Pernikahan antara Ayyana Betari dan Prasetya Wiguna berjalan begitu harmonis bahkan keduanya mendapat julukan sebagai couple goals
Namun, pernikahan kedua Prasetya bersama seorang wanita atas permintaan sang ayah menjadi awal dari kehancuran biduk rumah tangga yang sudah berjalan empat tahun itu
Akankah Betari menerima pernikahan kedua suaminya dan menerima Sabrina sebagai madu? ataukah pernikahan atas dasar balas budi itu akhirnya menjadi noda dalam pernikahan antara keduanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Lidya
Prasetya diam, jika menjadi ayah yang baik maka akan dengan senang hati ia lakukan, tapi suami yang baik untuk Sabrina? Apa dirinya bisa menjadi suami yang baik untuk wanita yang tidak ia cintai
"Sudah? Selamat untuk kebahagiaan kalian! Sekarang pergi dari sini!" Lidya sampai mengusir dua pria beda usia itu saking kesalnya
"Lidya kumohon! Tolong jangan sakiti Sabrina, aku tau kamu melakukan itu karena kamu sangat menyayangi Tari tapi Sabrina, dia juga menantu kita terlebih saat ini dia tengah mengandung anak Pras, cucu kita" Alvian bertutur lembut, berharap sang istri mengerti dan tidak menggangu Sabrina
"Aku tidak pernah menganggap perempuan itu sebagai menantu. Begitu juga dengan bayi yang ada dalam kandungannya" Tegas Lidya
"Apa kamu sama sekali tidak bahagia mendengarnya?"
"Jika itu dari Tari mungkin aku akan menjadi yang paling bahagia, tapi aku membenci wanita kedua mas, dan kamu tau alasannya" Jika dua pria ini tidak pergi maka lebih baik Lidya yang pergi
Wanita itu meninggalkan taman dan pergi ke kamarnya, Alvian tahu kemarahan sang istri dan ia akan mengurusnya nanti
"Sekali lagi selamat nak!"
"Terima kasih pah"
"Luangkan waktumu untuk Sabrina! Papa mohon" Alvian berharap putranya itu lebih memperhatikan kondisi dari istrinya yang lain
"Akan Pras usahakan! Pras kekantor dulu!" Setelah berpamitan, pria itu meninggalkan kediaman kedua orang tuanya
Alvian menghela napas panjang "Maafkan aku Gunawan!"
Jika pagi tadi ibu mertuanya maka pada sore harinya Sabrina kedatangan ayah mertuanya, Alvian datang dengan berbagai macam hadiah. Ada buah dan beberapa barang yang pasti akan disukai oleh wanita
"Bagaimana keadaanmu?" Alvian mengusap kepala menantunya setelah wanita cantik itu mencium punggung tangannya
"Sabrina baik, kenapa papa kesini?" Jika bersama Lidya ia takut, berbeda jika dirinya bersama Alvian, Sabrina dapat berbicara dengan leluasa tanpa rasa canggung
"Papa mau lihat putri papa, apa tidak boleh?" Alvian terkekeh lalu mendaratkan tubuhnya pada sofa, didepannya TV masih menyala
"Tentu boleh, tapi papa bawa hadiahnya kebanyakan" Sabrina memandang deretan paperbag yang tertata diatas meja
"Itu untuk kamu, dan beberapa untuk cucu papa" Ucap Alvian sambil tersenyum
"Kandungannya bahkan baru dua bulan"
"Ya sama saja"
"Oh ya, apa tadi pagi mama kesini?" Tanya Alvian
"Mama? Emm.. iya" Walau ragu Sabrina tetap menjawab jujur
"Mama mengatakan sesuatu yang menyakiti kamu?" Tanya Alvian lagi, dirinya tau perangai sang istri, sebenarnya Lidya wanita yang baik, terlihat dari bagian wanita itu memperlakukan Tari, namun status Sabrina dan masa lalunya membuat Lidya membenci wanita ini
"Enggak kok, mama cuma nanya apa Sabrina bahagia disini!"
"Jangan bohong Sabrina, papa tau seperti apa mama" Tutur Alvian lembut
"Tapi Sabrina nggak pa-pa, sungguh!" Wanita itu hanya tidak ingin terjadi masalah karena dirinya, berbohong untuk kebaikan juga tidak masalah kan?
