Nayla Marissa berpikir jika pria yang dikenalnya tanpa sengaja adalah orang yang tulus. Pria itu memberikan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa sehingga Nayla bersedia menerima ajakan menikah dari pria yang baru berkenalan dengannya beberapa hari.
Setelah mereka menikah, Nayla baru sadar jika dirinya telah dibohongi. Sikap lembut dan penuh kasih yang diberikan suaminya perlahan memudar. Nayla ternyata alat buat membalas dendam.
Mampukah Nayla bertahan dan menyadarkan suaminya jika ia tak harus dilibatkan dalam dendam pribadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Kavi tak dapat mencegah langkah kaki istrinya karena sedang berada di rumah sakit dan tentunya ia tak mau menjadi pusat perhatian apalagi istrinya itu sedang hamil.
Langkah keduanya berhenti di salah satu ruangan rawat inap. Nayla bergegas masuk, membuat penghuni kamar mengalihkan pandangannya kepadanya.
"Nayla!" Yuna menoleh dan tersenyum bahagia akhirnya dapat bertemu lagi dengan putrinya.
"Papa, Mama!" Nayla melangkah lebar mendekati keduanya lalu memeluknya.
"Nayla, kami merindukanmu. Kenapa tidak pernah mengunjungi kami?" tanya Yuna setelah melepaskan pelukannya.
"Suamiku sangat sibuk, Ma. Jadi, dia tidak memiliki waktu untuk menemani aku menemui kalian," jawab Nayla berbohong.
"Dita bilang kamu tidak melanjutkan kuliah lagi, apa itu benar?" tanya Yuna lagi.
"Iya, Ma. Aku sangat bosan kuliah," jawab Nayla beralasan.
Yuna pun paham.
"Apa yang terjadi dengan Papa, Ma?" Nayla mengarahkan pandangannya kepada ayahnya.
"Papa mengalami serangan jantung, makanya dilarikan ke rumah sakit," jelas Yuna.
"Ya ampun, Pa. Kenapa jadi sakit-sakitan begini?" Nayla duduk di samping ayahnya.
"Papa sudah tua, apalagi kamu tidak pernah mengabarkan kami. Jadi, Papa selalu kepikiran kamu," ujar Andreas dengan nada lemah.
"Maafkan aku, Pa. Aku janji akan selalu mengabarkan keadaanku," kata Nayla.
"Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Yuna kepada putrinya.
"Kami baru menemui dokter kandungan dan aku hamil," jawab Nayla tersenyum.
Mendengar kabar bahagia itu membuat kedua orang tuanya Nayla juga merasa senang.
"Selamat, ya, Nak!" Yuna kembali memeluk putrinya.
"Pa, Ma, sudah malam. Kami mau pamit pulang!" Kavi memotong percakapan antara anak dan orang tua itu.
"Aku baru sebentar bertemu mereka!" Nayla tampak kecewa karena pertemuannya dengan orang tuanya sangat singkat.
"Besok lagi, kita ke sini!" janji Kavi.
"Benarkah? Kamu tidak berbohong, 'kan?" tanya Nayla memastikan.
"Aku janji, besok kita kembali lagi ke sini!" jawab Kavi.
Nayla akhirnya pamit pulang, Kavi tak ingin istrinya itu terlalu banyak bicara dan membongkar alasannya menikahinya.
***
Esok paginya, setelah sarapan Nayla sudah berpakaian rapi. Ia menemui suaminya dan meminta pria itu mengantarkannya ke rumah sakit.
"Kamu tidak boleh ke mana-mana!" kata Kavi.
"Bukankah kamu sudah berjanji akan mempertemukan aku dengan kedua orang tuaku?" Nayla menagih janji suaminya.
"Aku berubah pikiran, aku tidak mau kamu memberitahu mereka," ucap Kavi memberikan alasan.
Nayla tersenyum getir.
"Aku mau berangkat ke kantor, kamu tetap di rumah!" kata Kavi kemudian berlalu.
Nayla meremas kedua tangannya karena menahan rasa kesal.
Sejam selepas Kavi berangkat ke kantor, rumah Nayla kedatangan tamu tak diundang yaitu Dhea dan Laura.
"Kavi tidak di rumah, lebih baik kalian berdua pulang saja!" ucap Nayla mengusir kedua tamunya.
"Kami ke sini tidak ingin bertemu Kavi, tetapi kami mau bersilaturahmi dengan kamu!" kata Laura.
"Aku tidak mau berbicara dengan siapapun hari ini," ucap Nayla lagi.
"Harusnya kamu sadar diri, Kavi terpaksa menikahimu karena ingin membalas dendam," ujar Laura.
"Iya, aku memang sadar diri. Makanya, aku ingin berpisah dari Kavi. Tapi, dia tidak mau meninggalkan aku dan memilih mempertahankan aku. Menurutku, dia sebenarnya sangat mencintaiku. Jadi, alasan dendam hanya untuk mengalihkan perhatiannya kepadaku," kata Nayla tersenyum.
"Kamu dan ibumu sama saja!" tuding Dhea.
Nayla tertawa mendengar tudingan kakak iparnya.
"Benar, Kak. Dia dan ibunya sama saja, suka merebut sesuatu yang menjadi milik orang lain!" sahut Laura.
"Jaga mulut kalian berdua!" sentak Nayla.
"Mamaku tidak seperti itu!" lanjutnya berkata dengan tegas.
"Ibumu yang sudah menghancurkan hidupku!" ucap Dhea.
"Oh, aku jadi tahu mengapa Kavi begitu dendam kepada keluargaku. Ternyata, Kakaknya yang sudah mencuci isi kepalanya agar membenci orang lain!" terka Nayla menyimpulkan alasan suaminya menikahinya.
"Ya, kamu benar. Kavi sangat menyayangi aku, makanya dia mendengar semua ucapan aku!" kata Dhea.
"Aku akan memberitahu Kavi hal ini!" ucap Nayla mengancam.
"Kavi tidak mungkin mendengarkanmu!" kata Dhea lagi.
"Benarkah?" Nayla menatap dengan senyuman seringai.
Merasa dirinya dihina dengan senyuman yang dilemparkan Nayla, Dhea yang masih menyimpan dendam dengan orang tuanya Nayla mendorong wanita itu.
Nayla yang tak mampu menjaga keseimbangan lantas terjatuh ke lantai dan memekik terkejut.
"Nayla!!"