Seperti halnya alinea yang membutuhkan penggabungan beberapa rangkaian kata dan kalimat untuk bisa terbentuk sempurna, begitu pula dengan kisah cinta yang membutuhkan rangkaian perasaan untuk menjadi sebuah kisah cinta yang sempurna.
Berangkat dari sebuah tikaman tak kasat mata yang membuat hati begitu terluka, seonggok daging yang bernyawa mempunyai harapan untuk bisa mendapatkan sebuah cinta layaknya Rasulullah yang begitu mencintai Khadijah.
Mungkin semua orang bisa menentukan tujuan mereka, tapi tidak dengan apa yang akan mereka temukan. Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Disinilah perjalanan diantara suka dan duka dalam kehidupan yang terakit indah menjadi sebuah ALINEA CINTA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin Aiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
"Kak Sora kenal Kak Almeer?" tanya Mina.
"Iya, kebetulan tim di kantor ada kerjasama dengan kantornya Almeer." Jawab Sora.
"Ooh..."
"Duduk, Dek. Jangan berdiri aja." Sora menarik tangan Mina, tapi gadis itu menahannya.
"Mina balik ke kamar aja, Kak. Ada yang harus Mina kerjakan." Tolak Mina, ia berbohong. Sebenarnya ia terlalu gugup untuk berhadapan langsung dengan Almeer. "Di nikmati ya Kak camilannya."
"Makasih ya, Mina." Ujar Ameera.
"Sama-sama, Kak." Mina pun bergegas pergi meninggalkan kamar Sora.
"Kamu udah sehat, Ra? gak kelihatan ada tanda-tanda kamu sakit, tuh?" tanya Almeer.
"Masih lemes sih sebenernya, tapi ada kalian jadi semangat aku." Sora terkekeh kecil.
"Ada kalian apa karena ada Mas Al, Mbak?" Goda Ameera.
"Ada kaliaaan Meeraaa..." Sora menggelitik pinggang Ameera.
"Iyaa iyaa, ampuun, Mbak." Ameera menggeliar geli.
Almeer melihat tingkah Sora dan adiknya hanya tersenyum saja.
Mereka bertiga melanjutkan percakapan ringan dan canda tawa. Tanpa sadar suara qiro'ah dari masjid sudah berkumandang.
"Kita ngobrolnya kayak bentar sih, kok tiba-tiba udah mau maghrib aja." Keluh Sora.
"Kalau ada waktu disambung lagi, Ra." Ujar Almeer.
"Iya deh...,"
Ameera dan Almeer berdiri dari duduknya, Sora pun ikut berdiri.
"Gak usah diantar ke depan, Ra." Cegah Almeer.
"Beneran?" tanya Sora.
"Iya, Mbak. Mbak Sora disini aja, mukanya mbak masih pucet loh." Kata Ameera.
"Iya, Ra. Istirahat aja, gak usah kemana-mana." Tambah Almeer.
"Aku antar sampai depan pintu kamar deh."
Sora, Almeer dan Ameera beranjak keluar kamar. Tepat ketika mereka keluar kamar, Mina juga baru saja keluar kamar. Berpakaian rapi dengan sebuah tas mukenah ditangannya.
"Mau kemana, Dek?" tanya Sora.
"Pengajian di masjid, Kak." Jawab Mina.
Sora teringat sesuatu, ia menatap Ameera. "Iya ya, hari ini ada pengajian."
"Mbak kan sakit, gak usah ikut, Mbak. Kalau udah sembuh saja." kata Ameera.
"Kak Sora ikut pengajian?" tanya Mina.
Sora mengangguk, "Barusan sih, Dek."
"Alhamdulillah, Mina jadi punya tambahan temen berangkat ke masjid." Ujar Mina.
"Udah, gih. Berangkat bareng Meera sana." Kata Sora.
Mina mengangguk.
"Kami pulang dulu ya, Mbak." Pamit Ameera.
"Pulang dulu ya, Ra. Cepet pulih, ya." Tambah Almeer.
