NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Dika kewaIahan dengan serangan yang diberikan oIeh Gisella, perempuan itu menyerangnya dengan bertubi-tubi cubitan di tubuhnya.

“MaIes banget gua sama Io, Dik. Bikin gua emosi terus.” Ucap Gisella ketika dirinya berhenti meIayangkan cubitan pada Dika.

“Ya kaIo gua bikin Io jatuh cinta kan gua gak bakaIan bisa, emangnya Io mau gua bikin jatuh cinta?”

“Dik,”

Dika tertawa saat meIihat ekspresi Gisella yang menegang. “Santai Sell, muka Io jangan tegang banget gitu, makin jelek.”

Padahal Gisella tahu kaIau tadi sedang serius, sekarang Dika malah kembaIi menjadi tidak waras. Berbicara dengan Dika memang membutuhkan tenaga dan mentaI yang kuat.

Karena yang awaInya memiIiki mentaI sehat, ketika bertemu atau mengobrol dengan Dika, pasti akan Iangsung terkena serangan mentaI. Gisella sampai tidak habis pikir, kenapa dirinya bisa berteman dengan Dika?

Pantas saja Juna sering mengeIuh padanya, karena Dika jika di kontrakan akan Iebih berisik daripada yang sekarang.

“Weh, ada Pak Jendra.” Ucap Dika seraya menyenggol bahu Gisella.

Di ujung sana, tidak jauh dari tempat berkumpuInya aIumni, ada Pak Jendra dengan seteIan hitam casualnya.

“Kok Pak Jendra bisa ada di sini?” Gisella bertanya dengan rasa penasaran.

“Ya dia kan aIumni sini juga Sell, terus dulu juga sempet jadi pengurus Kewaka. Parah banget Io yang kayak gitu aja kagak tahu.”

“Loh, emang iya?”

Dika menganggukan kepalanya. “Lo lihat tuh, cewek yang di sana.” Dika mengarahkan Gisella menggunakan ekor matanya melihat perempuan yang tidak jauh dari posisi Pak Jendra. “Dia itu Kak Sarah, istrinya Pak Dion.”

Ah, Gisella baru sadar kalau perempuan yang ditunjuk oIeh Dika adalah salah satu perempuan yang ada di postingan si Jelita Jelita itu ketika di gedung lKA.

Jadi itu istrinya Pak Dion ya? Cantik juga.

“Terus, dia ngapain di sini?”

“Udah gua biIang kaIo dia aIumni, wajar Iah kaIo dateng ke sini. Lagian duIu Kak Sarah itu jadi ketua Kewaka, terus Pak Jendra yang jadi wakiInya.” Jelas Dika.

“Ohhhh.” Gisella mengangguk-anggukan kepalanya.

“Gua sempet denger katanya duIu mereka sempet pacaran, soaInya sering ngumpuI bareng gitu. Eh, ternyata pas udah IuIus dan kerja, Kak Sarah maIah dinikahin sama Pak Dion.”

“Terus Pak Jendra-nya?”

Dika mengedikan bahunya. “Gua nggak tahu, tahu-tahu pas dia udah jadi duda, berarti dia nikahnya sama cewek Iain.”

“Sell, Dik!”

Gisella dan Dika sontak menoleh secara bersamaan saat dipanggil oleh Leon, lelaki tinggi itu meIambaikan tangannya, menyuruh Gisella dan Dika agar mendekat ke panggung.

“Mau ke sana nggak?” Gisella bertanya.

“Gua maIes sih sebenernya, tapi Leon kelihatannya mau ngomongin sesuatu. Gua juga maIes sekarang ini kita lagi dilihatin aIumni gara-gara teriakan Leon kampret. Mending kita ke sana aja, Sell.”

Mendengar hal itu, Gisella mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ternyata benar apa yang Dika katakan. Beberapa aIumni sedang menatap ke arah mereka, mata Gisella tidak sengaja bertemu pandang dengan mata Pak Jendra yang sedang menatap ke arahnya.

Gisella segera mengalihkan pandangannya, dia masih merasa canggung karena kejadian di rumah Pak Jendra maIam itu. Perempuan itu merasa tidak enak karena dia sudah memarahi dosennya saat itu.

“Ayo, Sell!”

Gisella meraih tangan Dika yang terulur untuk membantunya berdiri, mereka berdua berjalan beriringan menuju panggung. Gisella tidak lupa untuk membawa pIastik belanjaan miliknya.

“Ada apa, Yon?” Tanya Gisella.

Leon kemudian menunjuk ke arah Winni. “Ini Winni mau tanya-tanya soal konsumsi ke kaIian berdua.”

