Menikah dengan orang yang aku cintai, hidup bahagia bersama, sampai akhirnya kami dikaruniai seorang putra tampan. Nyatanya setelah itu justru badai perceraian yang tiba-tiba datang menghantam. Bagaikan sambaran petir di siang hari.
Kehidupanku seketika berubah 180 derajat. Tapi aku harus tetap kuat demi putra kecilku dan juga ibu serta adikku.
Akankah cinta itu kembali datang? Sementara hatiku rasanya sudah mati rasa dan tidak percaya lagi pada yang namanya cinta. Benarkah cinta sejati itu masih ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iin Nuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Mulai Membangun Kedekatan
Dering ponselnya yang berbunyi nyaring menginterupsi Awan yang saat ini sedang merekap penghasilan kafe selama seminggu kemarin. Awan kemudian menghentikan aktivitasnya tersebut. Diambilnya ponselnya. Tertera nama Bang Langit di layar ponsel tersebut.
Awan kemudian menggeser tombol hijau pada layar ponselnya itu.
📞: Halo. Assalamu'alaikum, Bang.
📞: Wa'alaikumsalam. Mama udah cerita sama Abang masalah kamu.
📞: Terus gimana menurut Abang?
📞: Ajak Keinan dan bundanya kesini. Abang baru bisa mengambil keputusan setelah bertemu dengan mereka.
📞: Oke, Bang. Secepatnya kalau gitu.
📞: Oke. Abang sama Kak Jani tunggu kedatangan kalian. Assalamu'alaikum.
📞: Wa'alaikumsalam, Bang.
Tut.
Sambungan telepon pun terputus. Awan menyandarkan punggungnya di kursinya. Mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian menghembuskan nafas pelan.
"Semoga aja Bang Langit sama Kak Jani juga setuju. Dengan dukungan tambahan dari mereka, akan semakin mudah untuk meyakinkan hati Mama," gumam Awan berharap.
☘️☘️☘️
✉️: Assalamu'alaikum. Udah sholat belum? Udah makan siang juga kan? Makan dimana tadi? Di tempat Papa kah?
Sesaat kemudian terdengar suara notifikasi pesan masuk. Awan tersenyum begitu mengetahui kalau itu adalah balasan pesan dari Shofi.
Ya, setelah Shofi menyatakan bersedia untuk menerima lamaran Awan kemarin, Awan mulai sering mengirimkan pesan kepada Shofi. Sekedar mengingatkan untuk sholat dan makan. Atau juga agar Shofi berhati-hati dalam perjalanannya.
Awan bermaksud untuk mulai membangun kedekatan dengan Shofi melalui perhatian-perhatian kecilnya tersebut. Awan ingin agar Shofi menjadi terbiasa dengan kehadiran dirinya. Dan agar kedepannya mereka juga tidak merasa canggung lagi dan semakin terbiasa dengan satu sama lain.
Awan lalu membuka pesan balasan dari Shofi tersebut.
✉️: Wa'alaikumsalam, Mas. Udah sholat kok. Udah makan juga. Tapi nggak di tempat Om Surya, cuma di kafetaria bawah tadi. Mas udah sholat? Udah makan juga kan?
✉️: Mas udah sholat kok. Udah makan juga. Tumben nggak ke tempat Papa?
✉️: Soalnya lagi buru-buru, Mas. Ini lagi buat surat permohonan cuti.
✉️: Cuti? Kapan? Kenapa?
✉️: Iya, Mas, cuti. Rencananya lusa, Mas. Ada pertemuan wali murid di sekolahnya Keinan. Dan harus aku sendiri yang datang, nggak boleh diwakilkan.
✉️: Oh, gitu ya. Ya udah, kamu selesai-in dulu aja urusan kamu. Nanti kita sambung lagi, ya. Assalamu'alaikum.
✉️: Iya, Mas. Wa'alaikumsalam.
Awan pun kemudian mengakhiri chat-nya bersama Shofi. Tiba-tiba saja Awan teringat dengan telepon dari abangnya tadi pagi.
"Eh, kebetulan banget nih. Kalau gitu lusa aja kali ya aku bawa Shofi sama Keinan ke rumahnya Bang Langit."
Awan kemudian langsung mendial nomor Shofi. Tidak berapa lama kemudian panggilan Awan pun sudah tersambung dengan Shofi.
"Assalamu'alaikum. Ada apa, Mas?"
"Wa'alaikumsalam. Maaf nih Mas ganggu kamu lagi."
"Enggak kok, Mas. Ini udah selesai kok buat surat permohonan cutinya. Mas Awan telepon ada apa?"
