Atas desakan ayahnya, Poppy Yun datang ke Macau untuk membahas pernikahannya dengan Andy Huo. Namun di perjalanan, ia tanpa sengaja menyelamatkan Leon Huo — gangster paling ditakuti sekaligus pemilik kasino terbesar di Macau.
Tanpa menyadari siapa pria itu, Poppy kembali bertemu dengannya saat mengunjungi keluarga tunangannya. Sejak saat itu, Leon bertekad menjadikan Poppy miliknya, meski harus memisahkannya dari Andy.
Namun saat rahasia kelam terungkap, Poppy memilih menjauh dan membenci Leon. Rahasia apa yang mampu memisahkan dua hati yang terikat tanpa sengaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Leon Huo, ternyata kau cukup cepat menemukan tempat ini," ujar Javier Yang sambil tersenyum tipis.
"Membawa pergi orangku berarti kau memang ingin mencari mati. Kalau merasa tidak puas denganku, seharusnya kau datang langsung. Tidak perlu menyeret gadis yang tidak ada hubungannya," balas Leon dengan tatapan tajam dan suara dingin.
"Leon Huo peduli pada seorang gadis kecil… itu hal yang sulit dipercaya," Javier mengejek.
Leon menjawab datar, "Seorang pria sejati tidak melibatkan wanita. Kau hanya seorang pengecut."
Salah satu orang Javier mendekat dan berbisik gugup, "Bos… kita sudah dikepung. Anak buah Leon Huo telah menyingkirkan orang-orang kita di luar."
Raut Javier berubah suram.
"Javier Yang," kata Leon perlahan sambil melangkah maju, "hari ini, tidak ada tempat untukmu melarikan diri. Kita selesaikan semuanya di sini."
"Baik," jawab Javier sambil menarik napas panjang. "Hari ini hanya satu di antara kita yang bisa keluar hidup-hidup."
Begitu kata itu jatuh, suasana seolah membeku.
Leon tidak menjawab. Ia hanya sedikit memiringkan kepala, memberi isyarat pada anak buahnya untuk mundur beberapa langkah. Lantai gudang yang lembap memantulkan suara langkah kaki yang bergeser, menyisakan ruang luas di tengah.
Javier mengangkat tangannya, memberi kode yang sama pada orang-orangnya. Dua kubu saling menatap dari kejauhan, tegang namun terkontrol.
Dalam sepersekian detik, Javier menerjang terlebih dahulu. Tinju kanannya menghantam udara, mengarah tepat ke rahang Leon. Leon memiringkan tubuh, menghindar dengan gerakan singkat, lalu membalas dengan tendangan rendah ke arah lutut Javier. Benturan keras terdengar saat Javier terhuyung dua langkah. Leon dengan cepat melayangkan pukulan ke arah mulut lawannya.
Javier mengusap sudut bibirnya yang robek. "Masih cepat seperti dulu," katanya sambil menyeringai.
Leon tidak menanggapi. Ia maju lagi, serangannya rapi dan tanpa gerakan berlebih—pukulan lurus, sikutan pendek, lalu sapuan kaki. Javier menangkis sebagian, tapi ritme Leon membuatnya terdesak.
Anak buah Javier mencoba mendekat, namun orang-orang Leon langsung menghadang, membuat pertempuran kecil pecah di sekeliling mereka. Suara benturan tubuh, desis napas, dan langkah kaki bergema di ruangan itu.
Javier akhirnya menarik pisau pendek dari balik jaketnya. "Tidak ada aturan hari ini," katanya.
Leon menatap senjata itu tanpa gentar. Saat Javier mengayunkan pisau, Leon menangkap pergelangan tangannya, memutarnya dengan paksa hingga terdengar suara retakan pelan. Pisau terlepas dan jatuh ke lantai.
Dalam satu gerakan cepat, Leon memukul dada Javier dengan telapak penuh, membuatnya terpental dan terjatuh ke lantai beton. Javier terbatuk keras, napasnya terputus-putus.
Leon berjalan mendekat, langkahnya mantap. "Aku sudah memperingatkanmu," ucapnya dengan suara rendah.
