《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Dua minggu setelah kejadian di apartemen William, selama itu juga William menghindari Nozela. Dia masih aktif kuliah dan menjemput Clarissa, namun saat melihat Nozela dia segera pergi. Sebisa mungkin dia tak bertemu atau berbicara dengan sahabat kecilnya itu. William masih marah saat kembali mengingat perkataan Nozela untuk tak mencampuri urusan gadis itu.
Namun, Nozela tetaplah Nozela. Dia tak pantang menyerah untuk mendapatkan maaf dari William. Dia bahkan rela mendatangi rumah hingga apartemen William setiap harinya sambil membawa udang asam manis kesukaan William. Tapi usahanya sia-sia, William bahkan tak mau menemuinya.
"Mau udangnya nggak?"
Pertanyaan Leon membuyarkan lamunan Nozela, dia menoleh lalu menggeleng pelan.
"Buat kamu aja." Ucap Nozela.
Leon menghembuskan nafasnya, dia merasa akhir-akhir ini kekasihnya seperti memiliki beban hidup yang sangat berat.
"Dimakan dong pastanya, jangan dimainin aja." Tegur Leon.
Nozela lagi-lagi hanya tersenyum lalu menyendok pasta dipiring lalu memakannya.
Saat ini mereka berdua sedang dinner di restoran, Leon sengaja memesan ruang VIP agar privasi keduanya terjaga.
"Kamu masih marahan sama William?" Tanya Leon.
Gerakan tangan Nozela terhenti, dia mendongak menatap kekasihnya yang sedang menatapnya intens.
Nozela mengangguk. "Iya."
Leon mengangkat tangannya lalu mengenggam tangan Nozela. Dia dapat melihat pancaran sedih diiris coklat kekasihnya. Sebenarnya dia senang jika Nozela berantem dengan William, karena dengan begitu dia tak repot-repot merasa cemburu dan kesal dengan kedekatan mereka. Namun, melihat Nozela yang seperti tak memiliki semangat dia juga merasa kasihan.
"Separah itu?"
Nozela meletakkan garpunya. "Aku juga nggak tau Le."
Leon lekas bangkit dari duduknya lalu memeluk Nozela. Dia tak suka melihat wajah sedih dari kekasihnya.
"Kamu tenang aja, nanti aku bantu buat ngomong sama William."
Nozela memeluk pinggang Leon dengan erat, dia menyembunyikan wajahnya di perut kekasihnya.
"Makasih ya."
Leon masih mengelus rambut pendek Nozela, namun tatapannya berubah menajam.
"Gue benci sama lo, tapi gue juga nggak suka cewek gue sedih gara-gara lo sat." Batin Leon geram.
"Kita lanjut lagi makannya ya."
Nozela mendongak lalu mengangguk. Leon segera kembali ke kursinya lalu melajutkan makan malam mereka yang tertunda.
Di kediaman Jasper, semua anggota sedang makan malam bersama termasuk William.
"Mau tambah udangnya Liam?" Tanya Mona.
William menggeleng.
"Sudah beberapa hari Nozela kesini, kenapa kamu nggak nemuin dia?" Tanya Jimy.
William hanya mengedikkan bahunya acuh, dia masih fokus pada makanan di piringnya.
"Kak Liam marahan sama kak Ojel, makanya dia nggak mau nemuin kak Ojel." Jawab Luna.
"Bocil tau apa sih?"
Luna mendengus kasar. "Kakak kali yang bocil, marahan lama amat."
"Sudah, sudah. Nggak baik bertengkar di depan makanan." Lerai Mona.
William menjulurkan lidahnya pada Luna membuat Luna memelototkan matanya.
"Kalau ada masalah diselesaikan baik-baik, kalau kamu menghindar terus, kapan masalahnya akan selesai?" Tegur Jimy.
"Iya ya." Jawab William cuek.
"Lagian apa sih masalah kalian? Mamah baru kali ini loh lihat kalian marahan lama banget."
"Nggak papa mah." Ucap William.
"Besok segera selesaikan masalah kalian, papah kasihan lihat Nozela setiap hari kesini tapi kamu cuekin."
William hanya mengangguk sebagai jawaban. Dalam hatinya, dia sedikit tersentil oleh ucapan Jimy. Sejujurnya dia masih kesal dengan Nozela, maka dari itu dia selalu menghindari bertemu dengan Nozela.
