Edam Bhalendra mempunyai misi— menaklukkan pacar kecil yang di paksa menjadi pacarnya.
"Saya juga ingin menyentuh, Merzi." Katanya kala nona kecil yang menjadi kekasihnya terus menciumi lehernya.
"Ebha tahu jika Merzi tidak suka di sentuh." - Marjeta Ziti Oldrich si punya love language, yaitu : PHYSICAL TOUCH.
Dan itulah misi Ebha, sapaan semua orang padanya.
Misi menggenggam, mengelus, mencium, dan apapun itu yang berhubungan dengan keinginan menyentuh Merzi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gadisin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Iceberg
Tuan Oldrich Jay memilih lapangan berkuda terbaik dan eksklusif untuk putrinya menghabiskan waktu diakhir pekannya. Urusan pekerjaan yang tak bisa ditinggal mengharuskannya mencari tempat ternyaman.
Ketika Merzi melangkahkan kakinya memasuki arena berkuda itu, gadis itu berdecak kagum. Disampingnya ada koordinir yang menjelaskan beberapa hal, tapi Merzi lebih asyik memandangi sekelilingnya.
"Jadi nona Merzi, anda masih ingin melihat lapangan ini atau kita melihat kuda yang akan anda naiki?" Tanya si koordinir yang masih diabaikan oleh Merzi.
Koordinir seorang pria itu melirik Ebha dan dua dayang Merzi— Nana dan Nella— lalu berdehem. "Nona Merzi."
"Ah, ya? Dimana kuda yang akan saya tunggangi, Paman …."
"…. Daniel. Cukup Daniel, Nona. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil paman."
"Aha! Yeah! Daniel. Haha! Saya Merzi."
Daniel mengedikkan bahu lalu mengulurkan tangan. "Baiklah. Sepertinya kita harus berkenalan dengan semestinya, Nona …. Merzi." Padahal aku sudah tahu namamu. Dasar wanita! Untung kau cantik, Nona.
Merzi menyengir lagi dan menerima uluran tangan Daniel.
"Salam kenal, Nona. Senang melihat putri tuan Oldrich Jay mengunjungi kandang kecil kuda kami." Ucap Daniel takzim.
"Kamu terlalu merendah, Daniel. Kandang kuda ini terbesar yang pernah saya lihat." Balas Merzi tersenyum.
Jabatan tangan keduanya terlepas.
"Terima kasih pujiannya, Nona."
"Ya! Jadi … kapan saya bisa melihat kuda-kuda itu, Daniel?"
"Sekarang! Mari kita kesana."
Mereka semua berjalan menuju kandang kuda terbaik diantara kuda yang terbaik. Untuk Merzi harus kuda khusus.
Daniel melangkah maju mulai memperkenalkan beberapa kuda yang sudah dipilih sebelumnya. Kuda yang sesuai dengan fisik dan karakter Merzi.
Setiap Daniel bercerita Merzi mendengarkan. Gadis itu sesekali meminta pendapat Ebha mengenai kuda-kuda yang dikenalkan dan Merzi belum menemukan yang pas untuk dinaikinya.
"Kuda-kudamu sungguh bagus, Daniel. Tapi … tidakkah ada kuda yang berwarna putih?"
Tepat setelah Merzi bertanya demikian, seseorang dari belakang berteriak membuat semua atensi mengarah padanya.
"Hey! Iceberg! Stop to run! ICEBERG!"
Seekor kuda putih yang baru saja Merzi tanya berlari kearahnya. Ebha segera ambil ancak berdiri dihadapan sang nona. Nana dan Nella pun berdiri dibelakang Merzi, berlindung pada dua laki-laki dihadapan mereka.
Daniel melangkah maju. Tangannya maju, bersiap menghentikan kuda tersebut. "Oh, Iceberg! Kemarilah. Tidak perlu takut seperti itu. Aku akan menghukumnya karena membuat kau ketakutan, Sayang."
Dengan ahli Daniel membujuk kuda putih itu dengan mengelus kepala kuda itu. Seketika tampang si kuda putih melunak. Dia menyengir dan menggoyang-goyangkan kepala yang Daniel.
"Huft …. Iceberg! Kau membuat kakiku hampir lepas." Keluh pengejar putih itu sambil mengusap peluh didahinya.
Dibelakang Ebha, Merzi mengintip dari celah tubuh tinggi lelaki itu. "Kuda itu cantik, Ebha. Namanya …. Iceberg?" Ucap Merzi pelan, seperti bisikan.
Ebha melirik ke belakang. "Sepertinya, Nona. Tapi jangan mendekat dulu. Kuda itu sedang merasa terancam."
"Dari mana Ebha tahu?"
