siswa sontak diam. Gambar pertama muncul foto Azura di toilet sekolah, sedang mengamuk sambil menendang tong sampah. Lalu potongan video rekaman CCTV kantin semalam. Azura tergesa-gesa memasukkan sesuatu ke dalam kotak makan.
“Eh… itu bukan Azura?”
“Dia… nyampurin sesuatu ke makanan?”
“Pantesan Zira kemarin bilang rasanya aneh…”
Bisikan langsung memenuhi aula.
Azura berdiri kaku di bangkunya, wajahnya pucat pasi. “Nggak… bukan gue! Itu fitnah!” teriaknya panik.
Tapi layar terus menayangkan potongan video lain, chat screenshot yang memperlihatkan akun anonim mengirim pesan ancaman ke nomor Aziya. Nama pengirim? Azura
Memang benar, Azura sering mengirim pesan ancaman terhadap Azira. Kalau Azira yang asli pasti akan menuruti kemauan Azura, apa pun ancamannya, apa pun permintaannya Azira pasti akan patuh. Tapi sekarang itu tidak aka terjadi lagi, Azira yang Mereka anggap ada, nyatanya sudah tidak ada. Yang ada sekarang hanyalah Aziya yang penuh dengan teka tekinya.
Sekolah semakin gempar. Tatapan jijik dan sinis berbalik, bukan ke Aziya, tapi ke Azura
“Gila, dia mau ngeracunin Gabriel?”
“Pantes aja jatuh pingsan sendiri kemarin.”
“Manipulatif banget.”
Azura menjerit, matanya berkaca-kaca. “Itu bohong! Semua itu bohong!!”
Aziya berdiri pelan, melangkah maju ke arah panggung. Suaranya tenang, tapi menusuk.
“Lo bener. Semua ini bisa jadi bohong. Tapi…” ia menatap Azura tajam. “…kalau bukan lo, kenapa lo panik?”
Azura terdiam. Tangannya gemetar, tak mampu menjawab.
Tawa kecil terdengar dari beberapa siswa. Lalu semakin banyak yang menertawakan. “Ya ampun, ternyata Azura kayak gitu.”
“Dulu sok malaikat, sekarang ketahuan aslinya.”
Azura menatap ke sekeliling nya berharap ia menemukan Evan, agar bisa membantunya, tapi sedari tadi ia tidak bertemu dengan Evan. Kemana dia? Azura sangat membutuhkannya saat ini. Azira benar-benar sialan! Tanpa disadari Air matanya tumpah. Seluruh harga dirinya hancur di depan ratusan pasang mata.
Gabriel yang menyaksikan semua itu hanya menatap Aziya. Ada kekaguman sekaligus rasa ngeri. Gadis di sampingnya ini… jauh berbeda dari Zira. Terlalu cerdas. Terlalu dingin.
Sementara Aziya turun dari panggung, melewati Azura yang masih terguncang. Ia membisikkan sesuatu di telinganya.
“Welcome to my game, ini baru permulaan.”
Senyumnya dingin, lalu ia melangkah pergi.
---
Suara dentingan panci dan bau tumisan bawang putih menyeruak dari dapur keluarga besar Brianna. Di sana, seorang perempuan paruh baya bernama Rina tampak sibuk mengaduk wajan, Gerakannya cekatan, seperti sudah puluhan tahun terbiasa di ruangan itu.
Namun, dari pintu dapur, sepasang mata tajam terus mengawasinya. Aziya, gadis berwajah dingin dengan sorot mata penuh kebencian, berdiri bersandar di pintu sambil melipat kedua tangannya. Setiap gerakan Rina seakan membuat dadanya sesak, bukan karena masakan, melainkan karena sebuah rahasia besar. Aziya berjalan pelan, melangkah menuju meja makan, ia duduk di kursi sebelah Evan.
Seperti biasa, malam ini mereka Melakukan ritual dengan makan bersama. Namun, sekarang terasa lengkap, biasanya kadang Arion yang tidak ada, atau kadang Jonatan yang tidak ada. Jangan lupakan adik kecil mereka, Zero. yang duduk disebelah Jonatan.
