"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terprovokasi.
"Jangan berpikir yang bukan-bukan, aku sama sekali tidak bermaksud kurang sopan pada istrimu. Aku hanya _."
Faras mengalihkan pandangannya pada Davin yang duduk di depan meja kerjanya. pandangannya terlihat seperti menguliti di mata Davin. Meskipun mereka bersahabat, tetap saja Davin ngeri melihatnya.
"Hanya apa?." dahi Faras mengeryit tajam.
"Ya Tuhan... mengerikan sekali tatapan nih kampret." batin Davin, berusaha bersikap tenang walau kenyataannya irama jantungnya mungkin bisa didengar oleh Faras, saking kencang karena ketakutan.
"Sungguh, aku tidak bermaksud memperhatikan istrimu, tadi aku hanya salah fokus pada tanda_." Davin kembali tak menuntaskan kalimatnya, pria itu justru menunjuk ke arah lehernya sendiri. "Kurasa kau paham maksudku, Ras." sambung Davin panggilan santai layaknya seorang sahabat.
"Memangnya kenapa dengan tanda itu?." gurat wajah Faras sudah sedikit bersahabat dan pandangannya pun telah kembali pada lembaran berkas dihadapannya.
"Jadi benar, kau sudah menyentuhnya?." dengan keberanian yang tersisa Davin melontarkan pertanyaan demikian.
Faras langsung tersenyum. senyuman yang justru terlihat mengerikan di mata Davin. "Memangnya ada undang-undang yang melarang seorang suami menyentuh istrinya sendiri?." pertanyaan telak yang mampu membungkam mulut Davin. Jujur, yang dikhawatirkan Davin di sini adalah Faras menyentuh Inara tanpa rasa cinta dan itu pasti akan menyakitkan bagi Inara. Walaupun begitu, Davin tidak bisa berbuat apa-apa, mengingat kini Faras dan Inara sudah sah menjadi pasangan suami-istri, dan sebagai seorang suami Faras berhak sepenuhnya atas Inara, termasuk tu-buh gadis itu. Bukannya cemburu, tapi Davin hanya kasihan pada Inara jika benar alasan Faras menyentuhnya hanya karena na-fsu bukan karena adanya rasa cinta. Biar bagaimanapun Inara pernah mengisi relung hatinya . Ya, pernah, karena setelah Faras menikahi Inara, Davin mantap untuk mengubur perasaannya terhadap wanita pujaan hatinya tersebut.
"Daripada membahas tentang istriku, lebih baik kau fokus pada tujuanmu datang ke ruanganku!."
Astaga, Davin sampai melupakan tujuannya datang ke ruangan CEO. pria itu pun kembali pada mode profesional, membuka map yang dibawanya. map yang berisikan desain gambar. desain sebuah gedung pencakar langit yang rencananya akan dibangun di pulau Kalimantan.
Faras meraih gambar tersebut dan mengarahkannya berbalik ke hadapannya. pembahasan tentang pekerjaan pun di mulai. Faras yang juga seorang arsitek kelihatannya sangat puas dengan hasil kerja Davin.
"Jika anda masih belum puas dengan hasilnya, saya akan coba sedikit memperbaiki dibeberapa bagian."
"Menurutku hasilnya sudah bagus, Hanya tinggal ditunjukkan pada klien. Jika mereka suka dengan desainnya maka mulai bulan depan kita akan segera mengirim orang untuk mengecek lokasi pembangunan." tentu saja Davin senang mendengar Faras puas dengan hasil kerja kerasnya. Sebagai lulusan tanah air diakui hasil kerjanya oleh arsitek lulusan luar negeri merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Davin.
"Btw, aku minta maaf soal tadi! Sungguh, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur urusan rumah tanggamu, kawan." Davin memilih kembali menggunakan bahasa santai. "Dan untuk perasaanku pada Inara sebelumnya, kau jangan cemas karena aku sudah membuangnya jauh-jauh. So, jangan pernah berpikir yang aneh-aneh padaku!." tanpa menunggu respon dari Faras, Davin pamit meninggalkan ruangan CEO, kembali ke ruang kerjanya.
Di meja kerjanya, beberapa kali Inara melebarkan matanya, sepertinya hanya tidur beberapa jam semalam menyulut rasa kantuknya. untuk menghilangkan rasa kantuk Inara pun beranjak ke toilet untuk membasuh wajahnya.
Di salah satu koridor gedung, secara tidak sengaja Inara bertemu dengan Amanda. Ia berusaha cuek dengan keberadaan Amanda, seolah wanita itu tak terlihat olehnya. Tapi bukan Amanda namanya jika membiarkan Inara berlalu begitu saja dengan tenang.
"Enak ya jadi istri CEO, datang telat pun tidak ada yang mempermasalahkan."
