Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.
Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.
Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Kembalinya Raja Sakha
...****************...
Arunika menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya, meskipun tubuhnya lemah dan pikirannya penuh kebingungan. Ia tahu, jika ia tak segera memahami kekuatan ini, mungkin semuanya akan hancur—anak-anaknya, suaminya, bahkan dirinya sendiri.
Bagaimana caranya?
Bagaimana cara membangkitkan kekuatan ini di dunia yang begitu dingin dan kejam, di dunia novel yang bukan miliknya?
Arunika hanya bisa menunduk, menggenggam permata kecil di lehernya, berbisik penuh harap, "Tolong... jika ada yang mendengar... tunjukkan aku jalannya..."
Seorang pria bertopeng mendekati Arunika yang masih berdiri gemetar, tubuhnya menahan sakit dan rasa takut.
"Siapa kau? Jangan dekati anak-anakku!" seru Arunika dengan penuh kewaspadaan, matanya tajam menatap pria bertopeng itu.
Pria itu menghentikan langkahnya, kemudian berbicara dengan suara dalam dan berat, "Aku ingin melindungi kalian semua. Aku ingin membawa kalian pergi dari kerajaan ini, jauh dari kegelapan yang sebentar lagi akan bangkit."
Arunika memeluk anak-anaknya erat, suaranya bergetar namun tegas, "Kenapa kau ingin menolong kami? Siapa kau sebenarnya?"
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, matanya memancarkan sinar merah samar yang terselubung di balik topengnya. "Kau tak perlu tahu siapa aku. Percayalah, aku bukan musuhmu. Aku hanya ingin menyelamatkan kalian dari kehancuran yang akan datang."
'Jadi ramalan itu benar?' gumam Arunika dalam hati, rasa takutnya makin dalam.
Pria bertopeng itu melanjutkan dengan nada yang lebih mendesak, "Aku akan membawa kalian ke tempat yang aman... jauh dari bangkitnya kembali kegelapan Raja Sakha."
Arunika mengernyit, menajamkan matanya. "Kau... penghianat?"
Pria bertopeng itu menoleh pelan, seolah menatap Arunika meski wajahnya tertutup topeng. Suaranya terdengar penuh keyakinan.
"Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Aku tidak terikat pada kerajaan mana pun... tugasku hanya satu: melindungi kalian dari serangan Penyihir Hitam."
Arunika terdiam, jantungnya berdebar keras, mencoba mencerna semua yang terjadi.
Sementara itu, angin malam berhembus kencang, membawa bisikan dari masa lalu, seolah mengatakan bahwa semua ini adalah bagian dari takdir besar yang tengah menanti di ujung perjalanan mereka.
"Aku tidak akan ikut denganmu!" seru Arunika dengan suara tegas, meskipun suaranya sedikit bergetar karena takut.
Anak-anaknya memeluk erat tubuh Arunika, ketakutan menghiasi wajah-wajah kecil mereka.
Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergemuruh keras. Batu-batu mulai runtuh dari langit-langit lorong bawah tanah, debu beterbangan, dan dinding mulai retak.
Pria bertopeng itu mengangkat tangannya ke atas, kekuatan gelap dan cahaya merah bercampur dalam telapak tangannya, membentuk sebuah medan pelindung yang menahan runtuhan batu besar.
"Apa kau yakin tidak ingin ikut denganku?" ucap pria bertopeng itu dengan suara yang dalam dan mantap, meski ada nada mendesak di sana.
Arunika terdiam, matanya melebar melihat kekuatan besar yang dia keluarkan untuk melindungi mereka semua.
Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena ketakutan, tapi juga karena kebingungan—apa pria bertopeng ini benar-benar ingin melindungi mereka, atau hanya ingin mengambil keuntungan?
Luciano menarik ujung lengan Arunika sambil menangis, "Ibu... aku takut..."
Pria bertopeng itu menoleh, tatapannya tajam menembus topeng yang menutupi wajahnya.
"Kalau kau terus di sini, kau akan mati bersama anak-anakmu. Aku tak punya waktu untuk membujukmu lagi."
Tanah berguncang semakin keras. Debu mulai menutupi pandangan.
Arunika harus memutuskan... sekarang atau tidak sama sekali.
Pria bertopeng itu membuat lingkaran hitam yang menembus berpindah tempat. Sebuah hutan yang lebat yang jauh dari kota kerajaan dan pemukiman penduduk. Sebuah kastil sederhana berdiri kokoh.