"Dari wajahnya." Ebha menggeser tubuhnya untuk menutup penglihatan Merzi.
Tapi Merzi masih berusaha mengintip. Gadis itu memberungut ketika tangan Ebha terulur ke belakang untuk menghentikan aksinya.
Sedangkan Daniel, pria itu membujuk lagi kuda putih bernama Iceberg itu untuk mau diajak kembali bersama si pengejar tadi.
"Ayolah, Iceberg. Tom tidak akan memaksamu lagi. Aku harus melayani tamu kita sekarang."
Kuda itu menyengir dan menggeleng. Dia mengangkat kepalanya melihat Ebha, dan tampangnya kembali waspada. Orang baru, ancaman baru.
Daniel menoleh ke belakang. Wajahnya meringis pada Ebha akibat ketidaknyamanan ini. "Maaf, Pak Ebha. Saya tak tahu ini akan terjadi."
"Tidak masalah. Kami akan melihat kuda-kuda yang lain saja hingga kau berhasil membujuk kuda ini."
"DANIEL! Ada apa dengan kuda itu, Daniel? Bolehkah saya melihatnya?"
Mereka semua terkejut mendengar suara Merzi. Semua perhatian teralihkan padanya. Gadis itu kini berdiri disamping Ebha.
"Nona Merzi, tidak—"
"Kenapa, Ebha? Ada Daniel, bukan, yang akan mengawasi kuda ini? Dia tidak akan menyakiti Merzi. Benar, kan, Daniel?" Mata Merzi berkedip-kedip pada Daniel. Aksi itu membuat si koordinir gelagapan dan refleks mengangguk.
"Boleh, Nona. Tapi jangan terlalu dekat. Iceberg sedang stres. Dia punya ketakutan tersendiri melihat orang baru."
"Oke. Saya mengerti." Merzi maju, pun dengan Ebha. Kekhawatiran Ebha cukup besar melihat Merzi mendekati kuda itu.
Ajaibnya kuda itu tak memasang wajah waspada ketika melihat Merzi. Tampangnya masih sama ketika Daniel mengajaknya berbicara.
Melihat itu Daniel heran sekaligus tersenyum. "Sepertinya dia menyukai anda, Nona."
Merzi menoleh sekilas pada Daniel lalu kembali fokus pada kuda putih yang akan didekatinya.
"Sepertinya begitu." Katanya mengangguk setuju. "Bagaimana menurut, Ebha?"
"Mungkin, Nona. Tapi tetaplah berhati-hati."
Semakin dekat, Ebha semakin was-was. Ketika tangan Merzi terangkat ingin menyentuh kuda itu, tangan Ebha juga ikut terangkat untuk menjaga tangan putih berbalut sarung tangan itu.
Iceberg kembali meraung ketika merasakan napas Ebha.
Daniel segera mengelus kuda itu. Menenangkan. "Tenanglah, Iceberg. Mereka tidak akan menyakiti. Mereka hanya ingin berkenalan."
Merzi justru tertawa kecil. Dia mendongak menatap Ebha. "Kuda ini takut pada Ebha mungkin?"
Ebha menunduk membalas tatapan Merzi. "Hanya nona yang tak takut pada saya."
Dari tempatnya Nana dan Nella memperhatikan si majikan dan pelayannya saling memandang.
"Ebha bodyguard terbaik untuk nona Merzi. Dia begitu perhatian." Komentar Nella.
"Kurasa sekarang Ebha lebih dari sekedar bodyguard, Nel." Balas Nana tak melepaskan pandangannya dari Merzi dan Ebha.
Nella segera menoleh. Kening berkerut tak paham. "Maksudmu?"
Nana menoleh pada Nella. "Kau akan tahu maksudku nanti." Ucapnya misterius kembali melihat objek didepannya.
"Luar biasa! Iceberg memang menyukai anda Nona Merzi." Seru Daniel sedikit berteriak.
Semua orang disana sontak tersenyum— kecuali Ebha. Dia masih bertampang datar. Tapi selangkah menjauh dari Merzi. Memberi ruang untuk si nona muda berkenalan dengan kuda putih itu.
Iceberg adalah kuda betina yang baru melahirkan dua pekan lalu. Sayangnya anaknya mati dan itu membuatnya stres. Iceberg termasuk ke dalam kuda terbaik walau dia betina. Tapi karena keadaannya, Daniel tentu tak memperkenalkannya pada Merzi.
Sungguh bodoh dia malah melewatkan satu hal dari karakter Merzi.
Putih. Warna kesukaan gadis itu.
"Hai, Iceberg. Aku Merzi." Perkenalkan Merzi. Kuda itu menyengir sebagai jawaban. "Kau sungguh cantik, Iceberg." Pujian itu mendapat kegembiraan pada Iceberg.