Inara hanya menghela napas mendengar kalimat sindiran Amanda, tetap melanjutkan langkahnya. Namun cekalan tangan Amanda pada lengannya berhasil menghentikan langkah Inara. Inara menatap jengah pada wanita berambut pirang yang kini sudah berdiri menghalangi jalannya tersebut. "Sampai kapan anda akan terus mengganggu ketenteraman hidup saya, Nona Amanda?." Inara sudah benar-benar jengah dengan perangai Amanda selama ini terhadap dirinya. Bukankah kesabaran seseorang pun ada batasnya.
"Haha...jadi selama ini kau merasa terganggu?." tanpa rasa malu sedikit pun Amanda melontarkan pertanyaan tersebut dengan tawa mengejek.
"Kenapa? Marah?." dengan wajah berubah sinis Amanda bertanya saat melihat Inara mengepalkan tangannya. "Kau mau mengadu pada pak Faras?? Jangan terlalu percaya diri Inara! Jangan kau pikir setelah menjadi Nyonya Sarfaras Wisatara, kau bisa sesuka hati mengadu pada tuan Faras, karena belum tentu beliau akan berpihak padamu. Kau tahu kenapa? Karena tuan Faras tidak mencintaimu, Inara. "ckckck" diakhir kalimat Amanda sengaja mendencak lidah seperti orang yang sedang merasa prihatin.
Melihat ekspresi diam Inara, Amanda pun yakin dengan semua informasi yang didapatkannya dari saudari sepupunya. Ya, Amanda mendengar informasi dari saudari sepupunya bahwa sejak remaja dulu Inara sudah menaruh hati bahkan sempat mengakui perasaannya pada Faras, dan naasnya cinta Inara ditolak mentah-mentah. Itulah mengapa Amanda begitu percaya diri jika Faras menikahi Inara hanya Karena permintaan orang tuanya, bukan karena memiliki perasaan pada wanita itu.
"Pergilah... Jika anda sudah puas menghina saya! Dan, anda harus ingat satu hal, pola pikir saya tidak sedangkal itu, melaporkan perbuatan buruk anda kepada tuan Faras. Karena, saya tidak se picik anda nona Amanda." setelahnya Inara pun menabrakkan bahunya pada bahu Amanda dengan lumayan keras hingga membuat wanita itu mengerang menahan sakit dibuatnya.
"Sia-lan kau Inara!." umpatnya dengan tatapan geram. "Kita tunggu saja kapan kau terbuang seperti sampah dari kehidupan tuan Faras. Dan jika waktunya tiba, apa kau masih bisa bersikap angkuh seperti hari ini, Inara."
"Arh......" Inara menghembus napas bebas ke udara Setelah membasuh wajahnya, menatap pantulan wajahnya dari pantulan cermin besar di toilet wanita. Padahal sudah sekuat hati ia berusaha menepis semua ucapan Amanda, namun entah mengapa di relung hati terdalamnya, Inara justru membenarkan semua perkataan Amanda. "Apa benar, mas Faras berniat ingin membuang ku dari kehidupannya suatu saat nanti?." pikiran Inara sudah berlarian kemana-mana memikirkan hal itu. tapi Jika Faras berniat menceraikan dirinya, lalu mengapa pria itu tidak ingin ia menggunakan kontrasepsi? Argh.... bukannya merasa lebih segar, pikiran Inara justru berubah kalut akibat semua perkataan Amanda tadi.
Sore harinya, Faras melihat meja kerja Inara sudah kosong dan nampak sudah rapi pertanda pemiliknya sudah pulang. tapi kenapa, kenapa istrinya itu tidak menunggunya? pertanyaan itu terlintas di benak Faras.
Faras bangun dari lamunannya saat mendengar notifikasi pesan di ponselnya.
"Maaf mas, tadi aku nggak menunggu mas, soalnya aku harus mampir sebentar membeli keperluan pribadi." Faras mengeryit usai membaca pesan dari nomor yang ditandai nya dengan nama istriku plus emote love tersebut. Bukankah aku bisa mengantarnya, mengapa harus pergi sendiri? pertanyaan itu terlontar dihati Faras, disertai kerutan halus di dahi lelaki itu.
Sementara di tempat yang berbeda, seseorang yang tengah menjadi fokus Faras, tengah berdebar menatap benda di genggaman tangannya. Ya, di sebuah bangku besi yang ada di tepi taman kota, Inara tengah duduk termangu sembari menatap benda yang baru saja di belinya di apotek beberapa saat lalu.
"Gunakan? Jangan? Gunakan? Jangan? Gunakan? Jangan? Argh......" Inara mengerang saking bingungnya. Sepertinya gadis itu benar-benar terprovokasi dengan ucapan Amanda dikantor tadi. Buktinya, Inara sengaja pulang tanpa menunggu suaminya demi membeli pil kontrasepsi di sebuah apotek. "Bagaimana jika ketahuan sama mas Faras, nantinya? Bagaimana jika mas Faras mengamuk?." membayangkan amukan Faras sudah membuat Inara berkeringat dingin.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali