Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyesal menikah denganmu
Ramon menghela napas panjang, telingannya berdenging dan emosinya kian memuncak saat Olivia terus mencecarnya pertanyaan padahal ia baru tiba di rumah. Bahkan belum duduk atau meneguk air putih. Ia melepas kasar dasi yang berhasil terlepas, melemparnya ke sofa bersamaan dengan tas kerjanya.
Berusaha menghiraukan pertanyaan Olivia bak kicauan burung.
"Mas jawab aku! Benar berita tentang penurunan jabatan kamu itu? Kok kamu biarkan Diandra menang sih. Itu kan perusahaan kamu!" ucap Olivia terus mengikuti Ramon sampai ke dapur.
"Apa mas masih mencintainya sehingga membiarkan dia menguasai hartamu?"
"Cukup Olivia!" bentak Ramon dengan tatapan tajamnya. "Aku baru pulang seharusnya sebagai istri tawarkan minum atau bertanya apakah aku baik-baik saja setelah penurunan jabatan!"
"Jawab aku dulu!"
"Benar jabatan aku turun. Ini semua karenamu. Andai saja kamu nggak goda aku dan selingkuh dari Diandra, semuanya nggak akan seperti ini!" Ramon menuding Olivia, membuat wanita itu terpaku di tempatnya.
"Kamu menyesal menikah denganku?"
"Ya!" balas Ramon dan masuk ke kamar.
Tepat saat pintu kamar tertutup, pecahan kaca terdengar disertai teriakan histeris Olivia. Sorot matanya sangat tajam, seolah menyimpan dendam dilubuk hatinya.
"Diandra lagi Diandra lagi. Kapan wanita itu enyah dari hidupku!" teriak Olivia.
Sedangkan yang menjadi bahan pertengkaran Ramon dan Olivia tengah bersantai di balkon kamarnya di temani susu hangat buatan sendiri. Ia sedang maskeran sambil membaca laporan perusahaan yang tidak begitu ia mengerti.
Hatinya memang terluka, tetapi pikirannya semakin tenang usai pisah rumah dengan suami dan mertuanya.
Ekor mata Diandra mendapati ponselnya menyala beberapa kali, karena penasaran ia pun menyudahi kegiatannya dan memeriksa ponsel.
Bu gulu sibuk?
Bu gulu mau main sama Bian?
Bu gulu Bian kangen
Spam pesan suara dari kontak Gerald berhasil menerbitkan senyum di bibir Diandra.
Maaf ya Bian, bu guru hari ini sibuk. Nanti ketemunya hari minggu. Kita jalan bareng.
Benal ya bu gulu
Iya Sayang
Diandra terkesiap saat pesan suara itu berubah menjadi panggilan. Meski begitu ia tetap menjawabnya.
"Maaf karena menganggu waktu istirahat bu Diandra. Saya nggak tau kalau Bian memainkan ponsel saya untuk menghubungi ibu."
"Nggak apa-apa Pak, lagian saya nggak terganggu."
"Terimakasih atas pengertiannya Bu."
"Sama-sama Pak."
Usai panggilan terputus, Gerald menatap putranya yang duduk di ranjang. Ekpresi tanpa rasa bersalah itu bukannya membuat kesal malah mengemaskan di matanya.
"Lain kali Bian nggak boleh spam chat ke bu guru."
"Iya ayah." Abian menganggukkan kepalanya. Pandangannya terus mengikuti kemana Gerald berjalan yang hanya mengenakan handuk sampai betis tanpa baju. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi.
Refleks tangan anak kecil itu menyingkap bajunya dan memperhatikan perutnya yang tidak seperti ayahnya.
"Pelut Bian kayak bakpau," gumamnya dengan pipi mengembung.
"Ayah."
"Hm."
"Bu gulu boleh tinggal sama Bian?" Berjalan menghampiri ayahnya yang telah lengkap dengan setelan piyama tidur seperti Abian.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Karena bu guru bukan keluarga kita, dia bukan ibu Bian."
"Telus ibu Bian mana?"
"Memangnya Buna nggak cukup untuk Bian, sampai cari ibu?"
Abian dan Gerald menoleh ke sumber suara. Gerald tersenyum mendapatkan kedipan mata dari adiknya. Grace selalu mengerti suasana hatinya jika Abian membahas tentang ibu. Sejak beberapa bulan lalu, Abian mulai mempertanyakan sosok ibu padanya dan Gerald tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa.
"Buna sibuk pacalan sama om Ansen."
"Benar kamu pacaran sama Hansen?"
"Nggak." Grace mengelengkan kepalanya cepat.
.
.
.
.
.
Maaf ya ibu bucin up seadanya hari ini. Semoga besok mood nulisnya balik biar bisa nulis panjang.
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