NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:335
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Sesampainya di basemen apartemen sang atasan, Dimas dan juga Velove langsung keluar dari dalam mobil. Perempuan itu membuka pintu belakang untuk mengambil satu paperbag untuk dia bawa masuk ke dalam apartemen, yang satunya sengaja tidak dia keluarkan karena besok akan dia bawa ke kantor.

Sedangkan Dimas saat ini sedang mengeluarkan koper dari bagasi mobil, lalu kemudian menyeretnya menuju lift yang ada di sana, diikuti oleh Velove yang ada di belakangnya.

“Kenapa cuma satu doang yang dibawa?” Tanya Dimas saat dirinya melihat sang sekretaris hanya membawa satu paperbag.

“Satunya buat anak-anak kantor.” Balas Velove yang kini berjalan beriringan bersama dengan lelaki itu.

“Terus yang ini buat kamu?”

Perempuan itu lantas menganggukan kepalanya. “Buat Pak Dimas juga.”

“Saya nggak terlalu suka yang kayak gitu.” Ucap Dimas saat mereka baru saja masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai unit apartemennya.

“Iya juga sih, Pak Dimas pasti nggak level sama makanan-makanan kayak gini.”

“Bukan gitu, saya emang nggak terlalu suka.”

“Ya udah kalo Bapak nggak mau, biar ini semua buat saya aja.”

Kini mereka berdua sudah keluar dari dalam lift, lalu melangkah beriringan di lorong menuju unit apartemen lelaki itu. Lalu Dimas mulai menekan passcode unit apartemennya, setelah terbuka, lelaki itu langsung masuk dan disusul oleh Velove di belakangnya.

“Pak Dimas mandi dulu aja, saya mau masak buat makan malem.”

“Nggak usah masak, pesen lewat online aja.” Balas Dimas seraya membuka satu persatu kancing kemeja yang dia pakai.

“Ya udah, Bapak mau makan malem pake apa?” Tanya Velove yang baru saja meletakan tasnya dengan asal di atas sofa, sepertinya perempuan itu sudah menganggap unit apartemen Dimas seperti milik sendiri.

“Saya ikut kamu aja.”

Setelah mengatakan hal itu Dimas langsung melepas kemeja yang melekat di tubuhnya tadi, lalu kemudian lelaki itu mengambil minuman dingin dari dalam kulkas. Pemandangan itu sudah menjadi hal biasa bagi Velove, ketika pulang dari kantor lelaki itu pasti melakukan hal tersebut.

“Saya lagi pengen makan sup iga sama sate, Pak Dimas mau?”

“Saya sup iga-nya aja.”

“Okedeh kalo gitu saya pesenin.“

Perempuan itu lantas menarik salah satu kursi yang ada di meja makan untuk dia duduki, Velove kemudian mulai menghidupkan layar ponselnya untuk memesan makan malam untuk mereka berdua.

“Udah saya pesenin Pak, nanti kalo ada yang teken bel bukain aja. Saya mau mandi dulu.”

Velove kemudian kembali beranjak dari tempat duduknya, lalu perempuan itu masuk ke dalam kamar karena dia ingin mandi terlebih dulu. Sedangkan Dimas membawa langkahnya menuju sofa dengan minuman yang ada di tangannya.

Lelaki itu meletakan minuman yang di bawa di atas meja dan dia menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa, menghirup napasnya dalam-dalam sebelum kemudian menghela napasnya lelah.

Dimas memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan rasa lelahnya, tapi kemudian mata lelaki itu kembali terbuka ketika mengingat pesan sang sektretasi yang menyuruhnya untuk menunggu makanan yang sudah Velove pesan tadi datang.

Lantas lelaki itu memilih untuk meraih remot televisi dan menyalakan televisi tersebut guna mengusir rasa kantuknya. Sebenarnya ini memang kegiatannya hampir setiap hari, hanya saja beberapa hari ini ada kehadiran Velove yang menemaninya di unit apartemen.

Kurang lebih tiga puluh menit sudah dirinya menonton televisi, terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Dimas menolehkan kepalanya ke belakang, ke arah pintu kamar dan melihat sosok sang sekretaris dengan baju rumahannya sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil.

“Makanannya belum dateng, Pak?” Tanya perempuan itu seraya membawa langkahnya untuk mendekat ke arah Dimas yang sedang duduk di sofa.

“Belum.” Jawab Dimas dengan singkat.

