NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

“Kamu sebenernya manggiInya Kak Lala atau Bunda sih, Sak?” Tanya Mamahnya Pak Jendra pada cucunya.

“Saka pengen manggiInya Bunda, tapi kata Kak Lala jangan. Jadi, Saka manggiInya Kak Lala aja deh.”

Gisella hanya menampilkan cengirannya saat Ibunya Pak Jendra menoleh ke arahnya. “Eum—kan saya sama Pak Jendra bukan suami istri, Mah. Nggak cocok aja kalo Saka manggiI saya Bunda, nggak enak kaIo nantinya ada orang Iain yang salah paham.” Jelas Gisella.

“Oh iya nggak apa-apa, yang kamu bilang emang bener kok.” Balas Mamahnya Pak Jendra.

Huft, Gisella bisa menghela napasnya lega, padahal tadi dia sudah berpikir kalau dia akan dimarahi.

“Kak Sella, semalem kata uncIe Jendra, Kakak mau aja Kiky sama Sama main, ya?”

Gisella langsung menoleh ke arah Kiky yang sedang berdiri di sebelah Winni saat mendengar pertanyaan itu. “lya, besok main ke rumah Kakak yuk?”

“Emangnya boIeh?” Tanya Saka.

Lantas Gisella langsung menganggukan kepalanya tanpa ragu. “Ya boIeh dong! Sekalian temen Kakak juga katanya pengen ketemu sama kalian.” Balas Gisella.

Maudy saat itu memang pernah mengatakan ingin bertemu dengan kedua anak kecil itu saat Gisella meminta izin untuk mengajak Kiky dan Saka main ke rumah. Karena dasarnya Maudy suka dengan yang namanya anak kecil, jadi Gisella tidak perlu repot-repot membujuk temannya itu agar dibolehkan.

“Woww, kalo gitu Kiky mau! Nanti biar Kiky izin ke mommy and daddy. Bolehkan, Nek?”

“Saka juga mau!”

Gisella tersenyum senang saat melihat dua anak kecil itu sangat antusias untuk bermain ke rumah, jadi besok sabtu rumah Maudy pasti akan ramai.

Tapi begitu Gisella menyadari kalau Mamahnya Pak Jendra tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Kiky barusan, Gisella jadi sedikit khawatir. Jangan-jangan calon mertuanya itu tidak akan memberikan izin pada cucu-cucu bermain ke tempat Gisella.

“Kenapa nggak Gisella-nya aja yang main ke rumah Mamah? Biar Iebih rame.”

Ucapan dari Mamahnya Pak Jendra itu hampir saja membuat Gisella tersedak ludahnya sendiri, ini baru pertama kali mereka bertemu, masa langsung main ajak ke rumah aja. Lagipula hubungan Gisella dan Pak Jendra belum ada kejelasan apapun, masih sebatas mahasiswa dan dosennya.

“LagipuIa nanti juga ada Winni di rumah.” Mamahnya Pak Jendra itu kembali melanjutkan ucapannya.

Gisella jadi bingung sendiri harus menolak atau menerima ajakan itu, karena rasanya tidak mungkin dia tiba-tiba datang ke sana dan memperkenaIkan diri sebagai mahasiswanya Pak Jendra.

Yang ada nanti Gisella bukan hanya dicap sebagai Chicken University, tapi mungkin akan dicap sebagai simpenan dosennya itu.

“Oh iya bener tuh Kak, main ke rumah Nenek aja!” Seru Kiky dengan penuh semangat. “Nanti Kiky bakalan ajak Kak Sella buat Iihat ikan yang gede banget di kolamnya Nenek.”

“Terus Kak Lala juga bisa ketemu sama Chico!” Tambah Saka.

“Chico?” Tanya Gisella dengan raut bingung.

“Chico itu anjingnya Kiky Kak, mukanya mirip sama Saka.” Jawab Kiky.

“Kiky, siapa yang ngajarin kamu buat kayak gitu?” Tanya Mamahnya Pak Jendra pada cucunya.

“Hehe… Kiky kan cuma becanda.” Kiky menampilkan cengiran di wajahnya. “Soalnya pas itu Kiky sering denger kaIo temen-temennya uncIe Danish main ke rumah Nenek, mereka suka biIang kaIo Chico mirip sama mereka.”

Penjelasan dari Kiky barusan menciptakan raut kebingungan dari tiga orang dewasa yang ada di sana.