Di meja makan, Brianna duduk dengan anggun, menatap penuh kasih kepada Azura. Sementara itu, Aziya hanya bisa menggertakkan gigi melihat itu. Bukan karena cemburu, Brianna tampak sekali membedakan antara Azira dan Azura.
"Anak perempuan mama kelihatan makan cantik." puji Brianna sambil tersenyum lembut kepada Azura.
Azura tersipu, memainkan rambut panjangnya. "Makasih, Mama."
Aziya mengepalkan tangan di bawah meja. Semua kebohongan ini membuat darahnya mendidih. Tapi ia tahu, belum saatnya bicara. Ia harus mengumpulkan bukti, mencari celah untuk membuka kedok Rina dan menyingkap rahasia pertukaran bayi itu di depan semua orang.
Dari ujung meja, Rina hanya menunduk sambil menuangkan sup. Tapi sesekali, matanya melirik ke arah Aziya. Pandangan itu tajam, penuh kewaspadaan. Seolah-olah ia tahu bahwa rahasianya sudah ada di ujung tanduk.
Mereka semua menikmati makanan dalam diam, hanya ada suara detingan sendok dan garpu yang terdengar.
Beberapa menit setelahnya acara makan sudah selesai, satu persatu dari mereka pergi melakukan aktivitas masing-masing, beda dengan Aziya, dia malah mendekati Rina yang tengah membersihkan sisa sampah bekas masakannya. Rina yang melihat itu tersentak dan menunduk sesaat.
"Ada perlu, Non Azira?" tanya Rina dengan senyum hambar.
Aziya berjalan mendekat, langkahnya tenang tapi penuh tekanan. "Bik Rina..." suaranya rendah, hampir berbisik, "apa Bibik tidak takut... kalau suatu hari kebenaran itu terbongkar?"
Pergerakan Rina yang tengah membersikan meja tempat masak terhenti. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. "K-kebenaran apa, Non?"
Aziya tersenyum miring, menatapnya tajam. "Kebenaran tentang bayi yang tertukar."
Wajah Rina memucat seketika, tapi cepat-cepat ia menunduk. "Non... jangan bicara sembarangan..." gumamnya gemetar.
Aziya mencondongkan tubuhnya, berbisik di telinga Rina. "Tenang saja, Bik. Aku belum akan membongkar rahasiamu... belum sekarang."
Rina tercekat. Tangannya bergetar hebat, sementara Aziya berbalik pergi dengan tatapan puas. Dalam hatinya ia tahu, waktu itu akan tiba. Dan saat waktunya datang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Rina dari kebusukan yang ia sembunyikan.
★★★
Langkah kaki Aziya bergema di lorong setelah meninggalkan dapur. Senyum samar masih melekat di wajahnya, meski hatinya bergejolak hebat. Ada kepuasan tersendiri saat melihat Rina panik. Itu berarti rahasianya memang benar dan semakin dekat untuk terungkap.
Namun, Aziya sadar satu hal, Rina tidak akan tinggal diam. Dia pasti akan melakukan segala cara agar Aziya diam. Memikirkan hal itu membuat Aziya tersenyum singkat, perlu di ingatkan lagi, tubuh ini memang milik Azira, tapi yang ada didalamnya bukan Azira. Untuk melumpuhkan orang-orang bodoh seperti Rina itu hal yang mudah, bagi Aziya.
Sementara di balik pintu dapur, Rina masih berdiri kaku, wajahnya pucat pasi. Tangan bergetar saat megantung lap diatas rak. Pandangannya kosong, seolah sedang dihantui hantu dari masa lalu.
"Dia tau... Dia benar-benar tau... Tapi bagaimana? Bagaimana bisa anak itu mengetahuinya?" pikir Rina.
Sejenak, tubuhnya melemas. Bila rahasia itu sampai terbongkar, seluruh hidupnya akan hancur. Bukan hanya dirinya, Azura, putri kandung yang ia selundupkan ke keluarga besar Brianna, juga akan kehilangan segalanya.
Dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi.