Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perempuan Bercadar Hitam 2
Tanpa ampun, Ganggadara alias Thukul menerjang ke arah Nyai Landhep. Namun belum sempat ia menjangkau tempat bekas pimpinan Padepokan Bukit Rawit itu, tiba-tiba...
Whhuuuuuuttttt dhhhaaasssshhh..
Aaauuuuuggggghhhhhh!!!
Tubuh kekar Ganggadara alias Thukul terlempar ke belakang dan menimpa tubuh Bodong saudaranya setelah perempuan bercadar hitam ini dengan cepat memutar tubuhnya dan melayangkan tendangan keras yang menghajar perut Si Pendekar Pedang Mentawa.
Darah segar merembes keluar dari mulut Ganggadara alias Thukul pertanda ia mengalami luka dalam. Dadanya terasa sesak seolah-olah dihimpit batu besar namun harga dirinya membuat nya segera bangkit diikuti oleh Bodong adiknya.
"Para perempuan sinting..!! Kalian harus mati..! ", gembor Ganggadara alias Thukul yang kembali menerjang ke arah Nyai Landhep dan perempuan bercadar hitam itu. Bodong segera mencabut senjata dan ikut menyerang.
Pertarungan satu lawan satu di dalam warung makan yang ada dipinggiran kota Anjuk Ladang pun segera terjadi.
Namun ambisi Ganggadara alias Thukul dan Bodong untuk menundukkan kedua perempuan itu hanyalah sebuah mimpi di siang bolong. Keduanya ternyata memiliki ilmu kanuragan yang tinggi hingga dalam beberapa gebrakan saja, keduanya sudah terkapar dengan wajah memar dan hidung berdarah.
"Kakang Thu eh Kakang Ganggadara, para perempuan itu rupanya pendekar wanita berilmu tinggi. Kita harus segera pergi sebelum di bunuh oleh mereka", ucap Bodong yang ketakutan setelah di hajar habis-habisan oleh perempuan bercadar hitam itu.
" Kau benar Dong.. Kita harus segera lari dan minta bantuan pada guru. Ayo cepat.. ", setelah berkata demikian, Ganggadara alias Thukul pun segera kabur dari warung makan ini disusul Bodong yang mengekor di belakangnya.
Perempuan bercadar hitam itu hendak mengejar mereka tetapi Nyai Landhep buru-buru mencegahnya.
" Tak perlu dikejar.. Sebentar lagi mereka juga akan balik kesini lagi ", ucap Nyai Landhep dengan santai.
" Hah??!! Maksud Nyai? ", perempuan bercadar hitam itu sedikit terkejut.
" Begundal begundal itu pasti punya orang yang diandalkan untuk aksi bejat mereka. Aku penasaran dengan orang yang ada dibelakang mereka sehingga berani bertingkah seperti ini. Jadi kita tunggu saja mereka disini, tak perlu repot-repot lagi untuk mengejarnya ", kembali Nyai Landhep mendudukkan dirinya pada kursi meja makan dan kembali menikmati hidangan yang belum habis ia santap.
" Kalau begitu, aku juga akan menunggu disini. Aku penasaran siapa orang yang berani mengganggu Kembang Gunung Pakis di Kota Anjuk Ladang ini? ", balas perempuan bercadar hitam itu segera.
Nyai Landhep langsung mengerutkan keningnya mendengar perempuan bercadar hitam itu menyebutkan kata Kembang Gunung Pakis sebagai gelarnya. Beberapa waktu ini dia kerap mendengar nama ini disebutkan oleh orang-orang yang ia temui tetapi tak dinyana bahwa sebuah warung makan mempertemukan mereka. Sebagai pendekar wanita yang berpengalaman dalam dunia persilatan, tentu Nyai Landhep tidak akan gegabah dalam bersikap menghadapi perempuan bercadar hitam ini. Dia ingin tahu apa sebenarnya niat perempuan bercadar hitam itu di Kota Anjuk Ladang.
Dan benar saja apa yang dikatakan oleh Nyai Landhep.
Sekitar waktu sepenanak nasi berikutnya, Ganggadara alias Thukul dan Bodong datang ke warung makan itu. Tapi kali ini mereka tidak datang sendiri. Ada seorang laki-laki paruh baya menyandang sebuah pedang di punggung nya bersama dengan beberapa orang lainnya dengan dandanan yang serupa. Sepertinya mereka berasal dari satu perguruan.
"Itu dia orang nya Guru...!!! ", teriak Ganggadara alias Thukul sambil menunjuk ke arah Nyai Landhep dan perempuan bercadar hitam itu dari jarak yang cukup jauh dari warung makan.
Lelaki paruh baya berbadan kekar itu sekilas menatap Nyai Landhep yang sedang membelakangi nya. Dia sedikit memicingkam matanya karena merasa sedikit kenal dengan tampilan dan dandanan perempuan paruh baya itu tetapi lupa dimana ia mengenalnya.
Sesampainya di pintu masuk warung makan yang kini tinggal Nyai Landhep dan perempuan bercadar hitam itu, Bodong segera berseru lantang.
"Heh setan setan betina! Kami datang menuntut balas..!! "
Pernyataan Bodong ini sontak membuat Nyai Landhep dan perempuan bercadar hitam itu langsung menoleh ke arah sumber suara dan melihat 10 orang termasuk Ganggadara alias Thukul dan Bodong sedang menatap tajam ke arah mereka.
Mata lelaki paruh baya yang bersama dengan Ganggadara alias Thukul dan Bodong itu langsung melebar tatkala ia melihat sosok Nyai Landhep.
"K-kau Landhep..?? Apa kau benar-benar Landhep?", tanya lelaki paruh baya itu dengan sedikit terbata-bata.
Nyai Landhep mengerutkan keningnya mendengar namanya disebut oleh lelaki paruh baya itu. Sedikit banyak ia seperti mengenal sosok yang kini berdiri di depan nya itu. Dan sebuah ingatan tentang masa lalu pun menjadi penyegar yang membuat Nyai Landhep mengingat pria paruh baya itu.
"Jaran Mayangkara?! Kau masih hidup? ", tanya Nyai Landhep segera.
" Rupa-rupanya benar kau ini adalah Landhep. Huh, perempuan tua nan keriput sekarang kau ya hahaha.. ", tawa lepas terdengar dari guru Ganggadara alias Thukul dan Bodong yang bernama Ki Jaran Mayangkara.
Phhhuuuuuiiiiihhhhhh!!
" Kau kini juga sudah menjadi tua bangka, masih bisa menghina orang lain! Dasar tak tahu malu..!!!", ucap Nyai Landhep tak kalah pedas.
"Setan betina tua keparat! Kau berani menghina guru ku?!! ", Ganggadara alias Thukul hampir saja melesat menerjang maju andai Ki Jaran Mayangkara tak cepat mencegahnya.
" Heh Ganggadara, kau bukan lawannya. Mundur sekarang, aku tidak mau melihat mu mati konyol hari ini.. ", peringat Ki Jaran Mayangkara sedikit lirih yang membuat Ganggadara Si Pendekar Pedang Mentawa itu mendengus dingin dan urungkan niatnya.
" Landhep, puluhan tahun tak bertemu, tapi kau berani menganiaya orang-orang ku. Apa kau benar-benar ingin memanaskan lagi api permusuhan antara kita hah?! ", lanjut Ki Jaran Mayangkara sedikit lantang.
" Murid sendiri yang mencari gara-gara dengan ku, Jaran Mayangkara!
Sebagai gurunya, kalau kau tak terima, aku bisa meladeni tantangan mu kapan saja! Aku tidak gentar pada lelaki bajingan seperti mu!! ", balas Nyai Landhep ketus.
" Kurang ajar! Dasar perempuan sinting!! Hari ini jangan panggil aku Ki Jaran Mayangkara jika aku tidak bisa membuat mu babak belur..!! "
Setelah menggembor buas sedemikian rupa, Ki Jaran Mayangkara langsung mencabut pedang di punggung nya dan menerjang ke arah Nyai Landhep. Bekas pimpinan Padepokan Bukit Rawit itu melesat keluar dari dalam warung makan untuk mencari tempat yang lebih luas agar lebih leluasa untuk bertarung. Ki Jaran Mayangkara segera mengejarnya.
Begitu Nyai Landhep dan Ki Jaran Mayangkara bergerak keluar, Ganggadara alias Thukul, Bodong dan beberapa orang pengikutnya langsung mengepung sosok perempuan bercadar hitam itu. Pertarungan sengit pun segera terjadi.
Whhuuuuuuttttt dhhhaaasssshhh dhhhaaasssshhh!!
Satu orang pengikut Ganggadara terjungkal setelah dua tendangan beruntun menghajar dadanya. Melihat kawan nya dijatuhkan oleh perempuan bercadar hitam, dua orang lainnya cepat bergerak ke arah sang perempuan yang baru saja menjejak lantai warung makan.
Shhhrreeeeetttt shhhrreeeeetttt...
Dengan gesit, perempuan bercadar hitam itu menghindari tebasan maut dua murid Ki Jaran Mayangkara. Setelah memutar tubuhnya, dia langsung menyodokkan gagang pedang nya ke perut Bodong yang hendak bergerak maju.
Dhhuuuuugggg Ooouuuugggghhhhh!!!
Bodong kembali terjungkal dan untuk kali kedua menghancurkan meja makan disitu. Ganggadara yang sudah geram dari tadi langsung melompat ke arah perempuan bercadar hitam itu sambil menyabetkan pedang besarnya.
Whhhuuuuugggggg!!
Perempuan bercadar hitam itu sepertinya sudah menduga bahwa ia akan menjadi sasaran serangan Ganggadara alias Thukul dan kawan-kawan, cepat bergerak menghindar sambil menendang sebuah kursi kayu. Benda itu seketika melayang cepat dan menghantam salah seorang kawan Bodong hingga terjungkal.
Bodong yang geram dengan itu semua, langsung meloncat ke arah perempuan bercadar hitam itu sambil menyabetkan pedang nya.
Shhhrrrreeeeeeettttttttt!!
Dari ekor mata nya yang lentik, perempuan bercadar hitam itu melihat serangan Bodong. Dia cepat melompat mundur untuk menghindar tetapi Ganggadara yang melihat itu sebagai sebuah kesempatan, langsung membabatkan pedang besarnya. Tak punya kesempatan untuk menghindari lagi, perempuan bercadar hitam itu segera mengangkat pedangnya sebagai pertahanan.
Thhrrraaaaaaaaannnggg!!!
Tubuh ramping perempuan bercadar hitam itu langsung tersurut mundur ke belakang. Merasa perempuan bercadar hitam itu telah berhasil disudutkan, Ganggadara dan Bodong menyeringai sebelum bergerak maju mendekat.
Tetapi belum sampai langkah kedua mereka bergerak, tiba-tiba mata Bodong melebar selebar-lebarnya kala ia melihat perempuan bercadar hitam itu mengibaskan tangan kirinya yang sudah berselimut cahaya putih kebiruan seperti warna petir yang menyambar di siang bolong. Bodong pun langsung berteriak keras,
"AWAS KAKANG....!!!! "
dibikin series kolosal pasti bagus