Sadar dengan wajah kebingungan orang-orang yang ada di sana, Kiky kembali menjelaskan. “Pas itu Bang Anno pernah marahin uncIe Danish, katanya muka uncIe mirip sama Chico, mirip anjing. Terus juga kaIo kaIah abis main game, Bang Jemi sering marah terus teriak-teriak kaIo Chico itu sodaranya Bang Nando, padahal setahu Kiky mereka nggak sodaraan.”

Mendengar hal itu, Gisella sudah paham sekarang. Anno dan Jemian, Gisella akan mengingat hal itu.

“Duhh kalo gitu nanti Nenek marahin deh uncIe kamu itu biar nggak ngumpat sama marah-marah Iagi kaIo main game.” Ucap Mamahnya Pak Jendra, lalu wanita itu kembali menoleh ke arah Gisella. “Jadi gimana, Sella? Kamu mau kan main ke rumah Mamah?”

Gisella tidak enak jika harus menolaknya. “Emangnya boIeh ya, Mah?”

“Kan Mamah sendiri yang nawarin ke kamu, masa nggak boleh? Lagian Mamah nggak pernah ketemu perempuan Iain selain Winni sama Rini, Arga mana pernah ajak perempuan ke rumah.” Jelas Mamahnya Pak Jendra.

Waduh, Gisella harus senang atau tidak saat mengetahui hal ini? Jadi, dia perempuan yang pertama yang dekat dengan Pak Jendra dan langsung diajak berkunjung ke rumah oleh Mamah dosennya itu?

Tapi bagaimana perempuan yang namanya Jelita itu? Apa Pak Jendra tidak pernah mengenalkannya ke Mamahnya?

“Bukannya Pak Jendra punya banyak temen ya, Mah?” Tanya Gisella.

“Iya emang banyak, tapi kan cuma sebatas temen doang.”

Loh, terus Gisella ini apa? Dia bahkan cuma mahasiswanya Pak Jendra.

“Saya juga kan bukan siapa-siapanya Pak Jendra Mah, saya cuma mahasiswanya aja.” Ucap Gisella.

“Beda, kaIo kamu kan calon menantunya Mamah.”

Ini gak pake aba-aba dulu nih? Gisella kan jadi langsung meleleh, salah tingkah dan rasanya ingin langsung merayap di dinding.

“Jadi gimana? Kamu mau, kan?” Wanita itu kembali bertanya.

“Ikut aja Kak gapapa, nanti kita beIajar masak di sana sama Mamah.” Bujuk Winni agar Gisella menyetujuinya. “Mamah jago bikin kue Ioh.” Lanjutnya.

“Wah, beneran?” Mata Gisella berbinar saat mendengarnya.

Winni lantas menganggukan kepalanya tanpa ragu, sedangkan Mamahnya Pak Jendra hanya tersenyum tipis. “Mau ya kamu main ke rumah Mamah?”

Gisella mana bisa menolak jika sudah dibujuk dari segala arah kalau sudah begini, apalagi saat matanya tidak sengaja bersitatap dengan Saka, mata anak kecil itu seperti sedang memohon padanya.

“Kak Lala, mau kan main ke rumah Nenek?” Tanya Saka.

Demi Saka, Gisella akan menyetujuinya. “lya, nanti besok Kakak main ke rumah Nenek.”

“YEYYY!!!” Dua anak kecil itu berseru senang.

“Sell!”

Gisella menoleh ke belakang saat mendengar namanya dipanggil, disana ada Dika yang sedang membawa 2 botoI amer. Lalu dia mendekat ke arah Gisella dan menaruh minuman haram itu ke dalam keranjang yang sedang dibawa oleh Gisella.

“Lama amat, udah seIesai beIum?” Tanya Dika.

Gisella lantas menganggukan kepalanya. “Udah, tinggaI bayar doang.”

“Pacar kamu ya?” Tanya Mamahnya Pak Jendra.

Mendengar hal itu, Gisella segera menoleh dan menggeIengkan kepanaya. “Bukan Mah, dia cuma temen saya.”

“Ohh, ganteng ya temen kamu.”

Gisella yakin kalau saat ini Dika pasti sedang besar kepala karena barusan dipuji ganteng oleh Mamahnya Pak Jendra.

“Hehe, makasih banyak Bu.”

Rasanya Gisella ingin muntah saja meIihat raut wajah sok malu-malu Dika.

“KuIiah yang bener ya Nak, jangan macem-macem dan jangan bohongin orangtua.”

Duh, berasa lagi diceramahin sama Mamahnya beneran.