Sora mengangguk. "Terimakasih, ya. Udah datang kemari."
"Sama-sama, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam...,"
Almeer, Ameera dan Mina pergi menuruni anak tangga. Setelah ketiga orang itu sudah tak terlihat, Sora masuk kembali ke dalam kamarnya, merapikan gelas-gelas dan sisa camilan diatas meja tempatnya tadi berbincang-bincang.
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu membuat langkah Sora terhenti. Ia menoleh ke arah pintu kamar, ternyata mamanya yang masuk ke kamarnya.
"Tumbenan?" tanya Senja yang heran ketika melihat Sora membereskan meja. Ia menghampiri putrinya itu.
"Biar bibi tinggal ambil, Ma." Jawab Sora.
Senja mengusap rambut panjang bergelombang putrinya yang tergerai indah.
"Ma!" Sora menarik tangan Senja dan mengajaknya duduk di sofa. "Almeer gimana menurut Mama?" tanya Sora.
Senja tersenyum lebar dan mencubit pipi Sora, "Mama suka pilihan kamu kali ini."
"Serius, Ma!?"
"Tapi...," Senja menepuk dan menggenggam lembut tangan Sora, "Kamu kan tahu bagaimana keluarganya? Menurut kamu, apa kamu yakin pantas untuk dia? dan apa keluarganya tidak masalah putranya mendapat istri yang bukan dari kalangan pesantren?"
"Sora sedang berusaha memantaskan diri untuk dia, Ma. Sora punya keinginan untuk hijrah. Sora ingin memperbaiki diri, Ma."
Senja terlihat ragu dengan pilihan Sora. "Kamu yakin?" tanya Senja.
Sora mengangguk, "Iya, Ma. Sora sangat yakin."
"Ini bukan hal yang bisa kamu tinggalkan ketika kamu bosan loh, Sayang."
"Inshaa Allah, Sora akan bertekat untuk tidak menyerah dengan diri Sora sendiri, Ma."
Senja mencakup kedua pipi putrinya dan mencium keningnya. "Bismillah ya, Sayang. Mama dan papa mendo'akan yang terbaik buat kamu."
"Makasih ya, Ma." Sora memeluk erat mamanya.
"Sama-sama, Sayang."
Sementara itu Almeer, Ameera dan Mina yang baru saja keluar dari rumah mendapati Ruby dan Hiko yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumah mereka.
"Papa sama Mama udah pulang dari tadi?" tanya Almeer ketika papa dan mamanya menghampirinya.
"Iya, udah dari tadi." Jawab Ruby.
Kalian dari jenguk Sora?" tanya Hiko
"Iya, Pa." Sahut Ameera.
"Siapa nih, Meera?" tanya Ruby ketika melihat Mina yang berdiri disamping Ameera.
Mina langsung mencium tangan Ruby, "Saya Mina, Tante." Ujar Mina.
"Adiknya Mbak Sora, Ma." Jelas Ameera.
"Oooh, pantesan wajahnya gak asing, ya?" kata Hiko. "Ikut pengajian juga?" tanya Hiko.
"Iya, Oom." Sahut Mina.
"Ya udah, yuk berangkat."
Mereka pun berangkat ke masjid bersama-sama.
***
Sayup suara musik dari cafe dan acara televisi yang terabaikan menjadi latar belakang Hiko, Ruby, Ameera dan Genta yang sedang asyik bertukar cerita di ruang keluarga. Sedangkan Almeer, Putra mahkota dari Ibrahim Akihiko masih sibuk di meja kerjanya yang berada disisi lain m tempat keluarganya berbincang. Matanya fokus menatap layar komputernya, melanjutkan pekerjaan yang belum bisa ia selesaikan dikantor.
"....lembut banget memang anaknya?"
Samar-samar telinga Almeer menangkap pembicaraan keluarganya yang mulai berubah.
"Iya, Ma... Memang gitu anaknya. Pinter juga, dulu nyantri di Jakarta enam tahun. Tapi kasihan, gak dapet respon dari Mas Al." Sahut Ameera.