●
Leon berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana, tatapannya datar dan pandangannya lurus kedepan. Saat ini dia tengah berjalan sendiri di fakultas teknik untuk menemui William.
"Ada yang lihat William?" Tanya Leon.
"Di kantin." Jawab beberapa mahasiswa.
Leon mengangguk, dia segera pergi menuju kantin seperti yang dikatakan cowok tadi. Saat sampai di kantin, matanya mengedar mencari William.
"Dimana b4jing4n itu?" Gumam Leon.
Saat melihat searah jam empat, dia melihat William tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Tanpa pikir panjang, Leon segera menghampiri meja mereka.
Brak!!
"Santai anj1ng." Pekik Lego.
Leon segera mencengkeram kerah kemeja William dan menatapnya dengan tajam.
"Apa-apaan lo, hah?"
Archen mencengkeram bahu Leon, berusaha memisahkannya dengan William.
"Diam! Ini urusan gue sama si brengsek ini!" Seru Leon.
William memberikan kode anggukan kepala pada Archen dan Lego. Dia segera berdiri dan menepis kasar tangan Leon dari kerahnya.
"Ada urusan apa lo sama gue?" Tanya William dingin.
"Gue peringatin lo sat, jangan diemin Nozela lagi." Ucap Leon dengan tajam.
William tersenyum smrik. "Apa urusannya sama lo?"
Leon mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengetat seiring emosi yang mulai menguasainya.
"Nozela cewek gue, dan gue nggak suka lihat dia sedih gara-gara lo!" Tunjuk Leon di depan wajah William.
Plak!
William mengampar tangan William dengan kasar. "Jauhin tangan kotor lo."
"Bajing4n."
Leon mengangkat tinjunya, dia mulai terpancing dengan kata-kata William. Dengan cepat Archen dan Lego memisahkan keduanya.
"Santai, 4njing. Jangan main kekerasan di kandang lawan, kalo lo masih mau selamat keluar dari sini." Ucap Lego sambil menahan Leon.
Leon melepaskan rangkulan Lego dengan kasar. "Kalo lo masih diemin Nozela, awas lo." Ancam Leon. Dia segera pergi dari sana.
William menatap datar kepergian Leon, dia membenarkan bajunya yang kusut lalu kembali duduk. Archen dan Lego saling tatap lalu menatap William yang terlihat murung.
"Gue cabut." Ucap William lalu mengambil tasnya dan pergi.
William berjalan menuju parkiran kampus, dia masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan mobilnya meninggalkan kampus. Pikirannya mulai berkecamuk antara rasa bersalah dan kasihan.
"Tck, gue harus bicara sama Ojel."
William menekan pedal gasnya menuju kediaman Nozela. Beberapa menit kemudian, mobil William berhenti di depan gerbang besar kediaman Nozela. Seorang satpam segera membukakan gerbang, William membuka jendela mobilnya lalu tersenyum.
"Ojel ada pak?"
"Ada den, non Ojel belum lama pulang dari kampus."
William mengangguk lalu mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah Nozela. Setelah memarkirkan mobilnya, dia keluar dan masuk ke dalam rumah.
"Ojel dimana bik?"
"Di atas den."
William segera menaiki anak tangga lalu menuju kamar Nozela. Tanpa mengetuk pintu lebih dulu, William masuk begitu saja.
"Ahh, payah kalian." Ucap Nozela sambil memainkan stik gamenya.
William berdiri di depan pintu, dia tersenyum melihat Nozela yang sedang asik memainkan game online. Perlahan dia menutup pintu kamar Nozela, berjalan mengendap-endap dan duduk tepat di belakang Nozela.
"Huft, capek banget anjir." Nozela menghela nafas pelan, dia melepaskan earphone yang semula di pakainya.
Saat hendak mengambil ponsel di sebelahnya, dia dikejutkan oleh sebuah pelukan dari belakang. Sepasang tangan melingkari perutnya yang ramping, dari parfumenya dia sudah bisa menebak siapa yang tengah berada di belakangnya saat ini.
Nozela perlahan menolehkan kepalanya, matanya bersitatap dengan mata William yang menatapnya tanpa kedip.
"Liam." Ucap Nozela lirih.