Cassie, seorang remaja yang beranjak dewasa masuk kedalam pergaulan bebas para anak konglomerat, disaat kedua orang tuanya bercerai. Ketika etika dan sopan santun mulai menghilang. Kehidupannya terus mengalami konflik besar.
Ditengah masalah perceraian orang tuanya, Cassie jatuh cinta dengan seorang Duda Perjaka. Tetapi cintanya tak direstui. Cassie pun dijodohkan dengan seseorang yang pernah membuatnya kesakitan karena sakau.
Dapatkah ia menjaga mahkota kewanitaannya, atau terus terjerumus dengan pergaulan bebas? Dan dapatkah Cassie bersama dengan cintanya Om Duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Diundang
Mbak Mar dengan cepat berlari menuju kamar Cassie, kemudian Cassie mengejarnya. Asistennya itu pun sudah bersembunyi dibalik pintu kamar sebelum Cassie datang.
Saat Cassie masuk ke dalam kamar, Mbak Mar melempar selimut ke arah Cassie sampai menutupi wajah dan sebagian badannya, setelah itu Mbak Mar keluar kamar lalu menguncinya di dalam.
"Maaf Non, saya mau buktikan sama Non kalo ini obat gak bener. Tunggu ya Non, mbak ke rumah sakit dulu," ucap Markonah
Ia pun sudah merencanakan nanti saat berkomunikasi dengan orang Inggris disana, mbak Mar bisa menggunakan google translate.
"Mbak buka mbak," pekik Cassie sembari menggedor-gedor pintu kamarnya.
Mbak Mar mengambil tasnya serta ponselnya di dalam kamar. Setelah itu dia berniat pergi dengan memakai pakaian kebesarannya, daster.
Namun saat membuka pintu rumah itu, Mbak Mar tercengang. Dia seperti melihat hantu, seseorang yang tadinya ia puja kini sudah menjadi orang yang diblokir dalam hati mbak Mar.
"Halo mbak, ternyata mudah juga ya mencari rumah Cassie," sapa Bram dengan senyuman terbaiknya.
Aduh, Non Cassie kok ngasih tahu alamat rumahnya sih, batin Mbak Mar
Padahal Cassie sendiri tidak memberikan alamat rumahnya yang di Inggris pada Bram. Entah dari mana Bram tahu, tetapi mbak Mar mengira Cassie lah yang memberikan alamat rumahnya itu.
"Ya Mas kan pinter, pasti mudah mencari alamat,"
"Mbak, buka pintunya dong mbak," pekik Cassie mengundang perhatian Bram yang sedang berdiri di depannya.
Bram melangkah masuk tanpa di persilahkan. Kepalanya maju dan melihat dari mana asal suaranya. Sementara Mbak Markonah merapatkan diri ke dinding pintu bersiap kabur.
"Itu suara Cassie kan? Memang dimana dia?" tanya Bram
Mbak Markonah mulai panik, terlihat dari wajahnya yang mendadak menjadi tegang.
"Anu mas, saya mau pergi dulu ya, cari bantuan itu Non kekunci di kamar," jawab Mbak Markonah berbohong, Bram memiringkan wajahnya mencoba mencerna ucapannya yang tidak masuk akal,"
"Mbak, Aku kesakitan, aku butuh obatnya mbak! Kembaliin obatnya," ujar Cassie lagi dari balik pintu
Modyar batin Mbak Markona
Setelah mendengar dengan seksama ke asal suara, Bram menolehkan wajahnya ke arah Mbak Mar. Dia sudah paham apa yang terjadi di rumah itu.
Tatapan Bram yang ramah berubah menjadi menyeramkan hingga membuat Mbak Mar bergidik. Dia pun bersiap untuk kabur namun gerakan itu terbaca oleh Bram.
Langkah kaki Mbak Mar yang sudah melangkah keluar terhenti karena Bram menarik rambutnya yang panjang. Mbak Mar kesakitan dan terpaksa tubuhnya ikut mundur karena tarikan.
"Jangan ikut campur! Lo paham?" Ujar Bram berbisik sambil menarik rambut Mbak Mar ke atas.
Kedua tangan Mbak Mar memegangi rambutnya yang tertarik. Karena Bram tidak melepaskan juga, ia pun meronta dan berkata 'Help!'.
Bram mulai emosi kemudian ia menghantukkan kepala Mbak Mar ke siku kusen pintu yang lumayan tajam.
"Ahhhh, brengsek!" ujar Mbak Mar.
Bram memanggil bodyguardnya dengan sebuah siulan. Tak berapa lama bodyguardnya datang menghampiri. Mbak Mar yang sedikit limbung mencari celah untuk kabur dan meminta pertolongan.
Ia berhasil kabur. Namun belum sampai keluar dari pekarangan rumah, sang bodyguard sudah menangkap wanita setengah baya itu. Lalu dengan entengnya ia menggendong Mbak Mar di pundaknya seperti mengangkat karung beras.
Mbak Mar dimasukkan ke dalam kamar kosong. Lalu si bodyguard memberinya obat bius dengan membekap mulut Mbak Mar. Setelah itu, pintu kamar itu di kunci dari luar.
Sementara itu Bram mengambil obat serta suntikannya dari dalam tas Mbak Mar.
Bram membuka pintu kamar Cassie, ia memasang wajah paniknya seolah-olah mbak Mar memperlakukan dirinya dengan buruk.
"Cassie, sayang. Lo gak papa kan?" Tanya Bram dengan nada suara panik
"Bram? Lo tau rumah gue dari mana?" Tanya Cassie yang mulai menggigil.
Bram mendekatinya, lalu menangkup wajahnya seraya berkata, "Mana yang sakit? Hemm?"
"Pembokat lo jahat banget ya, ngurung Lo begini,"
"Mana Mbak Mar?"
"Udah tenang aja, gue udah bales dengan mengurung dia di kamar," jawab Bram
"Lo kelihatan sakit, ini gue bawa obat Lo. Lo gak akan bisa hidup tanpa obat ini. Gue bantu suntik ya, biar Lo gak sakit lagi," ucap Bram
Cassie memicingkan mata setelah menelaah ucapan Bram.
"Gue gak akan bisa hidup?" ulang Cassie seraya menjauhkan tubuhnya dari Bram.
"Jadi itu obat apa sebenarnya? Jawab!" setelah berteriak Cassie mengatur napasnya yang terlihat ngos-ngosan.
Dadanya kembang kempis dengan napas tak beraturan yang menandakan jika gadis itu mulai emosi. Perasaan emosionalnya mulai keluar karena tubuhnya mulai merasakan sakit.
"Jangan marah gitu dong sayang, gue itu baik. Gue ngasih ke Lo secara cuma-cuma. Biar Lo bahagia, gak sedih lagi,"
"Lo tinggal jawab itu obat apa?"
"Sabu-sabu,"
"Hah?" Cassie terkejut
Astaga dugaan Mbak Mar betul batin Cassie.
Tetapi saat ini dia sedang dilanda kegalauan. Tubuhnya sangat membutuhkan cairan yang dipegang Bram. Sementara jika Cassie menolaknya. Dia akan kesakitan, sakaw berkepanjangan dan rasanya sangat tersiksa.
"Anjrit, Lo gila," ujar Cassie dengan suara pelan
Kemudian ia mulai menangis seraya berteriak.
" Lo gila! Lo ancurin gue! Bangsaaattt!" Cassie marah dan berteriak dengan mulut lebarnya didepan wajah Bram.