"Gak di respon tapi diantara tumpukan CV itu cuma punya Mina yang dibuka." Sahut Genta sambil melirik Almeer. "Udah ada tanda-tanda tuh."
"Beneran, Ta?" Hiko antusias.
"Iihh, enggaaak. Mas Al itu sukanya sama yang lain, Pa." Ameera tak terima.
"Oya? siapa Meera?"
Semua antusias menunggu jawaban Ameera.
"Itu looh, Mbak—"
"Meeraaaa...," Almeer memangkas kalimat adiknya, ia tak mau adiknya melanjutkan kalimatnya.
Karena dibuat penasaran, kini semuanya ganti menatap Almeer. Pria itu kembali menatap layar komputernya.
"Al udah punya calon?" tanya Ruby.
"Kasih tau lah, Al. Papa juga mau tau tipe-tipe cewek yang kamu suka itu seperti apa?" desak Hiko.
Almeer menghela nafas dan menatap kedua orangtuanya. "Belum ada Ma, Pa. Inshaa Allah kalau Al sudah yakin, Al bakal kasih tahu Papa dan Mama."
"Beneraaan?" Hiko menatap putranya curiga.
"Iyaaaa, Pa."
"Semoga dilancarkan ya, sayang." Ucap Ruby.
Almeer tersenyum, "Aamiin..., makasih do'anya ya, Ma."
"Trus, kemarin lihat-lihat CV-nya Mina buat apa, Al?" tanya Genta.
"Ya gak buat apa-apa, Oom. Kebetulan aja lagi diatas meja, ya ku lihat." Jawab Almeer.
"Kamu udah ketemu cewek depan rumah yang namanya Mina itu, By?" tanya Genta pada Ruby.
"Iya, Mas. Tadi sempat ngobrol banyak sama dia, lembuuut banget anaknya. Makanya aku tanya sama Ameera."
"Menurutmu cocok gak buat Almeer?" tanya Genta.
"Udaaaah deh, Oom." Almeer semakin risih dengan perbincangan keluarganya. "Sibuk amat ngurusin jodoh orang, jodoh sendiri aja belom keliatan hilal-nya."
Hiko berdiri dan menghampiri meja kerja Almeer, "Mana CV-nya Mina, Al?"
"Buat apa. Pa?" tanya Almeer.
"Papa jadi penasaran...," Hiko melihat tumpukan CV yang masih terbungkus amplop diatas meja. "Ini?" Hiko mengambil CV yang sudah keluar dari amplopnya dan membawanya kembali ke sofa ruang tengah.
"Nah, ini nih yang di sukai, Al." Kata Genta.
"Enggak, Meera yakin bukan Mina yang disukai mas Al" Sanggah Meera.
"Oom yakin ini. Orang dia lihatin CV ini sampai tengah malem." Genta tak mau kalah.
"Pertama kali ketemu kamu waktu usianya sepuluh tahun, Al?" tanya Hiko, namun tak mendapat respon dari putranya.
"Jatuh cinta pertama kali saat dia ikut papa dan mamanya di acara amal, dan sering ketemu kamu, Al." Ujar Hiko usai membaca bagian akhir CV Mina. "Acara amal apa ya, Al?" tanya Hiko.
"Waktu kita liburan di rumah Oma kan Papa sama Mama sering ikut acara-acara berbagi gitu, kan?" Almeer mencoba mengingatkan.
"Ooo, iya iya." Hiko teringat sesuatu, kemudian menatap Ruby yang juga sudah mengingat hal yang sama. "Jangan-jangan dia anak kecil yang selalu di kawal itu, By? yang orangtuanya jumlah sumbangannya paling besar itu."
"Iya Mas, Aku juga inget. Pak Langit sama Bu Senja. Orang paling kaya tapi ramah itu, kan?" Ruby memperjelas.
"Gak nyangka ya, anaknya suka ke anak kita." Hiko tertawa bangga.
"Kaya banget emang ya mereka?" tanya Genta.
"Lo tanya aja di gugel, Ta."
