Namanya Laura, dia masih perawan, namun pekerjaannya ada di Lingkaran Setan.
Sebuah Club malam, yang mewah mau mempekerjakannya. Tugasnya memang sederhana, namun berat untuk di lakukan, Laura hanya akan duduk dan tidak di perbolehkan untul di sentuh oleh semua yang memesannya.
Tugas Laura, hanya akan menemani dan menuangkan Alkohol pada gelas para pria-pria beruang yang mencari kesenangan di Club Mewah tersebut. Mereka pun mendapatkan sebutan “Pelanggan Vip.”
Namun, tidak sedikit dari para pria kaya itu yang menginginkan Laura, karena Laura yang masih muda dan sangat cantik. Semua pria pun mabuk tergila-gila pada Laura bahkan sebelum minum mereka sudah mabuk dengan kecantikan Laura.
Pada akhirnya Laura akan membangkitkan Gangters-Gangster besar yang sudah lama bermusuhan dan melakukan gencatan senjata kembali memanas.
Di tambah dengan kebenaran asal usul Laura. Hingga membuat Laura harus menjadi budak nafsu untuk salah satu Ketua Gangster.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Newbee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 22
"Tok... Tok... Tok...!" Pintu di ketuk oleh Hensen.
"Nona Laura, apakah anda sudah bangun?" Tanya Hensen.
Laura kemudian bergerak perlahan, pinggangnya terasa remuk redam, bagian sensitifnya juga sangat perih dan sakit.
Perlahan Laura duduk di tepi ranjang, meski dengan meringis dan menahan sakit di seluruh tubuh, apalagi di area sensitif dan pantat serta pahanya, ia tetap harus bangun lebih awal.
Laura kemudian mengambil selimut dan melilitkan ke seluruh tubuhnya.
Perlahan Laura berjalan, ia hendak membuka pintu untuk Hensen, namun baru berdiri Laura tak mampu menopang tubuhnya dan ambruk di lantai.
"BRRUUUKK..!!!"
"BRRAAKKKK PYYAAARR!!!"
"Aaakk....!!!" Pekik Laura.
Saat itu karena kakinya begitu lemas dan bagian paha dan sensitifnya sangat sakit, Laura tak mampu berdiri ia pun menubruk meja kecil di dekat jendela dan di dekat ranjangnya yang berisi beberapa botol minuman milik Aaron.
Mendengar suara yang tak normal, dan keras. Hensen pun menjadi khawatir.
"Nona Laura, anda baik-baik saja?" Kata Hensen berteriak dari luar.
"Apakah saya boleh masuk?" Teriak Hensen lagi.
Laura hendak mengatakan jangan masuk namun, Hensen sudah masuk ke kamar dan melihat keadaan Laura yang terjatuh di lantai dengan selimut yang melilit di tubuhnya dan botol-botol minum serta gelas pecah dan alkoholnya pun membasahi selimutnya.
"Nona Laura..." Kata Hensen membantu Laura.
Para pelayan saat itu yang bersama Hensen pun melihat sembari melongo. Bagaimana bisa Laura tidur di kamar Tuan mereka dan dalam keadaan seperti itu, tentu saja otak mereka pun langsung terkonek.
"Apakah dia melayani Tuan Aaron?" Bisik pelayan itu.
"Pantas saja, dan tentu saja, dia pasti merayu tuan Aaron, dia pekerja Club, kau tahu bagaimana mereka?" Kata pelayan lain dengan berbisik.
"Yaa.. Satu lubang untuk banyak pria. Hahahhaha." Bisik mereka dan semua pelayan tertawa.
"Siapapun pelayan tidak berhak berkomentar apapun atau mulut kalian akan ku robek, pergi cari Emily suruh kemari." Kata Hensen.
"Maafkan kami Tuan Hensen, kami akan pergi mencari Emily." Kemudian para pelayan pun berlari semuanya, mereka pergi mencari Emily.
Hensen pun membantu Laura berdiri, ia hendak memapah Laura namun, tetap saja kaki Laura tidak bisa berdiri.
"BRRUKK!!!" Lauta terjatuh lagi, namun kali ini Hensen memeluk tubuh Laura.
Jujur saja, Hensen cukup kesulitan dengan keadaan itu, apalagi dada Laura yang besar membuat nya tambah tak bisa konsentrasi.
"Aku malu pada anda." Kata Laura menangis dan masih terduduk di lantai.
"Tidak perlu malu Nona Laura, dulu sekali Tuan Aaron adalah pria yang bahkan tidak puas hanya dengan satu wanita."
Sontak Laura terkejut, ia pikir itu adalah hal pertama bagi Aaron. Laura melihat ke arah Hensen dengen wajah yang sangat syock.
"Saya tidak bisa menceritakan semuanya namun, Tuan Aaron adalah pria yang sudah bertaubat. Setelah adiknya meninggal, Tuan tak pernah lagi melakukan semua itu." Kata Hensen.
"Adiknya? Meninggal? Siapa namanya?" Tanya Laura.
Kemudian Hensen mengangkat tubuh Laura dan di dudukkan di atas ranjang kembali.
"Namanya Aurora."
"Aurora... ? Apakah ketika Tuan Aaron tidur di balkon dan mengigau nama Aurora, apakah dia memanggil nama adiknya? Apakah dia bermimpi tentang adiknya? Batin Laura.
Bagaimana adiknya bisa meninggal?" Tanya Laura.
