🌹Sebastian & Nana 🌹
Sebastian, seorang pengusaha kapal pesiar yang mendunia. Seluruh hidupnya dia curahkan untuk gairah dan kesenangan. Dia dikenal sebagai pemain wanita, lady killer dan pria berhati dingin.
Memiliki rahasia menyakitkan di masa lalu, seorang gadis desa yang rencananya akan dia permainkan merubah segalanya.
Apa yang sebernanya terjadi? Mengapa Sebastian tergila gila pada gadis desa yang pernah melemparinya sandal?
P.S : Merupakan Buku Kedua Serries David - Sebastian dan Luke
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalah Telak
🌹Jangan lupa kasih emak vote ya anak anaknya emak.🌹
🌹Terus follow igeh emak di : @RedLily123.🌹
🌹Selamat membaca, emak sayang sama kalian.🌹
Sebelum makan malam tiba, Sebastian juga membersihkan dirinya sendiri. Di kamar mandi, dia berfikir keras bagaimana agar tidak menyakiti Nana. Bukan menyakiti secara fisik, melainkan secara fikiran. Sebastian masih mengira ngira apa yang ada dalam fikiran istrinya, tentang bagaimana cara kerja berhubungan untuk menghasilkan anak.
Dan saat sedang berfikir sambil duduk di dalam bathub berisi air hangat, Sebastian mengambil ponselnya untuk menghubungi David. Dia harus tahu apa yang harus dilakukannya setelah ini.
Sebastian menunggu beberapa saat.
Dua panggilan pertama tidak diangkat, membuatnya kesal. Saat diangkat, Sebastian mengumpat seketika, “Darimana saja kau, Sialaaan?!”
“Aku sedang tidur! Waktu di sana dan di sini berbeda, Bodoh.”
Sebastian diam.
“Kenapa menelpon? Apa pesawatnya macet? Lalu lintas udara padat?”
“Bukan karena itu,” ucap Sebastian berdehem. “Aku sudah sampai.”
“Lalu apa alasannya huh?” tanya David kesal.
“Aku perlu tahu.”
“Tahu apa? Tempe?”
“Aku serius, David Sialaaan!”
“Kenapa?”
“Bagaimana caramu bersama istrimu?”
David paham seketika, terdengar dia yang seperti berpindah posisi duduk.
“Kau berpindah tempat duduk, David?”
“Kau ingin menanyakan apa? Jangan konyol, kau itu biangnya bergerak di atas ranjang.”
Sebastian berdecak kesal. “Ini beda, kau tahu maksudku.”
“Virgin oil?”
“Perhatikan ucapanmu,” ucap Sebastian penuh penekanan.
“Oke, oke. Tinggal minum alcohol dan biarkan semuanya terjadi.”
“Kau tahu istriku masih polos.”
“Sama seperti Lily dulu, aku yakin dia akan menurut saja. cukup berikan pemanasan yang sesuai.”
“Istriku sedikit frontal.”
“Maka jangan taklukan dengan kalimat, tapi dengan otot. Sudahlah, selamat berjuang untuk berperang,” ucap David mematikan telponnya segera.
Yang mana membuat Sebastian berdecak kesal.
Belum juga dia mengeluarkan umpatannya, terdengar suara ketukan dari luar. “Mas,” panggil Nana dari sana.
“Iya, Sayang?”
“Gak kenapa napa ‘kan?”
“Hah? Enggak, ini mau keluar kok.”
Tidak terdengar lagi suara. Sebastian pikir Nana sudah pergi dari pintu, tapi saat membukanya, Sebastian terkejut melihat istrinya yang berdiri di sana. “Ya Tuhan,” gumam Sebastian kaget.
“Sayang kenapa berdiri di sini?”
“Aku mengkhawatirkanmu,” jawab Nana. “Makan malamnya sudah datang.”
“Aku akan berpakaian dulu,” ucap Sebastian menelan ludahnya kasar saat melihat wajah istrinya yang terlihat tenang sedangkan dirinya hanya memakai handuk yang melilit di pinggang.
Nana mengangguk. “Aku akan menunggu di bawah.”
“Oke, Sayang.”
🌹🌹🌹🌹🌹
Saat makan malam, Nana tidak terlihat nyaman, apalagi saat makanan makanan itu masuk ke mulutnya. Rasa yang asing membuatnya sedikit mual, apalagi hidangan didominasi oleh makanan laut yang mentah.
“Mas, makanan di sini kayak gini semua?”
Sebastian menggeleng. “Yang lain ada kok, kayak steak pas kita makan dulu.”
Nana menggeleng. “Mau makan nasi,” ucapnya dengan polos dan wajah datar.
Sebastian yang menatap diam membuat Nana kembali melanjutkan, “Perutku itu perut kampong, Mas. Gak doyan makan beginian, rasanya mual. Maklum aja hidupnya juga di pinggir gunung,” jelas Nana tanpa berniat menyinggung dan hanya menjelaskan.
Tapi Sebastian menyalah artikan, dia mengira istrinya tersinggung. “Bukan begitu, Sayang. Aku tidak berniat merendahkanmu.”
Dan jawaban Nana hanya mengangguk. “Oke.”
“Oke?”
“Oke,” ucapnya lagi.
Sebastian seperti kehilangan kata dengan sifat Nana yang benar benar seperti tembok, savage dan cantik di saat bersamaan.
“Oke, mau ganti makan malam?”
“Ini aku goring gak papa?” tanya Nana menunjuk beberapa hidangan di depannya.
“Bisa, tapi kita gak punya bumbu. Nanti aku hubungi Hans dulu ya.”
Nana mengangguk.
“Butuh apa aja, Yank?”
“Bumbu bumbu aja, sama sayuran terus bahan pokok.”
“Oke, aku udah pesen,” ucap Sebastian lalu kembali menatap istrinya.
“Mas lanjut aja makan, Mas suka kan.”
Sebastian menggeleng. “Aku lebih suka kamu yang cantik.”
Nana malah tertawa. “Aku gak bikin kenyang, makan nanti sakit.”
Kemudian Sebastian membuat ekspresi seolah hatinya tertohok. “Sayang, kau tidak boleh menyakiti hati seseorang, karena kita semua hanya punya satu hati.”
Nana terkekeh pelan, karena dia tahu tidak semua orang punya hati yang baik. “Kalau begitu patahkan tulang boleh? Karena setiap orang memiliki 206 tulang.”
🌹🌹🌹🌹🌹
To Be Continue