Dokter Cantik milik tuan mafia...
Di tengah malam yang sunyi dan hujan yang tak henti mengguyur kota, Flo seorang dokter muda yang baru saja di pindah tugaskan dari rumah sakit besar ke klinik kecil pinggiran kota, tanpa sengaja menemukan seorang pria tergeletak di tepi jalan bersimbah darah namun masih bernapas.
Pria itu misterius tanpa identitas jelas, hanya mengenakan jaket kulit hitam yang robek di bagian bahu, dan luka tembak di sisi tubuhnya, masih berdarah. Dengan naluri seorang dokternya meronta, dan tak bisa tinggal diam.
Flo membawanya ke rumahnya karena saat itu klinik tempat ia bekerja sudah tutup.Flo pun menolongnya.
sepanjang malam, ia hanya bisa menahan napas di antara rasa takut dan tanggung jawab.
Namun, siapa sangka, pria itu bukan orang biasa. Namanya Gilhan Alfaro seorang mantan agen intel yang kini diburu oleh orang-orang dari masa lalunya.
Luka yang ia bawa bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya yang penuh rahasia, dendam, dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21 partner seperjuangan...
Gilhan merasa dikhianati..
Tatapannya tajam ke arah Riko, sungguh Gilhan tak pernah percaya jika orang yang pernah ia selamatkan bahkan kini menusuknya dari belakang. Dengan amarah dan emosi yang menguasai Gilhan menarik kerah baju Riko dan mengangkatnya hingga pria itu menatap langsung ke matanya. "Kalau ini dunia lama, mungkin aku udah buang kau ke laut malam ini. Tapi aku bukan lagi orang yang sama.!"katakan Gilhan lalu mendorong Riko ke dinding dengan keras.
Riko terbatuk, tapi Gilhan tak menunjukkan belas kasihan.
"Mulai sekarang…anggap saja kita tidak pernah bertemu sebelumnya.dan kau bukan bagian dari kami.
Tapi sebelum aku melepaskan mu, kau akan tahu bagaimana rasanya dikhianati.!'
Gilhan mendekatkan wajahnya ke Riko, suaranya pelan tapi tegas.
"Kau akan jadi umpan. Mereka pikir kau masih di pihak mereka, bukan? Kita akan pakai pengkhianatan mu untuk menjatuhkan mereka."ucap Johan tersenyum penuh arti.
Mata Riko membesar. "Umpan…? Apa maksudmu?"
"Kael dan Damar percaya sama informasi mu. Kita biarkan mereka percaya itu. Kau akan kasih mereka lokasi palsu—tempat yang sebenarnya sudah ku pasang jebakan. Dan kalau kau coba kabur…" Gilhan mendekat lebih jauh, dan berbisik, "kau akan lebih dulu mati sebelum mereka sempat menyentuhmu."
Riko terdiam.
Saat ini sungguh tak ada pilihan lain baginya... Ia sadar ini balasan atas pengkhianatan nya.
Flo maju mendekat. "Riko… aku harap kau sadar.
Sekali lagi kau pilih jalan yang salah, Gilhan nggak akan segan. Dan aku pun tidak."
Air mata menetes di pipi Riko. "Aku… aku akan lakukan apa saja. Aku nggak akan lari lagi." Ucap riko dengan suara lemah.
Gilhan melepaskan ikatan tangannya, tapi tidak menghapus ancaman dari matanya.
"Kau bukan lagi kawan ku, Riko… tapi kau punya satu kesempatan terakhir. Gunakan itu. Atau kau akan menyesal."
Malam itu, rencana mereka dimulai.
Riko akan menjadi umpan palsu untuk Kael dan pasukannya. Sementara itu, Gilhan dan Flo menyiapkan tempat pertemuan di gudang pelabuhan lama,bukan untuk berdamai, tapi untuk memberi pelajaran yang lebih besar kepada musuh.
Dan bagi Riko, ini bukan sekadar rencana. Ini adalah penebusan atau akhir.
