Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.
Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.
Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 17.
Suasana rumah semakin hari kian hangat. Raisa mulai pulih, meski sesekali sikapnya masih membuat khawatir. Rendra melarang siapa pun membicarakan masa lalunya, apalagi tentang Rio atau keluarganya.
Hari-hari, mereka bertiga hidup rukun. Ibarat kata jika ada poligami menyenangkan, itu lah mereka. Rendra memperlakukan Raisa penuh kelembutan sebagai keluarga, sementara perhatian lebih sering ia tujukan pada Arsyi.
Kadang Rendra akan memasak makan malam dengan tangannya sendiri, lalu memaksa Arsyi duduk menemaninya... hanya makan malam berdua. Kadang sepulang kerja ia membawa bunga mawar merah untuk Arsyi, sementara untuk Raisa ia bawakan sekotak cokelat penuh kesukaan wanita itu.
Baby Aidan pun tak lagi dipandang asing olehnya, kini Rendra menganggap anak itu darah dagingnya sendiri. Saat menggendongnya, ia selalu berbisik hangat.
“Tidak peduli siapa ayahmu, Nak. Saat ibumu melahirkanmu, dia adalah istriku. Jadi kau… anakku.”
Akhirnya, Rendra membuka hatinya untuk baby Aidan. Tidak ada lagi kemarahan yang ia pendam. Bayi kecil itu memang tidak bersalah, apa pun kenyataan yang mungkin terbukti suatu hari nanti. Bahkan jika benar Aidan adalah anak kandung Jerry, bukan berarti bayi itu pantas menerima penolakan darinya.
Yang Rendra lihat kini hanyalah seorang bayi mungil yang butuh kasih sayang dan perlindungan. Untuk pertama kalinya, ia merasa tenang saat menatap mata polos anak itu.
Seminggu setelah sidang Arsyi, berkat kuasa yang dimilikinya Rendra berhasil mengantongi akta cerai Arsyi dan Fajar.
Rendra menyerahkan akta cerai itu pada Arsyi. “Sekarang kau resmi bebas dari Fajar. Besok ada pesta perusahaan, aku ingin kau datang denganku. Fajar dan istri barunya, juga akan hadir. Kau bisa menunjukkan padanya, kalau hidupmu jauh lebih baik. Bahkan kalau perlu... kau bisa mengaku sebagai calon istriku. Tidak ada yang tahu aku menikah dengan Raisa, hanya keluarga Rio yang tau... dan mereka tidak akan berani datang.”
Arsyi tertegun. “Kenapa saya harus berpura-pura jadi calon istri Tuan?”
Rendra menarik napas panjang, menahan diri. “Arsyi… tak pernahkah ada laki-laki yang memberimu bunga, memasakkanmu makanan atau memperlakukanmu seperti yang aku lakukan? Tidakkah kau merasa aku berbeda?”
Arsyi menatapnya polos. “Saya memang merasakannya, Tuan. Tapi… kenapa Tuan melakukan semua itu pada saya?”
Rendra mengusap wajah, gemas sendiri. “Kamu tidak sungguh-sungguh ingin aku mengatakannya secara terus terang, kan?”
“Tuan, saya benar-benar tidak mengerti maksud semua ini. Karena jujur... tak ada seorang pun yang pernah memperlakukan saya seperti yang Tuan lakukan saat ini.”
“Bahkan Fajar?”
Arsyi menggeleng pelan. “Saya sudah bilang, sejak menikah... yang ada hanya penderitaan. Sementara semua perhatian Tuan, membuat hati saya bahagia.”
Rendra menatap Arsyi dengan tatapan dalam, senyum akhirnya muncul di bibirnya. “Itulah yang kuinginkan, aku ingin membuatmu bahagia. Karena itu... aku berencana menceraikan Raisa. Aku hanya butuh tanda tangannya seperti dulu, seperti saat menikah dengannya. Dia tak pernah tau, kami sudah menikah sah secara hukum. Raisa akan selalu menjadi keluargaku, tapi bukan istriku. Aku ingin menikah denganmu, Arsyi.”