Setelah mengunjungi menantunya, Alvian kembali kerumah. Dengan membawa seikat bunga mawar pria paruh baya itu menemui sang istri yang sejak tadi mengurung diri dikamar
"Sayang!" Suara lembut itu mengejutkan penghuni kamar yang tengah sibuk dengan ponselnya
Lidya tak menjawab, dirinya masih sangat kesal pada suaminya, putranya datang marah-marah dan sang suami malah ikutan membuatnya semakin kesal
"Untuk kamu!" Alvian menyerahkan buket bunga itu dan disambut oleh sang istri
"Kamu mau nyogok, agar aku menerima menantu dan cucumu itu?" Ketus Lidya
Alvian duduk disisi tempat tidur dimana sang istri tengah duduk bersandar pada headboard
"Bukan, itu cuma sebagai permintaan maaf dari aku" Alvian menggenggam tangan sang istri "Maaf, maaf karena sudah mengingatkan kamu sama masa lalu yang menyedihkan"
Lidya menghela napas berat, Masa lalu memang membuat Lidya membenci Sabrina. Dirinya tidak ingin sesuatu yang menimpanya juga menimpa Tari yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri
Penghianatan dari suami pertamanya memang masih menyisakan luka, andai dirinya tidak bertemu dengan Alvian dan memiliki Prasetya mungkin dirinya sudah tidak berada didunia lagi karena ingin mengakhiri hidupnya
Alvian memang sangat mencintai Lidya, malam saat wanita itu hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jembatan membuat Alvian membawanya serta mencurahkan segala cintanya pada Lidya hingga mereka memiliki Prasetya yang semakin membuat hidup keduanya sempurna
Mereka memang tidak menuntut agar Prasetya dan Tari segera memiliki anak, karena Lidya tau bagaimana sakitnya selalu mendapat pertanyaan perihal keturunan. Lalu suami yang dicintai memilih menikahi wanita lain dengan alasan untuk memiliki keturunan, kenangan itu begitu menyakitkan dan Lidya tidak ingin Tari juga mengalaminya. Dan sepertinya suami dan putranya tidak mengerti akan hal itu
"Aku cuma tidak ingin Tari mengalami hal yang sama mas, aku beruntung bisa menemukan kamu" Ucap Lidya pada akhirnya
"Aku mengerti, tapi keadaannya berbeda Lidya. Prasetya menikahi Sabrina untuk balas budiku" tutur Alvian
"Lalu Tari?"
"Dia akan tetap jadi menantu kita, Sabrina tidak akan menuntut banyak hal" Alvian menjawab kegundahan hati istrinya
"Tapi sebaik apapun kita sembunyikan, bangkai tetap akan mengeluarkan bau mas" Ucapan Lidya ada benarnya dan Alvian juga takut akan hal itu, namun sekarang tidak ada yang bisa dilakukan selain menyembunyikan keberadaan Sabrina dari Betari dan apapun akan Alvian lakukan
Hari berganti, Prasetya masih berusaha menjadi suami yang baik. Baik itu untuk Tari maupun Sabrina, hidup berpoligami memang melelahkan dan Prasetya merasakannya
Kandungan Sabrina sudah menginjak usia dua puluh empat minggu, Prasetya sedikit meluangkan waktunya untuk Sabrina, tak jarang pria itu tidak pulang dengan alasan pekerjaan
"Mas Pras kemana Tari? Udah dua hari kamu dianterin sama mang Diman?" Tanya Latifah, keduanya tengah mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan di ibukota
"Mas Pras lagi diluar kota, lagi ngecek proyek katanya" Jawab Tari
Tengah asyik memilih barang, keduanya dihampiri oleh pria yang sama sekali tak ingin mereka temui
"Hay" Sapa Zayyan, tadi dia sedang berjalan-jalan saja, memasuki toko perlengkapan wanita guna mencari sesuatu untuk sang mama. Tidak disangka malah bertemu dengan sang pujaan hati
"Mas ganteng? Mas ganteng belanja juga?" Tanya Latifah
"Iya nih, mau beli sesuatu untuk mama, tapi aku bingung mau kasih apa yang cocok" Ucap Zayyan matanya sejak tadi melirik wanita cantik yang tengah mengalihkan pandangannya kearah lain
"Emm.. dia siapa?" Tanya Latifah saat melihat seorang pria yang datang bersama Zayyan
"Oh kenalin! Ini Jefan, dia sahabat aku!" Zayyan mengenalkan sahabatnya pada dua orang wanita didepannya
Hal itu tentu membuat Latifah senang, terlebih Jefan yang memiliki wajah tampan, semakin tampan dengan lesung pipinya
"Hay, aku Latifah" Wanita itu mengulurkan tangannya dan segera disambut oleh Jefan
"Jefan"
"Dan dia Tari, sahabat aku" Latifah mengenalkan Tari pada Jefan
"Dia Tari-ku, jangan coba-coba Jefan!"