NovelToon NovelToon
Jejak Luka Sang Mafia

Jejak Luka Sang Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Cinta Paksa
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sonata 85

Gavin Alvareza, pria berdarah dingin dari keluarga mafia paling disegani, akhirnya melunak demi satu hal: cinta. Namun, di hari pernikahannya, Vanesa wanita yang ia cintai dan percaya—menghilang tanpa jejak. Gaun putih yang seharusnya menyatukan dua hati berubah menjadi lambang pengkhianatan. Di balik pelaminan yang kosong, tersimpan rahasia kelam tentang cinta terlarang, dendam keluarga, dan pernikahan gelap orang tua mereka.
Vanesa tidak pernah berniat lari. Tapi ketika kenyataan bahwa ibunya menikahi ayah Gavin terkuak, dunianya runtuh. Di sisi lain, Gavin kehilangan lebih dari cinta—ibunya bunuh diri karena pengkhianatan yang sama. Amarah pun menyala. Hati yang dulu ingin melindungi kini bersumpah membalas.
Dulu Gavin mencintai Vanesa sebagai calon istri. Kini ia mengincarnya sebagai musuh.
Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan darah, dendam, dan luka?
Atau justru akan berakhir menjadi bara yang membakar semuanya habis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aroma Cinta yang Belum Padam

Langit Jakarta menjingga ketika Gavin masih terpaku di ruang kerjanya.

Gavin meminta Raga untuk menghalangi Karin datang ke ruangannya, karena ia ingin memastikan sesuatu.

Gavin menelepon dokter pribadiya, “Apa kamu bisa melakukannya?”

“Iya, beberapa  minggu yang lalu dia datang ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan seluruh tubuh. Aku mendengar ibu mertuanya menuduhnya mandul, mungkin itu alasannya.”

“Lalu …?”

“Aku sudah mendapatkannya. Aku akan kirim melalui email,” ucap Dr. Lina.

Tidak lama kemudian matanya menatap layar laptop yang menampilkan hasil rekam medis Vanesa. Matanya menyipit, rahangnya mengeras.

"Masih perawan?" gumamnya lirih.

Pikirannya berputar cepat, penuh kebingungan. Vanesa telah menikah satu tahun dengan Damian. Logikanya menolak, tapi fakta medis tidak bisa berbohong.

“Kalau begitu… semua kata-kataku padanya—semua tuduhan keji itu…”Gavin menutup laptop dengan hentakan pelan, tangannya mengepal. Ada rasa bersalah yang tak bisa dia abaikan. Tapi juga kemarahan. Bukan hanya pada dirinya, tapi juga pada Vanesa.

“Kenapa dia tidak pernah cerita? Kenapa dia harus membuatku berpikir dia sudah ternoda? Atau… ini cara dia menghukumku?”

Dalam diamnya, Gavin merasa terombang-ambing. Hatinya—yang selama ini dia bangun dengan dinding-dinding baja—mulai retak. Ia memanggil Felix dan Raga masuk.

"Apa yang terjadi setelah Vanesa pulang dari rumah sakit?" tanya Gavin tanpa basa-basi.

Felix menatap Gavin sejenak. "Dia tidur di apartemenmu, Bos. Enggak ke mana-mana. Tadinya kami pikir dia akan bersama Damian, soalnya selama di rumah sakit mereka  bersama. Tapi, setelah itu non Vanesa pulang,” tutur Felix.

Gavin menarik napas panjang, “Apa kalian yakin?”

Felix menambahkan, “Tapi kami crosscheck CCTV. Damian nggak pernah datang. Dia cuma sendirian.”

“Dia berbohong. Karena dia marah padaku,” gumam Gavin. “Zidan?” Gavin menekan tombol interkom.

Tak lama, si bocah IT datang dengan kacamata tebal dan ekspresi gugup.

“Selidiki pernikahan Damian dan Vanesa. Aku mau tahu apakah itu sah, legal, atau cuma permainan.”

“Siap, Bos.”

Setelah mereka keluar, Gavin memijat pelipisnya. Perang batin mengoyak dadanya. Ia ingin marah, ingin menghakimi Vanesa. Tapi rasa bersalah dan kasihnya menahan langkah. Jari-jarinya mengetuk meja. “Vanesa... apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?”

Tok! Tok!

Ketukan pintu membuatnya mendongak.

“Masuk,” gumamnya datar.

Karin masuk dengan aroma parfum mewah dan senyum semanis madu. “Sayang…” Tangannya melingkar di leher Gavin, mencium pipinya dengan lembut.

Gavin diam. Tak ada kehangatan dalam matanya. Hanya kehampaan. “Kapan sampai?”

“Baru. Dari bandara langsung ke sini. Kangen banget sama kamu.” Karin duduk dengan gaya centil, memutar-mutarkan ujung rambutnya.

“Kamu pasti capek. Pulang dan istirahatlah.” Gavin menutup map file tanpa menoleh.

Karin menyipitkan mata. “Sayang… kamu pakai parfum baru ya?”

Gavin membeku sesaat. Vanesa. Ia buru-buru merapikan jasnya. “Tidak.”

“Hmm… aku mencium aroma aneh.” Karin mendekat, menciumi bahunya. “Kamu dekat-dekat siapa sih?”

Gavin berdiri. “Ayo kita makan di luar. Aku belum makan juga.” Ia menggiring Karin keluar, kemudian memberi instruksi pada Felix agar ruangannya dibersihkan dan dokumen-dokumen diamankan.