Mata Arsyi membulat penuh saking terkejutnya. “Jangan bilang… Tuan suka pada saya?”
Rendra terperangah tak percaya. “Astaga, Arsyi! Kamu benar-benar ya!”
Tanpa menunggu respons Arsyi, ia beranjak pergi meninggalkan wanita itu dalam kebingungan.
“Kenapa Tuan Rendra tidak jawab? Apa dia benar-benar… suka padaku?” bisik Arsyi pada dirinya sendiri.
Dari balik pintu, Raisa yang sedari tadi mendengarkan hanya bisa menepuk jidat. “Ya ampun… ada juga wanita pernah menikah tapi polosnya begini. Harus bagaimana lagi Rendra menunjukkan perasaannya supaya Arsyi mengerti?”
Senyum tipis pun muncul di wajah Raisa, ia punya rencana. Kalau Rendra terlalu gengsi untuk bicara terus terang, maka ia sendiri yang akan memancing Rendra bicara.
...*****...
Besoknya, sebelum pesta dimulai Rendra masih sibuk di perusahaan. Ia memastikan segalanya berjalan lancar. Tamu harus diperiksa ketat, undangan dicek satu per satu. Tidak boleh ada celah, apalagi untuk keluarga Jerry agar tidak bisa menyelusup masuk.
Rendra berniat membawa Arsyi malam itu, tanpa Raisa. Ia ingin Arsyi berdiri tegak di hadapan Fajar.
Namun saat pulang untuk menjemputnya, rumah justru pecah oleh teriakan Raisa.
“Rendra! Katakan kalau yang Arsyi ucapkan bohong! Dia bilang aku istrimu, dan dia... pergi dari rumah karena tak mau jadi orang ketiga. Katakan kalau itu nggak benar!” Raisa mengguncang tubuh Rendra histeris.
Seketika Rendra panik. “Apa maksudmu Arsyi pergi? Ke mana dia?”
“Jawab dulu pertanyaanku! Apa benar kita suami istri? Benarkah... selama ini, kau hanya bersandiwara di depanku?”
Dengan wajah frustasi, Rendra menyugar rambutnya. “Aku.. memang berbohong padamu. Saat kau tak sadar, aku mengambil tanda tanganmu. Secara hukum, kita sah sebagai suami istri. Tapi Raisa… aku tak bisa lagi melanjutkan pernikahan ini.”
“Kenapa?!”
Rendra menarik napas berat. “Karena aku mencintai Arsyi, aku tidak ingin kehilangannya. Maafkan aku, Raisa…”
Hening!
Lalu... bukannya menangis, Raisa justru tersenyum samar.
Rendra mengernyit. “Kenapa kau tersenyum? Katakan, ke mana Arsyi pergi?”
Dari belakangnya, suara lembut milik Arsyi terdengar. “Tuan…”
Rendra berbalik.
Di sana Arsyi berdiri dengan air mata bahagia yang tak terbendung, ia mendengar pengakuan Rendra untuknya.
Tanpa ragu, Rendra meraih tubuhnya. “Jangan pergi dariku…” bisiknya sambil memeluk Arsyi erat.
Raisa menepuk pundak Rendra pelan. “Lain kali, jangan gengsi mengucapkan perasaanmu. Jangan sok dingin! Kalau wanita itu polos seperti Arsyi, sampai kapan pun dia tak akan tahu kalau kau mencintainya.”
Rendra terkekeh, memeluk Arsyi semakin erat.
Namun saat Raisa berbalik meninggalkan keduanya, sorot matanya berubah dingin. Senyumnya lenyap, berganti tatapan tajam. Tugasnya membuat Rendra bahagia sudah selesai, Arsyi pun kini bisa menjadi ibu bagi anaknya... Aidan.
Tinggal satu hal tersisa, urusannya sendiri. Dan sebentar lagi, saat Rendra bersama Arsyi pergi ke acara pesta. Dia pun.... akan pergi.
Benarkah Raisa akan pergi, sebenarnya apa yang akan dilakukan wanita itu?