Gisella mengangguk-anggukan kepalanya, lalu menoleh ke arah adik tingkatnya itu. “Mau tanya apa, Win?”

“JumIah catering, Kak. Soalnya panitia konsumsi bingung mau berapa pesennya.” Jawab Winni.

“Emangnya pas kemarin rapat, nggak kaIian rundingin?”

“Udah, Kak.”

“Terus bingung kenapa?” Gisella kembali bertanya. “KaIian hitung aja berapa jumIah tamu undangan, panitia, terus sama peserta yang bakalan dateng. AIumni juga jangan Iupa dihitung, kaIo acara kayak gini mereka biasanya dateng.” Lanjutnya.

“JumIah catering bagusnya diIebihin aja, kaIo konsumsinya kurang bakaIan repot, siap-siap aja konsumsi punya panitia yang bakaIan dibagiin.” Dika ikut menambahkan. “Tamu khusus yang kaIian undang ada berapa orang?”

“Tamu undangan ada 22 orang Bang, udah termasuk wadek, kaprodi, sama dosen-dosen yang dipastiin bakaIan dateng.” Jawab Winni.

“Nah berarti 22 udah masuk ke dalem hitungan,” Dika melirik ke arah Winni yang sedang mencatat di buku keciInya. “Inget, makanan buat tamu undangan dan peserta acara harus dibedain.”

“lya Bang, udah panitia konsumsi bedain.”

Dika dan Gisella menganggukan-anggukan kepalanya secara bersamaan, membuat Leon menahan senyum ketika melihatnya. Pasti Leon ingin meledeki Dika dan Gisella yang terlihat akur saat ini.

“Yang penting kerjanya bener aja sih kaIo jadi panitia, biar pas nanti evaluasi, SC nggak banyak komen.” Dika memberikan saran.

“Tema tahun ini, dresscode nya apa?” Ini pertanyaan yang sudah ingin Gisella tanyakan daritadi.

Karena saat acara DiesnataIies tahun IaIu, sebagai panitia, Gisella dan teman-temannya memiIih tema retro styIe. Perempuan itu masih mengingat kalau dia saat itu menjadi noni noni BeIanda.

“Dresscode-nya hitam dan putih, Kak.”

Gisella yang mendengar hal itu Iangsung berpikir, apakah dia mempunya dress warna hitam atau putih tidak? Soalnya dia tidak mungkin memakai ceIana, karena menurutnya itu tidak akan cocok.

“Untung gua punya kemeja putih.” Ucap Dika dengan cengirannya.

“Kemeja bekas maba duIu?” Tebak Leon.

“Tahu aja Io.”

“Dek,”

Mereka berempat kompak menoleh ketika mendengar panggilan itu, ternyata ada Kak Sarah yang menghampiri mereka. Dia tidak sendirian, tapi ada Pak Jendra juga bersamanya.

“Iya, Kak?” Ucap Winni.

“KaIian udah pesen bannernya?”

Mereka berempat Iangsung menoIeh meIihat dekorasi panggung dan dinding di depan sana masih terIihat kosong.

“Udah dipesen kok, Kak.” Jawab Winni.

“Kenapa beIum dipasang bannernya?”

Di sini, Gisella tidak tahu soal apa-apa. Dia pikir Leon sudah mengingatkan pada panitia soal itu dan panitia juga sudah mengetahuinya.

“Panitia perIengkapan baru mau ngambiI bannernya di tempat percetakan, Kak. Mungkin H-1 sebeIum acara, bannernya baru dipasang.” Winni selaku panitia menjelaskan hal itu.

Sarah hanya menganggukan kepalanya, lalu dia melirik ke arah Pak Jendra yang terlihat sedang mencuri pandang ke arah Gisella dan tidak berniat untuk bergabung daIam obrolan mereka.

Sedangkan Gisella, dia sengaja mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, asalkan dia tidak berpandangan dengan Pak Jendra. Dia masih merasa canggung berhadapan dengan dosennya itu.

“Lagi lihatin siapa lo?”

Gisella langsung menoleh ke arah Sarah saat mendengar pertanyaan dari perempua itu, Gisella kira Sarah bertanya padanya, tapi ternyata bertanya pada Pak Jendra.

Pak Jendra menggelengkan kepalanya. “Nggak.”

Sarah mengulas senyum tipis ketika mendengar balasan ragu-ragu dari Pak Jendra, lelaki itu terlihat gugup dan menatap ke sekitar dengan tangan yang dimasukan ke dalam saku celananya.

“Dek,”

Ada keheningan beberapa detik setelah panggilan itu.

“Sell, lo dipanggiI.”

“Apa?” Gisella menoleh pada Dika saat lengannya disenggol oleh lelaki itu.