"Kalian akan tinggal disini sementara, semua akan baik-baik saja." Pria bertopeng itu menghilang dari pandangan mata mereka dalam sekejap. Tak bisa berkata-kata lagi, Arunika merasakan hatinya bimbang dengan keputusannya ini. Meninggalkan suaminya, yang jauh disana.
Arunika berdiri terpaku di tengah hutan itu, matanya menatap kosong pada kastil sederhana yang tampak sunyi di hadapannya. Angin berhembus lembut, membawa harum dedaunan yang jatuh, namun hatinya tetap sesak. Anak-anaknya memeluk erat tubuhnya, berusaha mencari kehangatan dari ibu mereka.
Luciano menggenggam tangan Arunika, wajah kecilnya masih basah dengan air mata.
"Ibu... ayah di mana?" tanyanya lirih, suaranya hampir tak terdengar di tengah desir angin.
Arunika tak sanggup menjawab. Dadanya terasa berat, pikirannya kacau. Ia telah membawa anak-anaknya sejauh ini, meninggalkan Pangeran Mark yang mungkin sedang terluka atau...
Air matanya menetes, namun cepat ia seka. Ia tak boleh menangis di depan anak-anaknya.
Dengan napas yang bergetar, ia berkata,
"Kita harus tetap kuat... ayah pasti baik-baik saja."
Di dalam hatinya, keraguan mencekam. Pria bertopeng itu... siapa dia sebenarnya? Mengapa ia begitu kuat, bahkan mampu memindahkan mereka dengan kekuatan sihir?
Dan... ramalan itu, tentang kegelapan Raja Sakha yang akan bangkit... apakah semuanya benar?
Arunika mendekap anak-anaknya lebih erat, memandang langit malam yang mulai dipenuhi bintang.
"Mark... aku berharap kau baik-baik saja," bisiknya pelan, seakan mengirimkan doanya ke langit.
Di balik pepohonan, sosok pria bertopeng itu mengamati mereka dari kejauhan, matanya yang tajam menyala di kegelapan.
"Aku harus melindungi mereka... meski aku harus menjadi bayangan yang tak terlihat," bisiknya dalam hati sebelum ia menghilang kembali ke kegelapan hutan.
...****************...
Di medan perang, suasana mendadak berubah saat tanah bergetar hebat. Langit yang kelam mulai cerah perlahan, dan kabut hitam yang memenuhi udara terbelah oleh cahaya yang muncul dari kejauhan.
Dari kejauhan, seorang pria muncul, berjalan dengan langkah mantap. Tubuhnya dibalut zirah perang keemasan dengan jubah megah yang berkibar di belakangnya. Mahkota yang ia kenakan memancarkan cahaya agung, membuat semua yang melihatnya menunduk, berlutut dalam tunduk penuh hormat. Dialah Raja Sakha, pemimpin agung yang lama menghilang, kini kembali berdiri di medan perang.
Semua pasukan Penyihir Hitam gemetar ketakutan, kekuatan mereka mendadak melemah. Mereka mundur dengan ketakutan, sedangkan pasukan kerajaan yang tersisa hanya bisa terdiam menyaksikan kehadiran raja mereka yang legendaris.
Satu per satu, Raja Sakha menghampiri anak-anaknya yang terluka di medan perang. Pangeran Joshua, Pangeran Jessen, Pangeran Hars, Pangeran Rush, dan Pangeran Crish. Tatapan mata Raja Sakha dalam, dingin, penuh perhitungan. Ia menatap mereka, seolah menilai kekuatan dan tekad masing-masing.
Dari balik jubahnya, Raja Sakha mengeluarkan enam botol kaca kristal berisi darah merah pekat yang berkilauan. Darah itu memancarkan aura kekuatan yang menggetarkan hati siapa pun yang melihatnya.
"Ambillah ini.." suara Raja Sakha berat dan bergema, seolah menggema di dada semua orang yang mendengar, "warisan darah keluarga kita. Dengan ini, kalian akan menjadi pilar kekuatan untuk melindungi dunia dari kegelapan."
Semua Pangeran yang menerima botol darah itu menunduk dalam, penuh hormat, dan mencium botol tersebut dengan hati-hati.
Namun ada satu yang terdiam tanpa dipanggil. Pangeran Mark. Ia berdiri di pinggir, menatap dengan mata yang penuh luka. Tangannya mengepal, tubuhnya gemetar, bukan karena takut, tetapi karena terluka... mengapa ayahnya tak menghampirinya?