Lalu kemudian Velove ikut duduk di sebelah lelaki itu, ikut menonton televisi yang ada di depannya. Tapi belum lama perempuan itu duduk di sana, Dimas yang ada disebelahnya langsung menjatuhkan kepalanya pada pada perempuan itu, membuat Velove sedikit terkejut.

“Pak Dimas, bagun! Rambut Bapak bikin geli.” Velove mengeluhkan hal itu karena memang saat ini dirinya sedang memakai celana yang panjangnya hanya sejengkal di atas lutut.

“Salah kamu sendiri karena pake celana pendek.” Dimas malah dengan sengaja menggesekkan rambutnya di sana.

“Pak Dimas!!! Malah sengaja banget digituin.” Perempuan itu menggerutu.

Mendengar gerutuan dari sang sekretaris membuat Dimas terkekeh kecil, hal itu membuat Velove mengernyitkan keningnya melihat keanehan sang atasan saat ini. “Bangun Pak, berat.”

Bukannya bangun dari sana, Dimas malah melingkarkan tangannya pada pinggang Velove dan menenggelamkan kepalanya pada perut perempuat itu, membuat Velove merasa geli.

“Ihhh Pak Dimas, lepas!!” Titah Velove seraya berusaha melepaskan tangan lelaki itu yang melingkar pada pinggangnya.

Ucapan dari Velove itu tidak digubris sama sekali oleh sang atasan yang kini malah semakin menenggelamkan wajahnya pada perut perempuan itu. Entah mendapatkan ide dari mana, lelaki itu malah menggigit perut Velove yang empuk.

Proporsi tubuh Velove memang sangat pas untuk ukuran seorang perempuan, tidak kurus dan juga tidak gemuk. Maka dari itu tidak jarang perempuan itu mendapatkan pujian tentang tubuhnya.

“Awww!” Perempuan itu sontak meringis karena merasakan gigi Dimas yang mengigit kulit perutnya, dengan gerakan spontan Velove mencubit tangan kekar lelaki itu yang jelas tidak ada apa-apanya bagi Dimas.

“Pak Dimas apa-apaan sih?! Velove menatap lelaki yang ada di bawahnya itu dengan tatapan tajam.

Sedangkan Dimas yang mendapatkan tatapan tajam seperti itu dari sang sekretaris, benar-benar merasa tidak peduli dan kembali menenggelamkan wajahnya di sana.

“Mending Bapak mandi sekarang deh, nanti pas Pak Dimas selesai mandi pasti makanannya udah dateng.” Ucap Velove yang masih berusaha melepaskan diri dari kungkungan lelaki itu.

Dimas hanya menggelengkan kepalanya untuk menanggapi ucapan dari Velove, hal itu membuat Velove hanya bisa menghela napasnya lelah dan berhenti untuk berusaha melepaskan diri dari kungkungan lelaki itu, lagipula usaha yang dia lakukan akal sia-sia.

Tapi seolah dewa keberuntungan sedang berpihak padanya, terdengar bunyi bel apartemen yang Velove yakini kalau itu adalah kurir pengantar makann yang dia pesan tadi.

“Tuh makanannya udah dateng, awas! Saya mau ambil makanannya dulu.”

Mau tidak mau Dimas harus mengangkat kepalanya dari paha perempuan itu, setelah terbebas dari kungkungan sang atasan, Velove lantas beranjak dari sana dan membawa langkah kakinya menuju ke arah pintu apartemen dan membuka pintu itu.

“Atas nama Mbak Velove ya?” Kurir tersebut bertanya untuk memastikan.

“Iya Mas.”

Lalu kemudian kurir itu menyerahkan plastik yang berisi makanan yang dipesan, Velove segera menerima hal itu.

“Pembayarannya udah di aplikasi ya, Mas.”

“Iya, Mbak. Makasih.”

“Sama-sama.” Perempuan itu memberikan senyum tipis, lalu kurir itu pergi dari sana.

Velove kembali menutup pintu apartemen itu dan membawa plastik yang berisi makanan tadi ke arah meja makan, ternyata langkah kakinya diikuti oleh Dimas dari belakang.

“Pak Dimas mau mandi dulu atau langsung makan?” Tanya perempuan itu seraya membuka plastik tadi dan kemudian mengeluarkan satu persatu makanan yang dia pesan.

“Langsung aja, sup iga saya keburu dingin.”

Perempuan itu lantas mencebik. “Kan bisa diangetin, lagian bukannya tadi buruan mandi.”

