Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Lian'er dan beberapa pelayan dari kediaman Adipati sibuk membereskan barang-barang milik Cheng Xiao. Sinar matahari pagi yang masuk dari jendela membuat debu-debu beterbangan saat mereka memindahkan guci-guci keramik dan gulungan lukisan. Semua milik Cheng Xiao dipindahkan dari Paviliun Phoenix yang megah ke Paviliun Awan yang lebih sederhana.
Setelah dengan berat hati memberikan surat cerai kepada Wang Yuwen, Cheng Xiao merasa tidak pantas lagi tinggal di Paviliun Phoenix, tempat yang dulunya penuh kenangan indah kini terasa begitu hampa. Dia memutuskan untuk pindah ke Paviliun Awan, sebuah paviliun kecil yang terletak di sudut istana putra mahkota.
"Nona, biar aku saja yang menggendong Tuan Muda," ujar Lian'er dengan nada khawatir, melihat Cheng Xiao yang tampak lelah saat mereka menyusuri lorong panjang menuju Paviliun Awan. Angin sepoi-sepoi bertiup, menggugurkan beberapa helai daun dari pohon-pohon di sepanjang jalan.
"Tidak perlu, Lian'er," jawab Cheng Xiao lembut, sambil mengeratkan gendongannya pada putranya yang tertidur pulas. Wajahnya tampak pucat, namun senyum tipis tetap menghiasi bibirnya. Dia ingin menunjukkan pada putranya bahwa dia baik-baik saja, meskipun hatinya hancur berkeping-keping.
Mereka tiba di depan Paviliun Awan, sebuah bangunan kayu sederhana dengan cat yang mulai mengelupas. Lian'er dengan sigap membuka pintu, mempersilakan Cheng Xiao masuk. Di dalam, ruangan itu tampak kosong dan berdebu. Hanya ada sebuah tempat tidur kayu, meja kecil, dan beberapa kursi usang.
"Maafkan hamba, Nona. Hamba belum sempat membersihkan tempat ini," ujar Lian'er merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Lian'er. Tempat ini sudah cukup," jawab Cheng Xiao sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Meskipun sederhana, Paviliun Awan terasa lebih tenang dan damai daripada Paviliun Phoenix. Mungkin di sinilah dia bisa memulai hidup baru bersama putranya.
Lian'er segera memerintahkan para pelayan untuk menurunkan barang-barang dan mulai membersihkan ruangan. Cheng Xiao duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah putranya yang damai. Dia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan melakukan apapun untuk kebahagiaan putranya. Dia akan menjadi ibu yang baik, meskipun tanpa seorang suami.
"Nona, apa Nona ingin minum teh?" tanya Lian'er, membuyarkan lamunan Cheng Xiao.
"Ya, Lian'er. Terima kasih," jawab Cheng Xiao sambil tersenyum. Dia tahu, meskipun hidupnya tidak lagi sama, dia tidak sendirian. Dia memiliki Lian'er, putranya, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Mengenai ayahnya, Adipati Cheng, Cheng Xiao tidak ingin pria itu tahu tentang perceraiannya untuk saat ini. Dia ingin menunggu sampai semuanya selesai, sampai dia benar-benar lepas dari Putra Mahkota dan kehidupan istana yang penuh intrik, barulah dia akan menceritakan semuanya. Beban di hatinya sudah terlalu berat, dia tidak ingin menambah beban pikiran ayahnya. "Lian'er, rahasiakan apa yang terjadi dari ayahku," ujar Cheng Xiao dengan suara lirih, menatap Lian'er dengan tatapan memohon.
Lian'er menunduk, menyembunyikan kesedihan di matanya. Sebenarnya, sejak malam ketika nonanya mengetahui kenyataan pahit tentang bayi yang dikandung nya, Adipati Cheng sudah mengetahui segalanya. Pria itu jatuh sakit setelah mendengar berita itu, namun bersikeras untuk menyembunyikan penyakitnya dari Cheng Xiao. Mereka berdua sama-sama ingin merahasiakan kesedihan dan sakit mereka, tidak ingin membuat satu sama lain khawatir. Sebuah ironi yang menyakitkan.
"Baik, Nona," jawab Lian'er dengan terbata, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya. Dia tahu, menyimpan rahasia ini akan menjadi beban yang berat, tetapi dia akan melakukan apapun untuk melindungi nonanya dan Adipati Cheng.
. . .
"Saya akan menyerahkan plakat komando militer ini, demi nyawa putra saya, Yang Mulia," ujar Jenderal Tang dengan suara berat, menggema di dalam ruang baca yang megah. Wajahnya yang biasanya tegas dan penuh wibawa kini tampak lesu dan penuh penyesalan.