Genta langsung mengetik sesuatu dilayar ponselnya. "Waaah, bener Ko. Calon besan lo masuk jajaran sepuluh orang paling tajir di Asia, Ko! Keren keren...,"
"Calon besan apa, Mas. Lha wong yang mau diajak ta'aruf aja belum bilang apa-apa." Ruby melirik Almeer.
"Udah, ah. Al mau ke kamar, aja." Almeer mematikan komputernya.
"Loh, Al. Ngobrol dulu laaah, Oom kasih pengalaman nih biar gak grogi deketin, Mina."
"Situ aja belom laku-laku, mau ngajarin orang. Aku tidak semudah itu Senopati." Ujar Almeer sambil melangkah menuju anak tangga rumahnya.
"Iya sih, Oom. Oom aja gagal terus masalah percintaan, mau ngajarin mas Al." Ameer membela kakaknya.
"Ngomong-ngomong, cewek yang kata kamu disukai Al itu siapa Meera?" Hiko berbisik mencondongkan badannya kearah putrinya.
"Aku juga penasaran. Siapa Meera?" tanya Genta, ikut mencondongkan badannya ke arah Ameera.
"Mama gak penasaran juga?" tanya Ameera.
"Nanti juga kakakmu bilang sendiri ke Mama, Sayang." Jawab Ruby.
"Buruaaan, Papa yang penasaran nih." Kata Hiko.
"Mas Al itu....," Meera mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah tangga, memastikan kakaknya sudah naik namun ternyata pria bertubuh tinggi itu masih berdiri di pertengahan anak tangga menatap ke arahnya.
Meera mengibaskan tangannya, mengusir papa dan oomnya agar kembali ke posisi semula. "Gak boleh gak boleh...," Ameera memberitahu keberadaan Almeer lewat kontak mata dengan papanya.
Hiko dan Genta ikut melihat ke arah tangga, Almeer sudah menunjukkan wajah kesalnya disana.
"Gak usah pada kepo deh." Ucap Almeer. "Meera, jangan nyebar gosip yang enggak-enggak."
"Iya, Mas. Maaf...," Ameera tertunduk.
Almeer kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamarnya. Sampai dikamar, ia langsung mematikan lampu kamar dan merebahkan dirinya diatas tempat tidur.
Matanya memang sudah terpejam, namun fikirannya masih disibukkan dengan sebungkus hati berisikan berbagai macam perasaan yang semakin lama semakin tak bisa ia kendalikan dan ia sangat takut tidak bisa mempertanggungjawabkannya.
Almeer membuka matanya kembali, mengambil ponselnya yang sedari tadi dia biarkan diatas nakas. Diantara pesan whatsapp yang masuk, ada nama Sora disana.
/Al, aku baru saja mendapat hadiah dari papaku. Besok pagi sebelum kamu berangkat kerja, aku mau menunjukkannya padamu. Aku tunggu didepan rumah besok pagi./
Almeer tersenyum membaca pesan itu. Ia mulai mengetik sesuatu di layar ponselnya.
/Iya, Sora. Aku akan menemuimu sebelum bekerja./
Almeer melihat pesan-pesan lainnya, sebuah nomor baru tak dikenal masuk dalam antrian chatnya.
/Assalamu'alaikum, Kak Almeer. Aku Oriana Kamina, kamu mengenalku sebagai Mina tetangga depan rumahmu. Maaf jika tanpa ijin aku menyimpan nomor kamu. Jika diperkenankan bertanya, apakah aku bisa menanyakan jawaban atas CV yang sudah ku kirimkan padamu, Kak? Terimakasih sudah mau membaca chat ini. Wassalamu'aikum./
Kali ini Almeer menghela nafas panjang. Ia tak membalas pesan itu dan meletakkan ponselnya begitu saja diatas nakas. Ia lebih memilih menyelimuti diri sendiri dan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
***
Almeer baru saja meninggalkan meja makan, piring bekas sarapannya diatas meja hanya menyisakan sendok dan garpu saja. Ia menuju meja komputernya, mengamati proses pemindahan data dari komputer ke hardisk eksternal miliknya.