Di café mewah tak jauh dari kantor, Gavin duduk berseberangan dengan Karin. Tapi pikirannya bukan di hadapan wanita itu. Bayangan Vanesa, tawa dinginnya, mata tajamnya, dan aroma kulitnya yang samar, menghantui seperti racun yang meresap lambat-lambat.

Karin sedang menceritakan pengalamannya di Paris, tetapi Gavin hanya menjawab dengan anggukan atau gumaman pendek.

“Aku beliin kamu dasi baru. Warna biru navy. Biar matching sama matamu,” kata Karin antusias.

“Hm.”

“Kamu kenapa sih? Dingin banget.”

“Sakit kepala sedikit.”

Gavin memandang ke sekitar café dan matanya membelalak. Di sudut ruangan, sosok yang tak seharusnya ada di sana, Vanesa. Duduk sendiri, dengan kopi panas di depannya. Rambutnya disanggul asal, wajahnya pucat, tapi matanya tajam seperti silet.

Gavin langsung mengirim pesan.

[Pergi dari sana. Aku dan Karin ada di sini.]

Vanesa melirik notifikasi. Tidak membalas.

[Aku tidak ingin istriku melihatmu di sini.]

Masih hening.

[Apa kamu mengabaikan peringatanku, Danita?]

Vanesa berdiri. Gavin mengerutkan kening. Wanita itu masuk ke toilet, dan beberapa menit kemudian keluar, tanpa penyamaran. Wajah aslinya, senyum sinisnya, bahkan langkahnya yang angkuh membuat Gavin ingin meledak.

Vanesa berjalan ke meja mereka dan berdiri tegak di depan Karin.

“Halo, Bu Karin,” sapanya, seolah-olah sedang menyapa kenalan lama.

Karin terkejut. “Vanesa? Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Aku melamar pekerjaan di kantor Pak Gavin. Kabarnya, perusahaan ini sedang butuh desainer baru,” jawab Vanesa santai.

Gavin menahan napas. Matanya membelalak.

‘Apa yang sedang kau mainkan sekarang?’ tanya dalam hati.

“Iya… saya memang membuka lowongan,” jawab Karin gugup.

“Saya yakin memenuhi semua kriteria. Jadi, apa saya diterima?” Vanesa menantang Gavin dengan senyum yang menusuk.

Karin gelagapan. “Datang saja ke ruanganku besok.”

“Terima kasih. Saya permisi dulu.”

Vanesa melangkah pergi tanpa menoleh. Gavin hanya bisa menatap punggung wanita itu yang menjauh—lagi-lagi meninggalkannya dalam pusaran emosi.

Ponsel di tangannya langsung bergerak.

[Tunggu aku di rumahmu. Kita harus bicara.]

Terbaca. Tak dibalas.

Gavin minta izin untuk  menelepon. Nada pertama, kedua… diabaikan. Ketiga, baru tersambung.

“Apa yang kamu lakukan, Danita? Kamu gila?”

“Aku hanya ingin bekerja,” jawab Vanesa tenang. “Lowongannya ditutup beberapa menit setelah aku duduk di sana. Jadi, maaf, aku tak punya waktu menanyakan izinmu.”

“Aku akan ke rumahmu.”

“Maaf, aku sedang jauh.”

“Ke mana kamu?”

“Kau lupa isi kontrak kita? Tak ada campur tangan dalam kehidupan pribadi.”

Klik.

Sambungan terputus. Gavin menatap layar ponsel dengan mata gelap. Napasnya memburu, dadanya berdesir marah dan luka. Dia menghampiri meja Karin lagi, lalu menarik jas yang digantung di kursi  dengan gerakan cepat, membuat Karin terkejut.

“Kamu mau ke mana?”

“Ke kantor. Ada yang harus kuselesaikan.”

Gavin keluar dari café dengan langkah lebar dan wajah yang semakin mengeras. Kepalanya penuh tanda tanya dan kemarahan. Tapi di balik semua itu… hatinya masih bergetar tiap kali mendengar nama Vanesa.

Dia mencintainya.

Dan itu membuat semuanya jadi jauh lebih rumit.

“Kalau ini perang, Danita,” gumam Gavin dengan suara nyaris tak terdengar, “maka aku akan jadi lawan yang tak akan pernah kau lupakan.”

Bersambung

1
Bella syaf
capek, tapi mengaduk perasaanku 😭
Bella syaf
aku sedih terus baca ini ya Allah 😭
Bella syaf
sakitnya sampe ke pembaca Thor 😭
ini cerita bener2 sedih dari awal sampe bab ini
Bella syaf
penuh perhitungan, hitung semua Gavin 🤭
Bella syaf
tapi penghinaan mu kejam Gavin, aku bacanya sakit hati
Bella syaf
vanes kamu ngeselin bgt
Bella syaf
kelam banget 🥲
Bella syaf
Thor, kasian vanesha 🥲
Bella syaf
rahasia apakah?
Bella syaf
sedih ngebayangin jadi vanesha
Bella syaf
ini relate ya sama kehidupan asli, kebanyakan begini lelaki skrg
Bella syaf
awal cerita yang bagus, kasihan Gavin dan vanesha 🥲
Hesty
gavin egois thor... punyaistri 2....
Mamanya Raja
lanjut Thor sepertinya ceritanya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!