Kaisar, yang duduk di singgasananya yang berlapis emas, menatap Jenderal Tang dengan tatapan tajam. Dia telah memanggil Jenderal Tang untuk diinterogasi, mencari kebenaran di balik skandal yang mengguncang istana. Jenderal Tang, dengan keberanian yang tersisa, menceritakan semua yang dia ketahui, sama persis dengan apa yang telah dikatakan oleh Cheng Xiao dan bibi pengasuh Putra Mahkota. Dia mengakui bahwa dia adalah ayah dari bayi yang dilahirkan oleh Cheng Xiao.
Jenderal Tang menjelaskan bahwa Putra Mahkota Wang Yuwen yang telah memerintahkannya untuk melakukan hal itu. Namun, dia juga menekankan bahwa tidak semua kesalahan dapat dilimpahkan kepada Wang Yuwen. Cinta butanya pada Cheng Xiao-lah yang membuatnya menerima permintaan Wang Yuwen yang gila itu. Dia rela melakukan apapun demi wanita yang dicintainya, bahkan jika itu berarti mengkhianati kesetiaannya pada negara dan kaisar.
Kaisar hanya bisa menghela napas berat, merasakan beban usia dan tanggung jawabnya semakin bertambah. Sudah dua orang yang dia interogasi untuk mendapatkan keterangan, dan mereka semua mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Cheng Xiao. Awalnya, Kaisar masih meragukan perkataan Cheng Xiao, mengira wanita itu hanya cemburu karena Wang Yuwen membawa pulang seorang selir.
Namun, setelah mendengar langsung bahwa Jenderal Tang bersedia menyerahkan plakat komando militer yang sangat berharga demi bayi yang dilahirkan oleh Cheng Xiao, kini dia yakin sepenuhnya bahwa Putra Mahkota telah mempermainkan harga diri Cheng Xiao dan mempermalukan keluarga kerajaan. Amarahnya mendidih, tetapi dia berusaha menahannya.
"Zhen Fu, di mana Adipati Cheng?" tanya Kaisar dengan suara yang nyaris berbisik, memecah kesunyian di ruangan itu.
"Menjawab Yang Mulia, Adipati Cheng jatuh sakit setelah mendengar kabar buruk tentang putrinya," jawab Kasim Zhen Fu dengan nada hati-hati, menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Napas Kaisar semakin memberat, dadanya terasa sesak. Kepalanya terasa berat dengan masalah yang ditimbulkan oleh Putra Mahkota yang tidak bertanggung jawab itu. Dia merasa lelah, sangat lelah. "Kalian pergilah," usir Kaisar dengan nada lesu, melambaikan tangannya dengan lemah. Dia ingin sendiri, merenungkan semua yang telah terjadi dan mencari jalan keluar dari kekacauan ini.
. . .
Bibi pengasuh Putra Mahkota kini menangis tersedu-sedu sambil bersujud di bawah kaki Cheng Xiao, air matanya membasahi lantai kayu Paviliun Awan yang sederhana. "Putri, saya mohon, kembalilah. Yang Mulia membutuhkan Anda dan Tuan Muda," ujarnya dengan suara parau, penuh keputusasaan.
Cheng Xiao, yang tengah duduk di tepi tempat tidur sambil mengelus pipi putranya yang terlelap dengan lembut, menjawab dengan suara datar, tanpa sedikit pun emosi. "Kalian sudah menipu ku..." ujarnya dengan suara pelan dan serak, seolah berbisik pada dirinya sendiri. Matanya kosong, menatap jauh ke luar jendela, seolah mencari jawaban di langit yang kelabu.
Lalu Cheng Xiao terkekeh pahit, sebuah tawa tanpa kebahagiaan yang membuat hati Bibi pengasuh semakin teriris. "Seharusnya aku tidak mendengarkanmu untuk bertahan, Bibi. Seharusnya aku pergi, di saat aku belum merasakan kesakitan yang berujung penyesalan ini," bisiknya, suaranya bergetar menahan tangis.
Bibi pengasuh benar-benar menyesal, penyesalan yang mendalam dan tak terhingga. Dia menyesal karena sempat menahan Cheng Xiao untuk pergi, karena merasa kasihan pada Putra Mahkota dan berharap wanita itu bisa mengubahnya. Namun, penyesalannya kini hanya sebuah angan-angan kosong yang tak mungkin terwujud. Wanita yang dulu ceria dan penuh semangat itu sudah hancur, hatinya remuk redam, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
semangat up nya 💪
semangat up lagi 💪💪💪
Semangat thor 💪