Senja merasa menderita dengan pernikahan yang terpaksa ia jalani bersama seorang CEO bernama Arsaka Bumantara. Pria yang menikahinya itu selalu membuatnya merasa terhina, hingga kehilangan kepercayaan diri. Namun sebuah kejadian membuat dunia berbalik seratus delapan puluh derajat. Bagaimana kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
Pemotretan akhirnya selesai menjelang sore. Lampu-lampu studio satu per satu dimatikan, dan suasana butik kembali tenang. Senja melepas gaun pengantin dengan hati-hati, lalu kembali mengenakan pakaiannya sendiri. Begitu keluar dari ruang ganti, Rara sudah menunggunya dengan segelas air putih di tangan.
“Wah, kamu udah kayak model profesional aja,” puji gadis itu sambil tersenyum lebar.
Senja tertawa kecil, pipinya sedikit memerah. “Alhamdulillah, lumayan, Ra. Siapa tahu suatu saat nanti aku beneran bisa jadi model,” katanya sambil meneguk air itu pelan.
Rara mendekat, menatap Senja dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. “Eh, ngomong-ngomong… tadi Saka kenapa bisa sampai ke sini? Dia pasti kaget banget lihat istrinya pakai gaun pengantin di depan kamera.”
Senja menarik napas pelan. “Iya, aku juga heran. Tapi kok dia bisa tahu, ya?”
Rara menutup mulutnya, lalu tergelak. “Hahaha! Aku yang posting di status WA kamu.”
Senja spontan menatap sahabatnya dengan mata membulat. “Apa? Jadi kamu yang...”
“Hmm, pantesan dia tahu,” gumamnya akhirnya, menggeleng dengan senyum campur kesal.
Rara menyenggol lengannya nakal. “Cieee… langsung didatengin sama Pak Suami, ya.”
Senja pura-pura manyun. “Iya, dan dia nyuruh aku pulang. Katanya keluarganya gak suka kalau ada anggota keluarga yang jadi model atau publik figur.”
“Terus kamu jawab apa?” tanya Rara penasaran.
Senja mengangkat bahu santai. “Ya aku bilang aja aku gak peduli. Aku nyuruh dia pulang sendiri. "
Rara langsung mengacungkan jempol tinggi-tinggi. “Nah! Bagus itu! Sesekali kamu harus nunjukin sisi tegasmu. Jangan mau terus disetir.”
Senja hanya terkekeh kecil, tapi di balik tawanya, masih ada sisa perasaan aneh yang tak ingin ia akui,antara kesal dan… sedikit bersalah.
Rara mendekat lagi, menurunkan suaranya. “Hmm, sekarang aku gak penasaran lagi sama Saka. Tinggal satu yang belum terjawab…” katanya penuh arti. “Kira-kira mas duda itu bakalan nyamperin kamu gak, ya?”
Senja memutar bola matanya sambil tertawa. "Kenapa? kamu juga penasaran dengan sosok mas Duda?''
Tanpa malu malu Rara mengangguk cepat.
“Kalau kamu mau ketemu mas duda, yuk, kita ke supermarket sebelah pulang kerja nanti!” ujarnya menggoda.
Rara langsung bersorak kecil, matanya berbinar. “Serius? Wah, ayo dong! Siapa tahu jodohku nyelip di lorong Supermarket!"
Senja tertawa keras kali ini, menepuk bahu sahabatnya. Suasana pun cair kembali, tawa mereka memenuhi ruangan yang beberapa jam lalu sempat tegang oleh kehadiran Saka.
Namun jauh di dalam hati Senja, ada sesuatu yang masih bergetar halus, bayangan tatapan suaminya di butik tadi, tatapan yang entah kenapa sulit ia lupakan.
Matahari sudah mulai condong ke barat. Senja dan Rara berjalan beriringan menuju supermarket di sebelah butik. Rara menggandeng tangan Senja dengan riang, seperti anak kecil yang sedang diajak bermain.
“Yuk cepet, aku pengen lihat ‘mas duda’ kamu itu,” bisik Rara geli.
Senja terkekeh, menepuk bahu sahabatnya. “Mas duda apaan, sih. Jangan ngomong sembarangan nanti orang denger!”
“Lah, kan bener,” jawab Rara santai. “Dia duda, kamu pernah satu mobil sama dia, dan... aku tahu kalian pernah saling tatap lebih dari tiga detik. Itu sudah masuk kategori chemistry!”
Senja langsung menunduk menahan tawa. “Kamu tuh kebanyakan nonton drama!"
Begitu mereka masuk ke dalam supermarket, hawa dingin dari pendingin ruangan langsung menyergap. Di antara rak-rak penuh barang, Senja mendorong troli sementara Rara sibuk mengambil camilan, sesuai dengan yang mereka rencana kan. "
"Tante!" suara cempreng memanggilnya
Senja spontan menoleh. Dadanya berdegup pelan.
