(Warisan Mutiara Hitam Season 3)
Gerbang dimensi di atas Pulau Tulang Naga telah terbuka, menyingkap "Dunia Terbalik" peninggalan ahli Ranah Transformasi Dewa. Langit menjadi lautan, dan istana emas menjuntai dari angkasa.
Chen Kai, kini menyamar sebagai "Tuan Muda Ye" yang arogan. Berbekal Fragmen Mutiara Hitam, ia memiliki keunggulan mutlak di medan yang melanggar hukum fisika ini. Namun, ia tidak sendirian.
Aliansi Dagang Laut Selatan, Sekte Hiu Besi, dan seorang monster tua Ranah Jiwa Baru Lahir memburu Inti Makam demi keabadian. Di tengah serangan Penjaga Makam dan intrik mematikan, Chen Kai harus memainkan catur berdarah: mempertahankan identitas palsunya, menaklukkan "Istana Terbalik", dan mengungkap asal-usul Mutiara Hitam sebelum para dewa yang tidur terbangun.
Ini bukan lagi perburuan harta. Ini adalah perang penaklukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Sang Raja
Asap hitam mengepul dari bangkai-bangkai kapal perang Sekte Naga Teratai yang jatuh di sekitar Istana Terbalik. Di Alun-alun Langit Runtuh, anggota Legiun Bayangan yang selamat sedang sibuk membersihkan medan perang. Mereka mengumpulkan senjata, zirah, dan cincin penyimpanan dari mayat musuh—harta rampasan perang yang nilainya cukup untuk mendirikan sepuluh sekte kecil.
Namun, tidak ada sorak-sorai kemenangan. Suasana hening dan khidmat. Kemenangan ini dibayar mahal. Tiga puluh persen dari saudara seperjuangan mereka gugur dalam satu hari pertempuran.
Di dalam Kolam Pemulihan—sebuah ruangan khusus di sayap timur istana yang airnya bercahaya hijau karena campuran Ekstrak Bunga Jiwa dan energi kehidupan dari Mutiara Hitam—Chen Kai berdiri diam.
Ia sudah mengganti jubahnya yang robek dengan jubah hitam polos. Luka-luka di tubuhnya telah sembuh berkat regenerasi Hukum Waktu, namun wajahnya masih pucat. Penggunaan Pembalikan Waktu telah menguras esensi jiwanya, meninggalkan rasa lelah yang menusuk hingga ke tulang.
Namun, matanya tidak tertuju pada bayangannya sendiri di air. Matanya tertuju pada sosok yang mengapung di tengah kolam.
Luo Sha.
Wanita itu terbaring tak sadarkan diri. Kulitnya yang dulu mulus kini dipenuhi jaringan parut kemerahan akibat radiasi ledakan Jiwa Baru Lahir jarak dekat. Napasnya sangat lemah, hampir tak terlihat.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Chen Kai tanpa menoleh.
Di belakangnya, Mei Lin—sang ahli racun dan medis—berlutut. "Tuan, saya sudah memberikan semua Pil Sumsum Naga yang kita miliki. Luka fisiknya sudah menutup. Tapi..."
Mei Lin ragu sejenak.
"Katakan."
"Jiwanya retak, Tuan. Ledakan itu merusak fondasi spiritualnya. Dia dalam keadaan koma untuk melindungi sisa kesadarannya agar tidak hancur. Jika kita tidak menemukan obat penambal jiwa tingkat tinggi dalam waktu tiga bulan... dia akan tidur selamanya. Atau lebih buruk, menjadi mayat hidup tanpa ingatan."
Tangan Chen Kai mengepal hingga buku jarinya memutih. Luo Sha adalah orang yang percaya padanya saat dia belum menjadi siapa-siapa di Pulau Tulang Naga.
"Obat penambal jiwa tingkat tinggi..." gumam Chen Kai. "Apa yang kita butuhkan?"
"Bunga Teratai Sembilan Jiwa," jawab Mei Lin. "Itu adalah ramuan legendaris yang hanya tumbuh di Lembah Kabut Abadi di Benua Tengah. Tempat itu... dikuasai oleh sisa-sisa faksi kuno."
"Benua Tengah," Chen Kai mengangguk pelan. "Tentu saja."
Segala jalan sepertinya mengarah ke sana. Asal usul ayahnya. Markas pusat Sekte Naga Teratai. Dan sekarang, obat untuk Luo Sha.
"Jaga dia," perintah Chen Kai. "Gunakan seluruh sumber daya di gudang. Jangan biarkan apinya padam."
"Siap, Tuan!"
Chen Kai berbalik dan berjalan keluar menuju Aula Singgasana.
Di sana, Tie Niu, Gui, dan Zhuge Ming sudah menunggu. Mereka berlutut saat melihat pemimpin mereka datang. Zirah mereka penyok dan berdarah, tanda bahwa mereka bertarung di garis depan dengan gagah berani.
"Bangunlah," kata Chen Kai, duduk di takhta logamnya. Ia menatap ketiga letnannya. "Kalian bertarung dengan baik. Hari ini, Sekte Mutiara Hitam telah membuktikan bahwa kita bukan sekadar kumpulan sampah."
"Terima kasih, Raja!" seru Tie Niu, suaranya bergetar karena bangga.
"Zhuge Ming," panggil Chen Kai.
"Hadir, Tuan."
"Hitung kerugian kita dan amankan jarahan. Kita akan menggunakan kapal-kapal perang musuh yang masih bisa diperbaiki untuk memperkuat armada kita sendiri. Tapi prioritas utamamu adalah: Informasi."
Chen Kai mengeluarkan Bola Jiwa Hitam yang berisi jiwa Patriark Long Xiao yang sedang menjerit-jerit tanpa suara.
"Aku akan menginterogasi orang tua ini," kata Chen Kai dingin, menatap bola itu. "Aku ingin tahu segalanya tentang Benua Tengah. Peta kekuatan, lokasi sekte, dan rute aman."
"Kita akan meninggalkan Kepulauan Hantu?" tanya Gui, matanya berbinar antusias. Baginya, pulau ini terlalu kecil.
"Kita tidak meninggalkannya. Kita melebarkan sayap," koreksi Chen Kai. "Makam ini akan tetap menjadi markas rahasia kita. Tapi panggung utama kita ada di seberang lautan."
Chen Kai berdiri, aura hitam pekat menyelimuti tubuhnya.
"Sekte Naga Teratai telah mengirimkan undangan perang. Dan sekarang, aku akan datang untuk membalas kunjungan mereka."
"Persiapkan pasukan. Dalam satu bulan, setelah Luo Sha stabil dan kapal siap... kita berlayar ke Benua Tengah."
"UNTUK PENAKLUKAN!" teriak Zhuge Ming, memahami visi tuannya.
"UNTUK PENAKLUKAN!"
Chen Kai berjalan menuju balkon istana, menatap horison di kejauhan di mana langit dan laut bertemu. Di balik garis itu, terdapat daratan luas yang penuh dengan monster tua, sekte dewa, dan rahasia masa lalunya.
Long Tian... Ayah.
Aku datang. Bukan sebagai anak yang mencari perlindungan.
Tapi sebagai Raja yang akan membakar langit itu.
Chen Ling