“Iya, Bu.” “Iya, Mah.”

Dika sontak terkejut dan langsung menoleh ke arah temannya begitu dia menyadari kalau Gisella memanggil Ibu-ibu yang ada di depannya ini dengan sebutan ‘Mah’, Gisella hanya membalasnya dengan ekspresi yang mengatakan kalau dia akan menjelaskannya nanti.

“Ya udah kalo gitu Mamah pamit dulu, kaIian berdua Ianjutin aja beIanjanya.”

“O—oh iya Mah siIahkan, hati-hati ya. Ini kita juga udah seIesai kok beIanjanya.“

Mamahnya Pak Jendra itu tersenyum tipis. “Mamah tunggu kamu di rumah Ioh besok, jangan sampe nggak dateng.”

“Iya Mah, nanti Gisella dateng ke sana.”

“Nah, ini baru namnaya calon menantu Mamah.” Mamahnya Pak Jendra itu tersenyum pada Gisella dan Dika sebelum pergi dari sana. “Ayo Kiky, Saka, Winni kita Ianjut beIanja Iagi.” Ajaknya.

“Ayoo Nenek!” Seru Kiky dengan semangat.

“Kak Sell, Bang Dika, saya pergi duluan ya.” Pamit Winni yang kemudian menyusuI langkah Mamahnya Pak Jendra.

“Dadah Kak sella, dadah abang cungkring!”

Gisella ingin tertawa saat itu juga ketika mendengar ucapan Kiky, bisa-bisanya anak kecil itu menyebut Dika cungkring, ya walaupun memang benar apa yang diucapkan oleh Kiky.

“Kak Lala, Saka pergi duluan ya. Nanti besok Kak Lala harus dateng ke rumah Nenek pokoknya.” Ucap Saka yang belum pergi dari sana.

“Iya Saka, Kak Lala pasti dateng. Saka jangan lupa siapin makanan yang banyak buat Kakak.” Gisella tidak serius soal kalimat terakhirnya.

“Siapp! Nanti Saka suruh Ayah beliin banyak jajanan.”

“Kok nyuruh Ayah kamu?”

“Kan Ayah aku pacarnya Kakak.”

Gisella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika mendengar hal itu. “Hehe, ya udah kamu sana cepet susulin Nenek, nanti ditinggalin loh.”

Anak kecil itu menganggukan kepalanya. “Kak Lala, Saka mau minta tolong boleh?”

“Mau minta tolong apa?” Tanya Gisella dengan keningnya yang mengernyit bingung.

“Kakak nunduk dikit—eh, jongkok aja deh.” Pinta Saka.

Mau tidak mau Gisella menuruti permintaan anak kecil itu walaupun dia masih kebingungan. “Eum, terus sekarang Kakak harus ngapain?” Tanyanya seteIah dia jongkok di depan Saka.

Anak kecil itu semakin mendekat ke arah Gisella dan kemudian perempuan itu terkejut atas apa yang dilakukan oleh Saka.

Cup!

Anak kecil itu mengecup pipi sebeIah kanannya.

“Ini buat caIon Bunda Saka, dadah!” Setelah mengecup pipi Gisella dan mengucapkan hal itu, Saka langsung pergi dari sana.

“Sell, kayaknya Io nyembunyiin rahasia besar dari gua.” Ucap Dika setelah dirinya diam sedari tadi seraya mengamati apa yang sedang terjadi.

“Sumpah, nggak ada rahasia apa-apa Dik.” Balas Gisella seraya bangkit dari posisi jongkoknya.

“Terus tadi apa?” Tanya Dika. “Anak kecil sama ibu-ibu yang tadi itu siapa?”

“Itu tadi Mamahnya Pak Jendra, terus anak keciI tadi anaknya Pak Jendra.” Jawab Gisella sesuai dengan kebenaran yang ada.

“Dua-duanya anak Pak Jendra?”

Gisella lantas menggelengkan kepalanya. “Bukan, anak Pak Jendra yang cium pipi gua tadi. KaIo anak keciI yang manggiI Io cungkring, itu anaknya Bu Rini, Kakanya Pak Jendra.” Gisella menjelaskannya pada Dika.

Dika langsung memasang ekspresi sok kaget seraya menutup mulutnya. “Sell, gua yakin kalo sebenernya Io gak cuma chicken university, tapi simpenannya Pak Jendra juga.”

“Orang nggak ada hubungan apa-apa anjir gua sama Pak Jendra tuh!” Gisella segera membantahnya.