“Itu, lo dipanggil sama Kak Sarah.” Ucap Dika.

Gisella langsung menoleh ke arah Sarah dan tersenyum saat aIumni lebih dulu melempar senyum padanya. “lya, ada apa Kak?”

“Kamu Gisella, ya?”

Gisella menganggukan kepalanya, walaupun dia sedikit heran tahu dari mana Sarah soal namanya. “lya, Gisella. Panggil Sella aja, Kak.”

“Lo pasti udah tahu nama gua kan?”

Gisella kembali mengangguk. “Kak Sarah, kan? Tadi saya dikasih tahu sama Dika.”

“Ngomongnya formaI amat, santai aja kali Sell. Gua nggak bakalan gigit,” Sarah tertawa pelan, lalu melirik pada Pak Jendra. “KaIo sama yang ini, lo kenal?”

Gisella dan Pak Jendra saling berpandangan untuk beberapa saat sebelum Gisella langsung memutuskannya, lalu tersenyum tipis. “Kenal Kak, dosen saya soalnya.”

“Udah gua biIang ngomongnya santai aja, udah kayak keIuarga Jendra aja Io mah, pake saya kamu sekeIuarga.”

“ltu namanya sopan.” Pak Jendra yang daritadi terdiam akhirnya membuka suara.

“Tapi kaIo Iagi ngumpul, lo biasanya pake lo-gua.” Ucap Sarah.

“Penyesuaian lingkungan.” Balas Pak Jendra.

“KaIo sama pasangan, Io bakalan kayak gitu juga?”

Pak Jendra mengangguk dengan pasti.

“Emangnya Io punya?” Tanya Sarah, menggoda Pak Jendra.

Tawa Sarah langsung pecah ketika melihat ekspresi datar di wajah Pak Jendra, Gisella juga ingin ikut tertawa, tapi dia berusaha untuk menahannya.

“Jangan ngomong yang nggak jeIas.”

“Iya-iya sorry.” Sarah menampilkan cengiran lucu di wajahnya, berbeda dengan Pak Jendra yang masih berekspresi datar. “Dimaafin nggak nih? KaIo nggak, gua suruh Dion buat tonjok Io.”

“Tinggal ditonjok baIik.”

Leon dan Dika lantas tertawa ketika mendengar perdebatan itu, Winni hanya mengulas senyum tipis. Berbeda dengan Gisella yang hanya terdiam, karena menurutnya itu bukan hal yang lucu.

“Eh tapi seriusan Jen, Io sama pasangan juga bakalan tetep pake saya-kamu?” Sarah kembali bertanya.

Pak Jendra hanya membalasnya dengan deheman.

“Masa sih?” Sarah bertanya seraya menatap ke arah Gisella, Gisella yang ditatap seperti itu menjadi kikuk. “Beneran, Sell?”

Lah kok tanya saya? Sebenarnya Gisella ingin mengatakan hal itu ketika Sarah tiba-tiba menanyakan hal itu padanya. Yang bener aja? Emang sangkut pautnya sama Gisella, apa?

“Gimana maksudnya, Kak?” Sumpah, Gisella tidak paham apa maksud perkataan Sarah barusan.

Sarah sudah ingin menjawab, tapi muIutnya sudah lebih dulu dibekap oleh tangan Pak Jendra. “Diem.” Dosen itu langsung menarik tangan Sarah untuk menjauh dari sana.

Gisella masih ngeblank di tempatnya, Dika yang ada di sebelahnya mengusap wajah perempuan itu. “Udah gak udah dipikirin, kasian otak kecil lo.”

“Tangan Io kotor sialan!” Gisella meninju lengan Dika.

Hampir saja terjadi adegan baku hantam antara Dika dan Gisella, untung saja Leon dengan cepat melerainya. “Udah ya temen-temen, ini tempat umum. Baku hantamnya nanti aja dilanjutinnya.”

Leon menarik tubuh Dika agar menjauh dari Gisella, sedangkan Gisella masih mengusap-usap wajahnya yang tadi diusap oleh tangan kotor Dika.

“Kak Sella sama Bang Dika lucu ya, kayak Tom and Jerry.” Ucap Winni seraya tertawa.

Gisella menatap Dika dengan tajam, sedangkan yang ditatap hanya menampilkan cengiran tidak bersalah. “Dika-nya aja yang suka bikin gua emosi.”

“Lo nya aja yang gampang emosian.”

“Dik,”

“Apa?”

“Berantem aja lah kita!”

“Eitss!” Leon kembali menahan kedua temannya itu. “Jangan ya bestie-bestie ku, maIu dilihatin sama adek tingkat.“

Gisella dan Dika saling membuang muka ketika mendengar ucapan Leon.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!