Mark menatap ayahnya dengan sorot mata penuh tanda tanya, namun Raja Sakha hanya meliriknya sekilas, lalu berpaling, seolah tak menganggap keberadaannya penting.
Semua terdiam. Udara seolah membeku. Mata pasukan kerajaan, bahkan saudara-saudaranya, hanya bisa berganti-ganti memandang Raja Sakha dan Pangeran Mark, tak ada yang berani bersuara.
Mark menunduk. Tangannya yang mengepal erat kini gemetar kuat. Matanya merah, bukan karena lelah, tapi karena marah dan terluka. Jika ayah tak memandangku, aku akan menjadi seseorang yang tak akan pernah bisa diabaikan oleh siapa pun.
Di kejauhan, Arunika—yang mendengar kabar kembalinya Raja Sakha ini—hanya bisa terdiam. Air matanya jatuh, membasahi pipinya. Hatanya remuk, membayangkan putranya, Mark, diabaikan begitu saja. Ada sesuatu yang salah, ada yang tak beres di balik semua ini...
...****************...
Setelah seminggu berlalu begitu cepat, sang Raja Sakha kembali memerintahkan kerajaan dengan penuh wibawa. Ia duduk di kursi megah yang selama ini kosong, menatap tajam ke seluruh penjuru ruang tahta. Di tangannya, sebuah tongkat kerajaan bersinar, memancarkan aura kuat yang membuat seluruh ruangan dipenuhi rasa hormat dan ketegangan.
Para bangsawan, prajurit, dan semua yang hadir hanya bisa membungkuk dan menahan napas, menyadari bahwa pemimpin mereka yang telah lama hilang, kini telah kembali dengan kekuatan yang jauh lebih besar. Mata Raja Sakha sesekali menatap ke arah Pangeran Mark, namun tak berkata apa-apa. Ia lebih memilih memfokuskan perhatiannya kepada para putranya yang lain, seolah ada jarak yang belum bisa dijembatani.
Jauh di dalam hatinya, Arunika yang masih berada di kastil persembunyian, mulai merasakan kerinduan yang sangat mendalam, memikirkan bagaimana Raja Sakha yang dulu penuh cinta, kini hanya diam dan tampak dingin pada Mark. Ada sesuatu yang belum terungkap, dan Arunika merasa itu akan segera terkuak.
Semua orang di kerajaan belum mengetahui keberadaan keturunan dewa dan juga darah manis yang selama ini menjadi kunci penting dalam keseimbangan dunia.
Desas-desus tentang Raja Sakha yang kembali pun mulai menyebar, bahwa dirinya kini adalah sosok yang berbeda—lebih kuat, lebih dingin, dan dipenuhi sisi gelap yang mematikan. Konon katanya, jika Raja Sakha kehilangan kendali atas sisi gelapnya, ia akan menjadi pembawa kehancuran dunia.
Ketakutan itu mulai terasa di hati para bangsawan, rakyat, bahkan para prajurit yang loyal sekalipun. Mereka bertanya-tanya, apakah dunia akan runtuh di bawah kekuasaan Raja Sakha yang baru ini? Apakah ramalan tentang darah manis yang mampu menghentikan kegelapan ini hanyalah legenda, atau benar-benar ada di dunia mereka?
Di tempat lain, Arunika, yang masih berada di kastil persembunyian bersama anak-anaknya, merasa hatinya gelisah. Darah manis yang dibicarakan dalam ramalan itu seolah berkaitan erat dengannya, namun ia belum mampu memahami sepenuhnya apa yang harus dilakukan. Darah manis itu ada di dekatnya, tetapi bagaimana cara membangkitkannya?
Semua pertanyaan itu kini menggantung di udara, menunggu waktu yang tepat untuk terungkap.
...****************...
Pangeran Mark yang mencari kebenaran itu bersama dengan adik-adiknya.
"Kakak, aku yakin kalau ramalan itu benar ada yang membawa Putri Arunika dan 5 pangeran kita ke tempat yang jauh lebih aman daripada disini." ucap Pangeran Joshua, Pangeran Hars mengerutkan keningnya, "Menurut ramalan itu yang membawa Putri Arunika dan keturunannya adalah salah satu dari kita." Pangeran Jessen mendekati Pangeran bungsu —Jonathan yang sejak tadi hanya diam menyimak semua kakak-kakaknya.
Yang memandangnya dengan tatapan curiga padanya. "Dimana kau saat perang?"
Pangeran Jonathan
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