Javier mencoba bangkit, namun lututnya goyah. Leon mencengkeram kerahnya, menariknya berdiri hanya untuk menjatuhkannya lagi.
Begitu Javier jatuh untuk pertama kalinya, para anggota Javier yang melihat bos mereka terdesak langsung maju dengan panik.
Namun, orang-orang Leon sudah bergerak lebih dulu.
“Serang!” ujar Vic dengan suara rendah namun tegas.
Dalam hitungan detik, bentrokan pecah di seluruh penjuru gudang. Para anggota Leon melesat maju, formasi mereka rapi dan teratur. Setiap orang tahu posisinya, dan mereka menyerang dengan disiplin yang membuat lawan tak sempat mengatur ulang barisan.
Seorang pria besar dari kubu Javier mengayunkan besi panjang ke arah Vic. Namun, asisten Leon itu menahan serangan dengan lengan, memutar tubuh, lalu menghantamkan sikutan ke rusuk lawannya. Besi itu terlepas dan jatuh berisik.
Di sisi lain, dua orang menyerang Vic dari arah kanan dan kiri. Vic melompat mundur, menendang tumpukan peti hingga salah satunya terguling, memaksa lawan melompat menghindar. Saat mereka kehilangan keseimbangan, ia maju dan melumpuhkan keduanya dengan dua pukulan cepat.
Terlihat jelas perbedaan antara kedua kubu, Anak buah Javier menyerang dengan liar, sedangkan orang-orang Leon tenang dan terlatih. Setiap gerakan mereka terukur; bukan hanya soal mengalahkan lawan, tapi memastikan lawan tidak bangkit lagi.
Teriakan dan suara benturan memenuhi udara.
Tidak butuh waktu lama, kubu Javier Yang akhirnya benar-benar dilumpuhkan. Sisa-sisa anak buahnya jatuh satu per satu, tidak mampu lagi bangkit.
“Urus mereka. Jangan biarkan ada yang tersisa,” perintah Leon dengan suara datar.
Tanpa menunggu jawaban, Leon menunduk dan menghantam kepala Javier dengan satu pukulan keras. Javier terkulai tak sadarkan diri. Leon kemudian berbalik, mengangkat Poppy yang tubuhnya masih lemas dan terhuyung.
“Aku masih mau main kartu dan minum…” gumam Poppy dengan suara cadel dan mata setengah terpejam.
“Dasar gadis… tidak sadar di mana posisinya,” Leon mendesah pelan sambil menggendongnya keluar dari gudang.
Perjalanan Pulang
Di dalam mobil, Poppy duduk bersandar di samping Leon. Kepalanya menempel pada bahu pria itu, kedua tangannya memeluk lengan Leon erat-erat seakan itu bantal paling nyaman di dunia.
“Ayo… main kartu dan minum denganku…” ujarnya sambil menarik-narik tangan Leon, wajahnya merah karena alkohol.
Leon menatap ke luar jendela, mencoba mengabaikan tingkah gadis itu. Vic, yang menyetir, pura-pura tidak mendengar apa pun.
“Kau sudah mabuk. Tidurlah,” kata Leon datar.
Poppy tidak menggubris. Ia justru memutar tubuhnya dan memegang wajah Leon dengan kedua tangan, menatapnya dari jarak yang sangat dekat.
“Wah… tampan sekali… bagaimana kalau kita main kartu lagi?” katanya dengan suara manja.
Leon menghela napas panjang. “Poppy Yun, buka matamu. Lihat siapa aku.”
Poppy memicingkan mata, menatap Leon lama seolah berusaha mengenali bentuk wajahnya.
“Kau siapa…? Kau… setampan pamanku…” katanya pelan.
Dan sebelum Leon sempat menegur, Poppy tiba-tiba memiringkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir Leon—ringan, singkat, namun jelas.
Seketika Leon membeku. Matanya terbuka lebar, tubuhnya kaku seperti patung. Bahkan Vic yang menyetir hampir menginjak rem karena terkejut melihat aksi itu dari kaca spion.
"Ciuman pertama bos langsung diambil sama gadis ini," batin Vic.