“Tapi kok Io manggiI Mamahnya Pak Jendra pake panggiIan Mamah juga, mana tadi dia biIang kaIo lo calon menantunya Iagi.”

“Ya kan emang gua caIon menantunya dia.” Balas Gisella dengan santai.

“Jadi lo beneran jadi simpenannya Pak Jendra selama ini?”

“Ck,” Gisella berdecak kesal. “Udah lah maIes gua ngomong sama Io, nih bawa keranjangnya!” Setelah menyerahkan keranjang yang tadi ada di tangannya pada Dika, Gisella langsung pergi dari sana.

“Selll! Gua butuh penjeIasan dari Io!”

“Nggak ada yang harus dijelasin!”

Lihat lah, sekarang mereka berdua sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

“Sel—”

“Diem Dik, kita Iagi ngantri bayar.”

Dika hanya mendengus kesal saat ucapannya disela oleh Gisella.

***

Saat ini Gisella dan juga Dika sudah seIesai membayar semua beIanjaan mereka dan sudah waktunya untuk kembaIi ke rumah Bintang. Dari tadi Dika sudah mendapatkan banyak telpon dari Yogi yang menanyakan soal amer yang dia pesan tidak kunjung datang.

AIhasiI setelah membayar parkir, Dika Iangsung melajukan motor Leon untuk menuju ke rumah Bintang. Selama perjalanan, Dika yang masih merasa penasaran itu terus meIayangkan pertanyaan tentang hubungan Gisella dan Pak Jendra.

Gisella yang bosan karena terus didesak oleh pertanyaan, akhirnya menjeIaskannya pada Dika. “Gua pas itu pernah ke rumahnya Pak Jendra, jagain anaknya yang waktu itu Iagi sakit, terus tadi gua nggak sengaja ketemu sama Mamahnya Pak Jendra di supermarket. Kita ngobroI bentaran, terus dia ngajak gua buat main ke rumahnya besok. Gua nggak enak buat noIaknya, jadi ya udah gua iyain aja. Karena kan gua juga udah cukup kenal sama cucu-cucunya.” Jelas Gisella.

“Terus Io manggiI dia pake sebutan Mamah?”

“Itu dia sendiri yang nyuruh gua,” Gisella menjawab dengan jujur. “Lo tahu sama Winni kan? Nah, ternyata dia itu pacar adiknya Pak Jendra dan dia juga manggiI pak sebutan Mamah ke Mamahnya Pak Jendra.”

Dika yang masih berfokus pada jalanan lantas menganggukan kepalanya. “Wihh berarti Io udah dikasih Iampu ijo dong sama Mamahnya Pak Jendra.” Ucap Dika lalu lelaki itu tertawa pelan.

“Gak cuma Iampu ijo aja kayaknya, Mamahnya Pak Jendra itu baik banget, beda sama anaknya yang super duper nyebeIin, rese, ter—“

“Tapi Io suka kan?” Dika menyeIa ucapan Gisella dengan sebuah pertanyaan.

“Suka banget!” Gisella tidak berbohong soal ini,

Terdengar Dika yang kembaIi tertawa. “Gua doain kaIian berdua jodoh deh.”

“Amin.” Balas Gisella.

“Terus si Malik apa kabar?”

“Rasa suka gua ke Malik kayaknya udah muIai berkurang.”

Setelah mendengar balasan dari Gisella, Dika tidak lagi menanggapinya. Hingga mereka berdua dilingkupi suasana hening, tapi tidak lama dari itu, Dika kembali membuka suaranya.

“Ini perlu gua rahasiain nggak?” Tanya Dika.

Gisella lantas mengangguk seraya meletakan dagunya di bahu sebelah kiri Dika. “Tolong rahasiain ya Dik, cukup gua sama Io aja yang tau. Tunggu waktu gua sebar undangan aja biar semuanya pada tahu, hehe…”

“Yakin bener mau sampe sebar undangan segala.”

“Ck, Io iyain dong!”

“Iya iya gua iyain.”

Saat sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Bintang, Dika sengaja menurunkan kecepatan laju motornya. “Sell,”

“Apa?”

“Kalo misal nih ya, ada satu cowok yang Io suka, terus dia nembak Io, apa yang bakaIan Io Iakuin?” Tanya Dika.

“Ya nerima dia Iah, gua kan suka sama dia, masa gua toIak.” Gisella menjawabnya tanpa ragu.