Di sana, berdiri Zein dengan kemeja putih sederhana dan ekspresi tenang seperti biasa, sambil menggandeng Ifa.
"Hai, Ifa!"
Rara menoleh cepat ke arah Senja, lalu berbisik antusias, “Itu mas Zein?"
Senja membalas dengan anggukan.
Zein mendekat membuat mereka berdua jadi gugup
“Eh... Mas Zein,” sapa Senja agak gugup. “Lagi belanja juga?”
Zein tersenyum tipis. “Iya, seperti biasa, ke sini cuma mau beli mainan untu Ifa."
Rara langsung menyelip di antara mereka, penuh percaya diri. “Halo, Mas Zein! Aku Rara, sahabatnya Senja. Wah, kebetulan banget ketemu di sini. Hehehe.”
Zein menatap Rara sekilas sambil tersenyum sopan. “Oh, iya. Salam kenal.”
Rara dengan cepat menepuk bahu Senja dan berbisik pelan, “Aku di bagian buah dulu, ya…” lalu meninggalkan mereka berdua dengan senyum menggoda.
Kini hanya ada Senja, Zein dan putrinya berdiri berhadapan di antara rak minuman.
Beberapa detik keheningan terasa canggung.
“Aku… lihat status kamu tadi,” ujar Zein tiba-tiba, suaranya menurun.
Senja menatapnya dengan bingung. “Status?”
Zein menunduk sedikit, menatap wajah Senja yang tampak lelah namun tetap memesona. “Kamu cantik banget di foto itu. Aslinya pasti lebih cantik lagi. "
Senja tertegun. Ia tak menyangka akan mendengar pujian sejujur itu dari Zein.
“Oh, itu cuma pemotretan iseng, Mas. Tante Rere butuh model pengganti.”
Zein mengangguk pelan, tapi tatapan matanya tak bisa disembunyikan, ada sesuatu di sana, semacam kekaguman yang ia coba tekan.
“Kalau orang lain nggak tahu, bisa salah paham, lho,” katanya lembut. “Aku aja sempat pikir… kalian mau nikah lagi.”
Senja tersenyum tipis. “Aku juga kaget, padahal aku merasa gak bikin status, ternyata Rara yang iseng. "
Zein menatapnya lama sebelum berkata
Senja menoleh ke arah suara itu, lalu kembali menatap Zein.
“Aku… duluan, ya, Mas. Ifa! Dadah," ujarnya sambil melambaikan tangan.
Zein hanya menatap punggungnya yang menjauh, lalu tersenyum samar.
Rara masih saja menoleh ke arah lorong tempat Zein tadi berdiri, seolah matanya enggan lepas dari sosok pria itu.
“Ya ampun, Sen... aku nggak nyangka. Mas Zein itu gantengnya bukan kaleng-kaleng, auranya tenang tapi... karismanya tuh kayak magnet! Aku aja sampai deg-degan pas dia liat ke arahku barusan.”
Senja nyengir, menahan tawa sambil mengambil beberapa barang dari rak.
“Halah, lebay kamu. Baru lihat sebentar aja udah jatuh cinta. Kamu tuh gampang banget terpesona, Ra.”
“Lho, tapi beneran lho, Sen,” Rara menepuk dada sendiri. “Rasanya tuh... cling! langsung nancep di hati. Kalau dibanding Saka, duh, maaf ya, aku sih pilih Mas Zein. Saka tuh ganteng, tapi... ya gitu, terlalu ‘aman’ di mata. Nggak bikin jantung berdebar.”
Senja menoleh spontan, tertawa terbahak. “Kalau kamu sampai deg-degan lihat suamiku, itu tandanya ada bibit pelakor dalam dirimu, Ra.”
Rara langsung menutup mulut sambil tertawa keras. “Astaga! Nggak mungkin! Aku kan cuma kagum, bukan mau rebut. Tapi sumpah deh, kamu tuh dikelilingi dua tipe pria menarik banget. Yang satu dingin dan berwibawa, yang satu, ya, suamimu itu berjiwa muda tapi nyebelin banget.”
Mereka tiba di parkiran. "Udah ah, aku gak sabar lihat mas Saka, pulang ke rumah, kira kira masih marah gak, ya?"
"Lagi ngambek kali," Sahut Rara.
lalu Rara mengantar Senja pulang. Dan apakah yang terjadi setelah Senja tiba di rumah?
Jangan lupa dukung author ya, dengan like, komen, vote biar author semangat lagi.
ku rasa jauh di banding kan senja
paling jg bobrok Kaya sampah
lah ini suami gemblung dulu nyuruh dekat sekarang malah kepanasan pakai ngecam pula
pls Thor bikin dia yg mati kutu Ding jangan senja
tapi jarang sih yg kaya gitu banyaknya gampang luluh cuma bilang i love you