Berulang kali ia melihat jam ditangannya sambil sesekali melirik keluar rumah, mengamati keadaan diluar gerbang rumahnya yang masih tertutup. Hal itu menarik perhatian keluarganya yang masih menikmati sarapan mereka.
Tiba-tiba saja ponselnya berdering, nama Sora muncul disana.
"Assalamu'alaikum, Ra... Iya, aku barusan selesai. Tunggu di dalam rumah aja, diluar dingin... Iya, nanti ku hubungi. Wa'alaikumsalam...,"
Almeer memasukkan ponselnya kadalam saku celana kemudian memasukkan keperluan kantornya ke dalam tas ransel. Setelah memastikan semuanya tak ada yang tertinggal, ia menghampiri meja makan, berpamitan dengan keluarganya.
"Al berangkat dulu, ya. Assalamu'alaikum...,"
"Wa'alaikumsalam...," Sahut semuanya.
"Hati-hati ya, Sayang." Pesan Ruby.
"Iya, Ma." Jawab Almeer sambil keluar rumah.
"Mau tau siapa yang mas Al kasih perhatian ditelepon tadi?" tanya Meera pada papa dan oomnya.
Hiko dan Genta mengangguk kompak.
"Coba intip siapa yang bakal ditemuin mas Al didepan."
Hiko dan Genta langsung meninggalkan meja makan dan melihat dari balik Jendela ruang tamu.
Sementara itu Almeer sudah menghentikan motornya didepan pintu gerbang rumahnya. Baru ia mau mengeluarkan ponselnya, pintu pagar rumah Sora terbuka.
Almeer dibuat terkejut dengan kehadiran wanita yang memakai gamis abu-abu tua dipadukan dengan kerudung isntan kekinian berwarna pink nude yang menjuntai hingga menutupi perut. Ia berlari kecil dengan senyuman merekah menghampiri Almeer.
Pandangan Almeer seakan tak mau berpaling sedektikpun dari wanita yang sedang berdiri didepannya itu. Begitu cantik dan sangat layak mendapatkan pujian.
A**staghfirullahaladzim.
Almeer yang sudah bisa mengendalikan dirinya segera menundukkan padangannya.
"Kenapa, Al?" tanya Sora dengan raut wajah kecewa.
Almeer kembali mengangkat kepalanya dan menggeleng cepat.
"Aku aneh ya pakai ginian?"
"Enggak Ra, enggak." Sahut Almeer, "Cantik! Kamu cantik banget!" Jawab Almeer penuh keyakinan. Ia mencoba untuk tersenyum sewajar mungkin walau sebenarnya ia sangat gugup.
Senyum Sora kembali merekah, "Aku mau bilang satu hal sama kamu."
Almeer mengangguk, "Apa, Ra? aku akan mendengarnya."
Sora mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, "Mulai saat ini, aku akan berpenampilan seperti ini."
Almer terdiam, ia tak berkespresi.
"Al?"
"Kamu serius?" tanya Almeer.
"Inshaa Allah, aku ingin memperbaiki diri."
Almeer tersenyum, ia senang Sora mau berhijrah untuk memperbaki diri. Tapi, dalam sisi lain hatinya ada sesuatu yang membuatnya merasa berat dan nyaman.
"Alhamdullillah, Sora. Aku mendo'akanmu agar bisa istiqomah di jalan barumu ini."
Senyum sora mengembang lebar, "Aamiin. Terimakasih Al."
-Bersambung-
.
.
.
.
HARI INI AKU MASIH BISA UP SATU EPISODE LAGI YA. LAGI SIBUK NGITUNG PASIR DI PANTAI SELATAN.
Jangan lupa tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan VOTE novel ini ya.
Terimakasih dukungannya.
narsis nya gen papa hiko banget
/Facepalm/
orang tua begitu tuh karena sayang ,peduli ,care .bukan maksud merendahkan,meremehkan .
laa haula wa laa quwwata illaa billaah /Sob//Sob//Sob//Sob/