"Cium gue, terus semua masalah selesai."
"You're crazy!?"
"Kenapa gak? Sebentar lagi lo bakal jadi istri gue, jadi wajar dong kalau gue nyicil manisnya dari sekarang."
Kesya Anggraini Viorletta, gadis cantik, pintar, kalem, dan setia. Sayangnya, dia sudah punya pacar Kevin, ketua geng motor sekolah sebelah.
Menikah sama sekali gak pernah ada di pikirannya. Tapi wasiat almarhum papanya memaksanya menikah muda. Dan yang bikin kaget, calon suaminya adalah kakak kelasnya sendiri, Angga William Danendra cowok ganteng, atletis, populer, tapi badboy sejati. Hobi balapan, tawuran, keluyuran malam, dan susah diatur.
Bagi Angga, apa yang sudah jadi miliknya enggak boleh disentuh orang lain. Dia posesif, pencemburu, dan otoriter. Masalahnya, pacar Kesya ternyata musuh bebuyutannya. Dua ketua geng motor yang tak pernah akur, entah kenapa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Nomor Tak Dikenal
Ckitt!
"Huh akhirnya gue bisa keluar juga setelah drama panjang buat kabur dari Kak Angga." Kanaya mengembuskan napas lega, memejamkan mata sebentar sambil menyenderkan kepala di kursi mobil bagian belakang. Kini ia berhenti di salah satu taman kota yang tampak cukup ramai, tempat di mana Kevin sudah menunggunya sejak tadi.
Beberapa menit sebelumnya, Kanaya nekat kabur tepat ketika Angga masuk kamar mandi. Awalnya ia berpura-pura tidur, dan begitu pintu kamar mandi tertutup, ia langsung memanfaatkan kesempatan emas itu buat kabur ke sini. Soal bagaimana nanti kalau ketahuan? Bodo amat. Yang penting sekarang, dia harus ketemu pacarnya dulu.
Setelah merasa tenang, Kanaya membuka pintu mobil sportnya lalu keluar sambil menenteng tas selempang kecil di tangan kanannya.
"Orangnya di sebelah mana ya?" gumamnya, matanya menyapu kanan-kiri penuh rasa penasaran. Tak butuh waktu lama apa yang ia cari akhirnya terlihat.
Di salah satu kursi panjang di depan sana, tampak Kevin duduk bersama seorang gadis. Dari posisinya, Kanaya hanya bisa melihat punggung si gadis, tapi ia yakin betul laki-laki di sampingnya itu adalah Kevin.
"Cewek itu kayaknya gue gak asing." Kanaya bergumam lirih, langkahnya semakin mendekat. Tatapannya terus mengawasi punggung gadis itu.
"Riska bukan? Dia juga di sini? Jadi pas bilang lagi di luar tadi maksudnya di sini? Hadeh kenapa gak ngomong sekalian, biar gue gak perlu repot kabur dari Kak Angga segala!" batinnya sambil mendengus pelan.
"Gue gak bisa lakuin itu, gue..."
"Lo udah mulai suka sama dia?"
"Bukan urusan lo."
"Gue harap lo gak lupa sama Din..."
"Sayang!" suara Kanaya memotong obrolan dua orang itu. Sesuai dugaannya, benar saja gadis itu memang Riska sahabatnya.
"Eh kamu udah sampai?" Kevin langsung berdiri, wajahnya berubah menatap Kanaya yang kini berdiri di sampingnya.
"Baru aja," Kanaya mengangguk ringan.
"Sorry bikin kamu nunggu lama." Matanya spontan melirik Riska yang juga berdiri.
"Naya hai." Riska menyapa sambil melempar senyum tipis. "Gue tadinya mau main ke rumah lo, eh malah ketemu cowok lo. Pas tau lo mau ke sini ya gue nunggu sekalian."
"Oh gitu? Kok gak ngomong dulu ke gue," balas Kanaya, pandangannya bergantian ke Riska dan Kevin.
"Gak sengaja sih cuma mampir karena lagi males pulang. Eh pas tau lo ke sini jadi gue tunggu aja." Riska menjelaskan, sebelum tiba-tiba mengangkat ponselnya yang berdering.
"Oh ya? Oke gue ke sana sekarang," jawab Riska pada peneleponnya. Lalu ia menoleh ke Kanaya dan Kevin.
"Naya, Kak Kevin gue ada urusan. Gue cabut dulu ya."
"Eh kok buru-buru? Katanya mau ketemu gue," ucap Kanaya cepat agak kecewa.
Kevin hanya mengangguk, sementara Riska menatapnya dengan wajah minta maaf.
"Nyokap gue nelpon harus pulang. Sorry banget ya. Lagian gue juga belum siap jadi obat nyamuk kalian di sini haha. Jadi ngobrol aja berdua besok kita ketemu di sekolah. Selamat kencan bye bestie!" Riska terkekeh kecil, lalu menepuk pelan bahu Kanaya saat melewatinya.
"Ck hati-hati di jalan, jangan kebut-kebutan!" teriak Kanaya.
Riska hanya mengacungkan jempol sambil menoleh ke belakang dengan meringis.
"Duduk dulu gih," ucap Kevin, menuntun Kanaya duduk di kursi yang tadi ia tempati.