“Jangan ngomel terus di depan makanan.”

Mendengar ucapan Dimas lantas membuat Velove terdiam, tapi kemudian perempuan itu menatap tajam pada sang atasan yang kini sudah duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Entah kenapa sekarang Velove sudah mulai berani bertingkah seperti itu di depan Dimas, padahal sebelum-sebelumnya untuk sekedar melihat wajah lelaki itu saja dia tidak berani.

Perempuan itu lantas kembali membawa langkah kakinya untuk mengambil peralatan makan untuk mereka berdua sekaligus mencuci tangannya dan mulai menyiapkan makanan untuk dirinya dan juga Dimas yang tadi sudah dia beli.

“Cuci tangan dulu, Pak.” Titah Velove yang dibalas dengan anggukan oleh lelaki itu.

Dimas kemudian beranjak dari tempat duduknya dan mencuci tangannya di wastafel sesuai dengan permintaan sekretarisnya itu, setelah selesai mencuci tangan, lelaki itu kembali ke kursinya yang tadi dan makanan miliknya sudah disiapkan oleh Velove di atas meja.

Namun ada yang membuat Dimas salah fokus saat melihat sate di atas piring yang jumlahnya sangat banyak. “Kamu beli sate sebanyak itu, yakin bisa habis?”

Velove yang ditanya lantas menganggukan kepalanya. “Saya dari kemaren pengen makan sate.” Balas Velove yang mulai mengambil sate tusuk sate yang ada di sana.

“Tapi itu terlalu banyak, kamu juga pesen sup iga kan?”

Lagi-lagi perempuan itu menganggukan kepalanya sebagai jawaban. “Pak Dimas kalo mau satenya, ambil aja jangan malu-malu.”

Dimas yang mendengar apa yang diucapkan oleh Velove lantas mendelikan matanya, bisa-bisanya perempuan itu berbicara seperti itu padanya. “Buat kamu aja, saya takut gendut.”

Mendengar kalimat terakhir yang Dimas ucapkan membuat perempuan itu menghentikan kegiatannya yang sedang mengigit satu tusuk sate, perempuan itu lantas menatap sang atasan dengan tatapan tidak suka.

“Maksud Bapak saya bisa gendut gara-gara makan sate?”

Dimas yang ditanya seperti itu memilih untuk tidak menjawab, lelaki itu seolah tidak peduli dengan melanjutkan kembali makan malamnya, tidak ingin menanggapi perempuan yang ada di depannya lagi.

Hal itu tentu membuat Velove kesal. Ah, selera makannya jadi hilang gara-gara ucapan Dimas. “Saya jadi gak mood makan gara-gara Pak Dimas.” Ucap perempuan itu seraya meletakan kembali satu tusuk sate yang belum dia habiskan.

Lelaki itu lantas mendongakan kepalanya dan mendapati sang sekretaris sedang memasang raut cemberut di depannya. “Emang saya ngapain? Kok gara-gara saya?”

“Pak Dimas kalo mau ngomong kayak tadi, mending pas saya udah selesai makan aja, jangan pas sebelum saya makan, saya kan jadinya nggak nafsu.”

“Loh? Yang saya bilang kan emang bener.”

“Ah, udahlah. Saya males.” Perempuan itu hendak beranjak dari sana, sebelum kemudian suara dari Dimas menahannya.

“Makan, Velove. Kamu beli satu sebanyak itu sama sup iga mau di kemanain kalo gak kamu makan?”

“Nggak mau.”

“Makan atau saya buat leher sama dada kamu penuh sama bercak merah sekarang juga.”

Mendengar ancaman ya g dilontarkan oleh Dimas membuat perempuan itu bergidik ngeri, tidak bisa dibayangkan jika kulit leher dan dadanya penuh dengan bercak, apalagi besok dia harus kembali bekerja di kantor dan bercak merah itu tentu tidak akan hilang dalam sehari karena dia pernah memilikinya karena ulah lelaki yang ada di depannya saat ini.

Dengan terpaksa Velove kembali melanjutkan kegiatan makan malamnya, dia tidak ingin Dimas benar-benar melakukan hal itu padanya. Walaupun dengan rasa terpaksa, makanan miliknya tetap habis tidak tersisi. Bahkan Dimas yang ada di depan perempuan itu sempat menatap tidak percaya dengan apa yang sekretarisnya itu lakukakan.

Katanya sudah tidak mood untuk makan, tapi tetap habis juga.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!