Malam itu, langit kota Salera dilapisi kabut tipis, menyelimuti persembunyian mereka yang tersembunyi di tepi pelabuhan tua.
Di balik tembok gudang yang remang, terdengar suara tembakan pendek yang menggema, disusul suara peluru menembus kaleng logam.
Gilhan berdiri di belakang Flo memperhatikan setiap gerakan gadis itu.
Tangannya yang dulu gemetar ketika memegang senjata, kini mantap menekan pelatuk pistol yang ia pegang.
"Bagus,"ujar Gilhan dengan nada tenang.
"Peganganmu udah nggak goyah lagi. Fokus mu makin kuat." puji Gilhan mengakui ketangkasan Flo yang cepat dalam belajar.
Flo menurunkan pistolnya, menarik napas dalam.
Wajahnya masih dilapisi sedikit debu dan peluh, tapi sorot matanya berbeda lebih tajam dari sebelumnya.
Dulu aku pikir aku nggak akan pernah sanggup…"ucapnya pelan.
Gilhan menatapnya dengan senyum tipis.
"Orang nggak dilahirkan kuat, Flo… mereka dipaksa untuk jadi kuat oleh keadaan...!"
Beberapa hari terakhir Gilhan sengaja melatih Flo dengan keras,bukan hanya menembak, tapi melatih refleks dan teknik bertahan.
Gudang itu kini menjadi semacam markas kecil tempat mereka memperkuat diri.
Malam itu Gilhan melemparkan sebilah pisau latihan ke tanah di depan Flo
"Angkat.!" Flo ragu sejenak, tapi kemudian mengambilnya.
"Sekarang, serang aku."
"Ap…-- apa?"
"Kau pikir musuh bakal nunggu kau siap?! Ayo, cepat.!!"
Meskipun awalnya ragu, namun kini terlihat Flo menggenggam pisau dan maju dengan hati-hati. Gilhan menghindar dengan mudah, menggenggam pergelangan tangannya dan memutar tubuh gadis itu hingga terjatuh ringan.
Lawan bukan cuma soal tenaga. Ini soal ketenangan."
Ujar Gilhan menunduk menatapnya.
"Sekarang bangkit. Coba lagi.!"
Kali ini, Flo bergerak lebih cepat, tidak hanya menusuk membabi buta.
Ia mulai membaca gerak tubuh Gilhan dan meski belum sempurna, Gilhan tersenyum karena ia melihat potensi besar dalam diri gadis itu.
Setelah beberapa kali percobaan, Gilhan mengakhiri sesi latihan dengan satu pelajaran terakhir malam itu.
Ia menyerahkan pistol kecil pada Flo.
"Senjata ini bukan permainan,flo Kalau kau nggak yakin, jangan tarik pelatuknya."
Vierra mengangguk, menggenggamnya dengan mantap.
"Tapi kalau mereka datang dan mengancam hidupmu…"
Gilhan mendekat dan menatapnya lurus. "…maka jangan ragu."
Vierra menatapnya kembali dengan sorot mata yang berbeda dari gadis yang ketakutan dulu, Kini ada nyala keberanian di dalam diri nya. dan diam-diam iapun sangat menyayanginya.
"Aku nggak akan lari lagi, Han... Kalau mereka datang, aku akan melawan."ucapnya mantap.
Gilhan mengangkat alis, lalu tersenyum tipis. "Itu yang aku tunggu."
Malam semakin larut. Setelah latihan, Flo duduk di tangga besi kecil di luar gudang sambil menatap langit malam.
Gilhan menyusulnya, dan duduk di sampingnya.
"Kau tahu," katanya pelan.
"aku dulu juga sama, Takut,lemah tapi ketakutan itu yang bikin aku terus belajar."
"Hhmmff...
Flo menghela napas panjang. "Mungkin aku masih takut. Tapi sekarang aku tahu… aku punya sesuatu yang harus ku lindungi."kata Flo o dengan suara lirih.
Gilhan melirik gadis itu. Dalam diam, ia sadar Flo bukan lagi gadis yang harus ia lindungi… tapi seseorang yang siap bertarung bersamanya.