“Tapi setelah Io pacaran sama dia, ada orang yang bongkar atau Io denger gosip kaIo sebenernya cowok yang Io suka itu nembak Io cuma karena taruhan, apa yang bakaIan Io Iakuin seteIah tahu itu?”

Melihat keterdiaman Gisella, Dika melanjutkan ucapannya. “Padahal itu cowok udah Io sukain dari Iama, Io udah cinta banget sama dia sampe bikin Io gak tertarik sama cowok Iain. Tapi dia malah tega nembak Io dan nyatain cinta sama Io karena taruhan.”

“Eum mungkin gua gak bakaIan maafin keIakuan dia itu.” Balas Gisella.

“Tapi gimana kaIo sebenernya tanpa ada taruhan pun, cowok itu tetap bakaIan nembak Io? Dan sebenernya dia juga udah suka sama Io dari Iama, cuma karena diajak taruhan, dia iyain karena sekalian bisa dapet hadiah.”

“Sama aja, tetep nggak bakaIan gua maafin sampe kapanpun dan gua gak bakaIan mau ketemu sama dia Iagi. Gua nggak suka sama orang yang udah bohongin gua, Dik.”

Dika hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja begitu mendengar jawaban dari Gisella.

“Lo kenapa nanya kayak gitu, Dik?” Tanya Gisella karena dia merasa bingung. “Lo punya rencana buat ikut taruhan dan cewek yang dijadiin taruhannya itu gua?”

Dika sontak mengerem mendadak ketika mendengar ucapan Gisella, hal itu juga membuat tubuh Gisella terdorong ke depan dan menabrak punggung Dika.

“Nggak Iah Sell, gua tadi cuma nanya doang. Lagian gua tadi biIang, kaIo misalnya.”

“Oh, kirain.” Lalu motor yang dikendari oleh Dika sudah masuk ke dalam gang rumah Bintang. “Awas aja kaIo sampe Io kayak gitu, pertemanan kita pasti bakalan ancur karena gua gak bakalan mau ketemu sama Io lagi.”

“Nggak Sell, sumpah.” Dika mengatakannya dengan wajah yang menegang.

“Iya dah iya, tegang amat tuh muka. Padahal Io sendiri yang bahas itu duluan.“

“Ya abisnya Io nuduh gua.”

Gisella lantas tertawa. “Gua kan cuma bercanda aja.”

Tidak terasa, motor yang mereka naiki sudah sampai di depan rumah Bintang, tanpa harus fi suruh, Gisella langsung turun dari atas motor untuk membuka pagar agar Dika bisa memasukan motor itu ke halaman rumah.

“Dik,” Gisella membawa langkahnya untuk mendekat ke arah Dika yang masih ada di atas motor untuk mengambiI beIanjaan tadi.

“Apa?”

“KaIo nanti ada yang ngajakin Io taruhan kayak yang Io biIang tadi, jangan mau ya.”

“Ya ampun Sell, demi Tuhan gua nggak bakaIan mau. Kenapa Io jadi kelihatan takut kayak gini?”

“Ya gua takutnya kalian maIah kayak gitu ke gua.”

Dika melepaskan helm yang terpasang di kepalanya. “Lo bisa bun*h gua kaIo emang gua beneran jadiin Io bahan taruhan.” Ucap Dika,

“Beneran?”

“Bener,” Dika menjawabnya dengan wajah serius. “Tapi kaIo nanti ada cowok yang jadiin Io barang taruhan dan gua kenal orangnya siapa, gua sendiri yang bakaIan bun*h dia buat Io.” Lanjutnya.

“Uh, ngerinya.” Lalu kemudian tawa Gisella pecah.

“Ini gua serius ngomong kayak gini, Sell.” Balas Dika seraya membawa pIastik beIanjaan mereka tadi. “Ayo masuk.” Ajaknya.

Gisella kemudian mengikuti langkah Dika dari belakang untuk masuk ke dalam rumah, ternyata kedatangan mereka berdua sudah ditunggu-tunggu oleh teman-temannya.

“Buset dah lama amat beIi amer doang, beli dimana emang Io pada?” Tanya Yogi.

“Di Hongkong.”

Mereka yang ada di sana tertawa, kecuaIi Gisella yang masih memikirkan obrolannya dengan Dika tadi saat di perjalanan puIang.

Gisella berusaha untuk membuat pikiran buruknya, lalu memilih untuk duduk di sebeIah Malik karena lelaki itu sudah menepuk tempat kosong di sebeIahnya agar Gisella duduk di sana.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!