"Mmm, gini Shofi, tadi pagi abangnya Mas, Bang Langit, minta sama Mas buat ngajakin kamu sama Keinan untuk main ke rumah dia. Kan kebetulan lusa kamu juga cuti tuh, gimana misalkan sekalian lusa aja Mas bawa kamu sama Keinan untuk datang ke rumahnya Bang Langit sama Kak Jani?"
Shofi belum menjawab. Sepertinya dia sedang memikirkan permintaan Awan tadi.
"Gimana menurut kamu, Shofi?" tanya Awan lagi.
"Mmm, y-ya udah deh, Mas. Lusa aja sekalian, nggak pa-pa."
Awan menyadari kegugupan Shofi.
"Tenang aja. Bang Langit sama Kak Jani orangnya baik kok. Disana nanti ada anak-anaknya Bang Langit juga, Bintang sama Inara. Jadi nanti disana Keinan ada teman mainnya juga," kata Awan, mencoba menenangkan kegugupan yang dirasakan oleh Shofi.
"Iya, Mas."
"Ya udah. Lusa, selesai pertemuan wali murid, kamu sama Keinan langsung ke kafenya Mas aja, ya. Mas tungguin disini."
"Iya, Mas. Lusa setelah pertemuan wali murid selesai aku sama Keinan langsung ke kafenya Mas Awan."
"Oke, siip. Mas tutup dulu ya kalau gitu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Mas."
☘️☘️☘️
Sesuai kesepakatan mereka kemarin lusa, siang ini setelah selesai pertemuan wali murid di sekolah Keinan, Shofi dan Keinan kemudian mendatangi kafe milik Awan.
"Selamat datang di kafe Awan," sapa Adit ramah begitu Shofi dan Keinan masuk ke dalam kafe, seperti biasanya. "Eh, hai Keinan," lanjut Adit begitu menyadari kalau itu adalah Keinan.
"Hai juga, Kak Adit. Assalamu'alaikum," sapa Keinan juga.
"Wa'alaikumsalam. Keinan mau ketemu bos Awan, ya? Eh, Om Ganteng maksudnya," tanya Adit yang langsung meralat panggilannya kepada bosnya itu.
"Iya, Kak. Kei sama bunda mau ketemu sama Om Ganteng," jawab Keinan dengan senyum manisnya.
"Shofi, Keinan," panggil Awan seraya berjalan menghampiri Shofi dan juga Keinan.
"Om Ganteng," pekik Keinan yang langsung berlari menyambut Awan.
Awan merentangkan kedua tangannya. Disambutnya Keinan dalam pelukannya kemudian dia gendong. Awan juga menciumi pipi Keinan penuh sayang. Awan lalu membawa Keinan menghampiri Shofi dan Adit.
"Kita langsung berangkat atau mau masuk dulu ke dalam?" tawar Awan.
"Terserah Mas Awan aja," jawab Shofi.
"Kita masuk dulu sebentar, Om. Keinan haus, mau minum milkshake coklat buatan Om Yudha dulu," rengek Keinan lucu.
"Keinan," tegur Shofi pelan.
Awan tertawa kecil. Sementara Adit sudah bengong sejak tadi, bingung dan kaget melihat interaksi antara bosnya dengan Keinan dan juga wanita yang katanya bundanya Keinan itu.
"Nggak pa-pa kok, Shofi. Keinan kalau kesini emang biasanya minta dibuatin milkshake coklat. Tapi tenang aja, aman kok, Mas selalu nyuruh chef Yudha untuk kasih es batunya dikit aja," kata Awan menjelaskan.
"Duh, maaf ya, Mas. Keinan pasti ngerepotin Mas Awan," ucap Shofi tidak enak hati.
"Enggak ngerepotin sama sekali kok, tenang aja.Ya udah, yuk kita ke ruangan Mas dulu. Biar Keinan minum milkshake coklat dulu. Sekalian Mas juga mau beres-beres kerjaan Mas sebentar."
"Iya, Mas."
"Adit, tolong nanti kamu bawain milkshake coklat kayak biasanya untuk Keinan, ya. Shofi kamu mau minum apa?" kata Awan yang memerintah Adit tapi kemudian juga bertanya kepada Shofi.
"Eh, aku nggak usah aja, Mas. Tadi udah minum juga kok pas di sekolah Keinan," tolak Shofi.
"Ya udah kalau gitu. Milkshake coklat aja ya, Dit, kayak biasanya."
"O-oke, bos," jawab Adit tergagap.
Awan kemudian mengajak Shofi dan Keinan untuk masuk ke dalam ruangannya. Sementara Adit kembali bengong seperti tadi. Masih mencoba untuk mencerna semua yang baru saja terjadi di depan matanya.
'Ini kok jadi kayak pemandangan keluarga kecil yang bahagia gitu, ya? Apa mungkin bundanya Keinan ini memang calon istrinya bos Awan? Tapi masak iya, sih?' batin Adit bertanya-tanya.