Merzi tertawa lebih keras ketika Iceberg menjilat tangannya yang berbalut sarung tangan.
"Oh, itu menggelikan, Iceberg! Haha."
Ebha ikut tersenyum melihat Merzi langsung akrab dengan kuda itu. Biarpun senyumnya tipis, tapi bagi semua orang itu tentu membuat kelegaan napas.
"Daniel."
"Ya, Nona Merzi?"
"Bolehkah saya bersama Iceberg? Menunggangi kuda ini?"
"Saya ragu mengiyakan, Nona." Jawab Daniel. "Iceberg baru saja berduka karena anaknya mati setelah dia melahirkan bayinya setengah jam. Iceberg mungkin masih stres dan saya takut jika anda menaikinya sendirian, Iceberg akan kembali mengamuk."
"Biar Ebha yang menemani saya, Daniel." Kata Merzi langsung dan menatap Ebha dan Daniel bergantian. "Oh, atau bersamamu? Entahlah. Terserah saja. Tapi saya sangat ingin kuda ini." Merzi mengusap badan Iceberg.
Daniel yang notabene-nya saja baru bertemu Merzi kesulitan menolak permintaan gadis itu.
"Saya …. Pak Ebha bisa menunggangi kuda?" Tanya Daniel pada Ebha.
"Ebha bisa." Merzi yang membalas dengan antusias dan Ebha mengangguk mengiyakan, memperkuat pernyataan Merzi.
"Saya bisa."
Akhirnya Iceberg digiring menuju lapangan berkuda. Nana dan Nella berdiri dibawah pohon. Menonton. Mereka ikut karena Merzi juga menginginkan piknik kecil di arena berkuda yang terdapat lapangan rumput tak jauh dari tempat kuda tersebut. Tugas mereka nanti menyiapkan tikar kain dan perlengkapan piknik lainnya.
Iceberg sedang dipasangi perlengkapan menunggangi oleh Tom. Tapi lagi-lagi kuda putih itu meronta dan mengangkat kaki depannya. Hal itu membuat Daniel sendirilah yang harus turun tangan.
Sedangkan Ebha dan Merzi juga sedang memakai perlengkapan menunggang mereka. Gadis itu begitu antusias. Wajahnya berseri-seri pada Ebha yang sedang memasang pengait helm didagunya.
"Merzi tidak sabar. Apakah menaiki kuda akan membuat kita sakit perut, Ebha?"
"Sakit perut? Tentu tidak, Nona, jika kuda itu tidak menginjak perut kita."
Klik! Helm terpasang sempurna. Pun dengan Ebha.
Ketika semua sudah siap, bahkan Daniel sudah berkali-kali berbicara pada Iceberg, membujuk kuda itu dan berusaha memperkenalkannya pada Ebha agar mau dinaiki, Iceberg kembali menyengir. Lebih keras. Kakinya menendang tinggi ke udara. Membuat Merzi mundur beberapa langkah.
"Iceberg menolak anda, Tuan."
Ungkapan Daniel membuat senyum Merzi luntur. Wajahnya ditekuk. Merajuk.
Pun Ebha tak bisa berbuat banyak. Kuda hanya binatang yang jika dipaksa akan mengamuk dan sulit untuk dijinakkan kembali. Biarpun betina, tendangan kuda itu tetap sakit jika mengenai bokong.
"Tidak dengan saya berarti bisa dengan anda Tuan Daniel. Biarkan nona Merzi menaiki kuda ini." Ucap Ebha kemudian. Dia mundur dan mempersilahkan Daniel.
Kalimat Ebha tentu membuat kepala Merzi terangkat pun dengan sudut bibirnya yang kembali membentuk senyuman.
"Boleh saja. Saya akan menemani nona Merzi menunggangi Iceberg bersama saya jika nona tidak keberatan."
"Tentu tidak. Saya hanya berharap bisa menaiki Iceberg, Daniel. Terima kasih."
Daniel ikut membalas Merzi yang menunduk. "Jangan sungkan, Nona. Saya lah yang seharusnya berterima kasih karena membuat aktivitas anda terjeda lama."
Ide yang Ebha usul itu ternyata membuatnya kegerahan. Lelaki itu awalnya juga bersemangat karena disodorkan kuda lain oleh Tom, tapi kemudian luntur ketika netranya menangkap kedekatan Merzi bersama Daniel diatas kuda.
Tawa lepas Merzi tertuju pada Daniel. Walau tahu itu adalah hal biasa dan Daniel pun bersikap profesional, tapi dalam lubuk hatinya, Ebha … cemburu.
"Nona Merzi! Bagaimana jika berkuda juga bersama saya?"