"Bentar aku cariin minum sama cemilan ya."
"Eh gak usah! Kamu duduk aja di sini," cegah Kanaya cepat, menahan tangannya.
"Kenapa? Kamu gak mau jajan? Atau mau makan di luar sekalian?" tanya Kevin, kini duduk kembali di sampingnya.
"Gak belum pengen makan apa-apa," jawab Kanaya, menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Oke kalau gitu." Kevin mengangguk.
"Tadi katanya ketemu teman lama kok cepet banget sampai sini? Gak sekalian ajak dia?" tanyanya penasaran.
"Dia tiba-tiba ada urusan, jadi aku langsung cabut ke sini buat nyamperin kamu." Kanaya berbohong dengan wajah tenang.
"Ck hampir aja aku pulang lagi karena kamu susah dihubungi." Kevin menggeleng.
"Hehe sorry bikin nunggu lama." Kanaya meringis lebar.
Kevin hanya tersenyum tipis. Lalu...
Grep!
Tiba-tiba ia memeluk Kanaya erat.
"S-sayang kamu kenapa?" Kanaya terkejut.
"Gak apa-apa. Kangen aja emangnya harus ada alasan dulu baru boleh peluk?"
"Ya gak sih cuma kaget aja." Kanaya terkekeh kecil.
"Aku juga kangen kamu Vin. Tapi setelah ini aku gak yakin kita bisa ketemu segampang biasanya." Dalam hatinya ia bergumam penuh perih.
Karena gue udah jadi istri orang. Kak Angga nyuruh gue mutusin lo. Tapi gimana bisa gue tega, kalau lo adalah cinta pertama gue?
Dari kejauhan tanpa mereka sadari, sebuah mobil sport berhenti. Angga duduk di balik kemudi, kedua tangannya mencengkeram erat setir, matanya menatap tajam ke arah mereka.
"Lo cuma milik gue Kanaya. Gak ada yang boleh memiliki lo selain gue. Heh Kevin siap-siap lo hancur di permainan yang lo mulai sendiri."
Brum! Ckitt!
Kanaya buru-buru memarkir mobil di halaman rumah. Malam sudah hampir tiba. Ia turun cepat, tergesa masuk.
"Kak Angga masih di rumah? Serius dia gak kemana-mana? Jangan-jangan lagi tidur? Wah mampus gue bisa kena omel lagi!" gumamnya panik, menatap motor sport Angga yang masih terparkir di halaman, sama persis seperti tadi saat ia kabur.
"Huh siap-siap aja dimarahin." Kanaya mengembuskan napas kasar lalu membuka pintu.
Ceklek!
Gelap gulita. Tidak ada lampu menyala. Rumah besar itu tampak sepi seperti tak berpenghuni.
"Kok gelap? Apa dia tidur lupa nyalain lampu?" Kanaya merogoh ponselnya, menyalakan senter, lalu berjalan pelan mencari saklar.
Klik!
Lampu menyala. Sunyi Kanaya mendongak menatap tangga ke lantai dua.
"Dia di kamar kali, ya? Tapi kalau gue naik terus dimarahin gimana? Aduh…"
Meski ragu, ia tetap melangkah naik. "Semoga aja dia tidur. Aman, aman," batinnya.
Ceklek!
Pintu kamar terbuka. Lagi-lagi kosong. Tidak ada tanda-tanda Angga di dalam. Balkon tertutup, kamar mandi sepi, walk-in closet pun kosong.
"Lah ke mana sih dia?" Kanaya bingung berjalan ke balkon tapi tetap sunyi.
"Motornya ada di luar masa orangnya hilang? Apa jangan-jangan malah diculik?" wajahnya mulai cemas.
Drrtt! Drrtt!
Ponselnya bergetar. Nomor tak dikenal. Kanaya menatap layar dengan kening berkerut.
"Siapa lagi nih? Kok bisa punya nomor gue? Jangan-jangan penculiknya?"
Pikiran konyol itu membuatnya menggigit bibir gugup. Panggilan masuk ketiga baru ia angkat.
"Halo?" suaranya bergetar.
"Halo Naya ini Mami. Kamu lagi di mana?"
Kanaya kaget. "Suara Mami Silvia ya? Eh Mami? Iya ada apa?"
"Angga juga ada di rumah kan? Kalian berdua tolong ke rumah sakit Y ya. Mama kamu masuk rumah sakit tadi keserempet motor. Tapi jangan panik lukanya gak serius sudah ditangani dokter. Jangan lupa ajak Angga."
"APA! Mama keserempet motor?" Kanaya teriak, matanya melebar.
"Ya ampun! Kanaya ke sana sekarang Mi. Tolong jagain Mama dulu!"
"Hati-hati Naya. Mama kamu baik-baik aja cuma luka ringan. Jangan panik. Tapi jangan lupa ajak Angga ya. Jangan datang sendirian..."
Tut!
Panggilan diputus sepihak. Kanaya langsung berlari turun tangga, wajahnya panik.
"Gue bahkan gak tahmu Kak Angga ada di mana. Tapi harus gue telpon dulu, gak ada salahnya nyoba!" ucapnya, buru-buru mencari kontak Angga di ponselnya.