"Penyebab Nona Aurora meninggal... Itu semua karena Kakek anda membuat sebuah kesalahan yang sangat fatal." Kata Hensen.
Sontak Laura menutup mulutnya.
"Apakah karena itu, Tuan Aaron membalas dendam dengan menghancurkan saya? Bagaimana adik Tuan Aaron meninggal?"
"Nona Aurora... Dia..."
"Tuan Hensen saya datang menghadap." Saat itu Emily sudah tiba.
Hensen tak dapat melanjutkan ceritanya lagi, itu adalah wewenang Aaron. Apakah Aaron akan memberitahu pada Laura atau tidak.
"Emily bantu Nona Laura membersihkan diri, mungkin berendam dengan air hangat akan membuatnya lebih baik." Kata Hensen.
"Baik Tuan Hensen."
Setelah kepergian Hensen, Laura melihat ke arah Emily dengan menangis.
"Astaga... Sayang..." Emily maju dan memeluk Laura.
"Apa yang terjadi? Apakah semua ini perbuatan Tuan Aaron?"
Luara mengangguk sembari menangis.
"Astaga... Sepertinya Tuan Aaron kembali seperti yang dulu lagi."
"Ada apa?"
"Dulu sebelum Nona Aurora, adik dari Tuan Aaron meninggal, Tuan adalah pria yang sangat suka bergonta ganti wanita, dia hyper, tidak cukup hanya satu wanita. Di kamar sebelah, adalah kamar kedua Tuan Aaron, di sana Tuan Aaron akan memanggil para wanita untuk memuaskan dan melayaninya, biasanya 3-4 wanita." Bisik Emily.
"Ta... Tapi, dia mengatakan melakukan ini padaku, karena dia memiliki dendam." Kata Laura.
"Dendam? Tentang apa? Pada mu?"
Laura menggeleng.
"Pada kakekku, dia sangat membencinya dan katanya, karena perbuatan kakekku lah Tuan Aaron menjadi ingin balas dendam, dengan cara menggunakanku." Kata Laura.
Emily merenung sejenak, ia masih tak paham. Namun, yang jelas, Emily tahu ini berbahaya untuk Laura.
"Laura sebaiknya kau melarikan diri." Kata Emily.
"Bagaimana caranya?"
"Aku akan membantumu, tapi sebelum itu, kau harus bisa berjalan dan berlari dulu. Paati sangat menyakitkan?" Tanya Emily membantu Laura, dan memapah Laura.
"Dia.. Seperti merobek milikku dengan kayu yang sangat besar."
"Astaga... Seberapa besar?" Tanya Emily kemudian mereka sudah sampai di kamar mandi.
"Sangat besar."
Emily menyiapkan air panas untuk Laura mandi dan membantunya.
"Apakah segini?" Tanya Emily sembari mengangkat selang shower.
Laura menggeleng.
"Terlalu kecil jika kau tahu ujung pemukul bisbol yang besar, seperti itu, keras, panjang dan sangat besar."
Emily bergidik ngeri.
"Rasanya?"
Laura kembali menangis dan sesenggukan.
"Astaga... Maafkan aku Laura bertanya-tanya, karena sebenarnya kau tahu kan, semua orang penasaran dengan milik Tuan Aaron. Semoga kau bisa kuat, aku yakin dia akan melepaskanmu jika dia bosan. Kau hanya perlu bertahan, namun jika kau sudah tidak tahan, mari ku bantu melarikan diri." kata Emily.
Laura pun mengangguk pelan.
"Aku ingin pergi dan melarikan diri. Dia benar-benar monster. Tidak, dia bahkan seperti rajanya iblis." Kata Laura.
"Kalau begitu, kau harus bisa berlari cepat dan makan dengan banyak agar kuat. Karena kau akan melarikan diri melalui hutan belakang di belakang Mansion."
"Itu hutan Liar?" Tanya Laura.
Emily menggelengkan kepala.
"Itu masih milik Tuan Aaron, hanya saja memang banyak hewan di sana, Tuan Aaron suka berburu menggunakan senapan, jadi beberapa hewan di biarkan lepas."
"Aku mau Emily... Aku mau pergi, bantu aku melarikan diri." Pinta Laura memegang dan menggenggam tangan Emily.
Emily mengangguk kan kepalanya dan tersenyum.
*****
Aaron sedang memakan sarapannya, Hensen menyiapkan beberapa hidangan steak yang setengah matang kesukaan Aaron.
"Dia belum bangun?" Tanya Aaron bertanya sembari mengiris dagingnya.
"Tuan... Saya menyuruh Emily untuk membantu Nona Laura." Kata Hensen.
Aaron diam dan masih mengiris daging dengan ekspresi datar.
"Tuan Aaron, apakah anda tidak berlebihan pada Nona Laura? Nona Laura bahkan belum pernah bertemu dengan Tuan Douglas, selama hidupnya juga Nona Laura menderita."
"KRAACKK!!" Suarap pisau itu membentur dan mengiris piring.
Hensen tahu artinya, Aaron sedang marah.
"Jika dia sudah bangun suruh ke sini. Dia harus tetap bekerja."
"Tuan...." Hensen terkejut melihat sikap Aaron yang semakin tak berperasaan.
"KRAANGGG!!!" Aaron melemparkan pisau dan garpunya, ia pun mengelepa mulut dan minum.
"Kau keberatan." Kata Aaron.
"Maaf Tuan, saya akan memanggil Nona Laura." Kata Hensen.
Bersambung~