NovelToon NovelToon
TAWANAN RAHASIA SANG KAELITH

TAWANAN RAHASIA SANG KAELITH

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Obsesi / Identitas Tersembunyi / Sugar daddy
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Nayara Elvendeen, mahasiswi pendiam yang selalu menyendiri di sudut kampus, menyimpan rahasia yang tak pernah diduga siapa pun. Di balik wajah tenangnya, tersembunyi masa lalu kelam dan perjanjian berduri yang mengikat hidupnya sejak SMA.

Saat bekerja paruh waktu di sebuah klub malam demi bertahan hidup, Nayara terjebak dalam perangkap yang tak bisa ia hindari jebakan video syur yang direkam diam-diam oleh seorang tamu misterius. Pria itu adalah Kaelith Arvendor Vemund, teman SMA yang nyaris tak pernah berbicara dengannya, tapi diam-diam memperhatikannya. Kini, Kaelith telah menjelma menjadi pemain sepak bola profesional sekaligus pewaris kerajaan bisnis ternama di Spanyol. Tampan, berbahaya, dan memiliki pesona dingin yang tak bisa ditolak.

Sejak malam itu, Nayara menjadi miliknya bukan karena cinta, tapi karena ancaman. Ia adalah sugar baby-nya, tersembunyi dalam bayang-bayang kekuasaan dan skandal. Namun seiring waktu, batas antara keterpaksaan dan perasaan mulai mengabur. Apakah Nayara hanya boneka di tangan Kaelith, atau ada luka lama yang membuat pria itu tak bisa melepaskannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

GADIS MUDA RAYNETH

Setelah beberapa hari puas menikmati liburan di pantai, Kaelith mengajak Nayara pergi ke kafe terdekat yang letaknya tak jauh dari bibir pantai.

Dengan santai, Kaelith menyetir mobilnya, sesekali melirik ke arah Nayara yang duduk di kursi penumpang. Sinar matahari sore menembus kaca, memantulkan kilau rambut Nayara yang tertiup angin. Sambil melaju, Kaelith memutar jalur lebih jauh, mengajak Nayara berkeliling menikmati pemandangan pesisir sebelum sampai ke kafe tujuan.

Sepanjang perjalanan, Kaelith sempat menurunkan kecepatan hanya untuk menunjukkan pada Nayara beberapa spot pantai tersembunyi yang jarang dikunjungi turis.

“Lihat, di sana ada tebing kecil. Dari atas, pemandangannya langsung menghadap ke samudra,” ucapnya sambil menunjuk.

Nayara hanya menatap sekilas, lalu kembali memandang keluar jendela. Angin laut membawa aroma asin yang khas, membuat suasana terasa damai.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah kafe bergaya rustic dengan dinding kayu berwarna putih pudar dan jendela besar yang menghadap langsung ke laut.

Kaelith turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Nayara.

“Ayo, baby,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Begitu masuk, aroma kopi segar bercampur dengan wangi kue panggang langsung menyambut mereka. Beberapa pengunjung duduk santai di sofa empuk, sebagian lagi memilih duduk di luar menikmati angin pantai.

Kaelith memilih meja di balkon luar, tepat di sudut yang paling tenang. Dari sana, mereka bisa melihat ombak berkejaran di bibir pantai. Ia menarik kursi untuk Nayara, lalu memanggil pelayan.

“Kopi hitam untukku, dan untuk baby…” Kaelith melirik Nayara, “…milkshake stroberi, seperti biasa.”

Nayara hanya mengangguk, meski hatinya sedikit menghangat karena Kaelith masih mengingat kesukaannya.

Pelayan itu mencatat pesanan mereka lalu pergi.

Kaelith bersandar di kursinya, menatap Nayara lekat-lekat seakan ingin menelannya bulat-bulat.

“Kau terlihat lelah,” ucapnya sambil memainkan sendok di meja.

Nayara mengalihkan pandangan ke laut. “Aku baik-baik saja.”

Tak lama, pesanan mereka datang. Kaelith langsung menyesap kopinya, sementara Nayara perlahan meminum milkshake yang dinginnya menyegarkan tenggorokannya.

“Aku sedang mempertimbangkan untuk membeli properti di sini,” ujar Kaelith tiba-tiba.

Nayara menoleh, sedikit terkejut. “Untuk apa?”

Kaelith tersenyum tipis. “Supaya aku bisa membawamu ke sini kapan saja… tanpa ada yang mengganggu.”

Nada suaranya terdengar santai, tapi matanya menyimpan makna kepemilikan yang tak bisa disangkal Nayara.

Nayara menunduk, suaranya pelan namun penuh rasa ingin tahu.

“Kaelith… kau tidak bosan denganku? Bukankah gadis yang bersamamu waktu perayaan kemenangan klubmu itu lebih menawan… dan seksi?”

Kaelith menghentikan gerakan jarinya yang sedari tadi mengetuk meja. Tatapannya langsung mengunci mata Nayara, dalam dan tajam.

“Jangan membandingkan dirimu dengan siapapun, baby,” ucapnya tenang namun tegas.

Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, bibirnya melengkung tipis. “Mereka hanya lewat… tapi kau? Kau akan selalu di sini.”

Nayara terdiam, tidak tahu harus merasa lega atau justru semakin terjebak.

Kaelith meraih tangannya di atas meja, menggenggamnya erat.

“Aku tidak mencari menawan atau seksi, Nayara. Aku mencari milikku… dan itu hanya kau,” ucapnya, suaranya rendah dan mantap.

Nayara menelan ludah, hatinya berdebar kencang.

“Tapi kaelith… aku...”

“Tidak ada tapi,” potong Kaelith, mencondongkan tubuhnya. “Kalau aku mau orang lain, sejak dulu aku sudah melakukannya. Tapi aku tetap memilih kau. Selalu.”

Tatapan pria itu begitu mendominasi, membuat Nayara kembali bungkam.

“Apa kau tidak memikirkan masa depan, Kaelith? Kita… pasti punya jalan yang berbeda,” ucap Nayara, suaranya pelan namun sarat kegelisahan.

Kaelith menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Nayara dengan ekspresi yang sulit dibaca.

“Masa depan?” ia mengulang pelan, seolah menimbang kata itu.

“Masa depanku sederhana, Nayara… selama kau ada di dalamnya. Aku tidak peduli seperti apa bentuknya, atau bagaimana orang lain memandangnya.”

Nayara menggeleng pelan. “Tapi kau akan menikah suatu hari nanti… dengan orang lain. Bagaimana aku bisa...”

Kaelith memotongnya, nada suaranya tegas namun tetap rendah.

“Kalau aku menikah, itu hanya formalitas. Kau tetap akan ada di sisiku. Kau milikku, dan itu tidak akan berubah.”

Kata-kata itu membuat Nayara terdiam, hatinya terasa semakin berat.

Setelah itu, Nayara dan Kaelith terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.

Nayara menunduk, menatap layar ponselnya yang baru saja bergetar pesan dari Brigite masuk, memberi kabar bahwa kondisi ibunya sudah mulai membaik.

Mata Nayara sedikit berkaca-kaca membaca kabar itu. Jemarinya mengetik balasan singkat, "Syukurlah, jaga Ibu baik-baik," sebelum ia menghela napas lega.

Kaelith yang duduk di seberangnya hanya melirik sekilas dari balik cangkir kopinya, lalu kembali menyesap minumannya. Tanpa banyak kata, tangannya terulur di atas meja dan menggenggam tangan Nayara erat, seolah mengingatkan bahwa meski ia jarang mengucap, ia tetap mengatur dan mengawasi setiap gerakannya.

Nayara mencoba menarik tangannya, tapi genggaman Kaelith justru semakin kuat.

“Aku senang kau bisa tersenyum hari ini,” ucap Kaelith datar, namun matanya mengawasi setiap perubahan ekspresi Nayara.

Gadis itu hanya menunduk, berusaha menutupi perasaan campur aduk di dadanya. Aroma kopi, suara ombak dari kejauhan, dan tatapan Kaelith yang menusuk membuatnya sadar bahkan di tempat terbuka seperti kafe tepi pantai ini, ia tetap berada di bawah kendali pria itu.

Saat suasana di antara mereka mulai terasa tegang, sebuah suara familiar memecah keheningan.

“Kael? Wah, jadi kau liburan di sini juga rupanya?” sapa Rayneth, rekannya di klub sekaligus teman semasa SMA Kaelith dan Nayara.

Melihat Rayneth, Nayara buru-buru memalingkan wajah, berusaha menghindar dari tatapan pria itu.

“Tidak usah kau sembunyikan wajahmu, Nayara,” ujar Kaelith santai, namun nadanya terdengar seperti perintah.

Rayneth sempat mengernyit, lalu tersenyum tipis ketika pandangannya jatuh pada Nayara.

“Aku hampir tidak mengenalimu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu,” ucapnya sambil berdiri santai di sisi meja.

Nayara baru menyadari, Rayneth tidak datang sendirian. Di belakangnya berdiri seorang gadis yang sepertinya belum genap berusia delapan belas tahun, dengan wajah polos namun dandanan yang terlalu dewasa untuk usianya.

Kaelith menatap Rayneth tajam. “Apa urusanmu di sini?” tanyanya singkat.

Rayneth hanya mengangkat bahu santai. “Sama sepertimu, aku pun juga pergi berlibur. Dan ternyata… aku malah bertemu kalian di sini.”

Nayara memilih menunduk, jemarinya menggenggam gelas milkshake erat-erat, berusaha mengabaikan tatapan penuh tanya dari Rayneth.

“Oh, iya. Kalau begitu, kami kembali ke vila dulu. Nikmati liburan kalian,” ucap Rayneth sambil meraih tangan gadis muda di sampingnya.

Gadis itu hanya diam, wajahnya nyaris tanpa ekspresi saat Rayneth menuntunnya pergi. Tatapan Kaelith mengikuti langkah mereka hingga menghilang di keramaian, sementara Nayara tetap memandangi meja, seolah enggan terlibat dalam percakapan tadi.

“Apa dia kekasih Rayneth?” tanya Nayara pelan, suaranya terdengar datar namun matanya sedikit menyipit, mencoba membaca situasi.

“Bukan,” jawab Kaelith santai sambil meneguk minumannya. “Dia anak mantan pelayan di rumah Rayneth. Dan ya… dia sama sepertimu. Bedanya, aku masih lembut padamu tidak seperti Rayneth yang memperlakukan gadis itu dengan cara yang… jauh lebih keras.”

“Keras bagaimana? Dia sepertinya masih anak belasan tahun, mungkin baru saja mendapatkan kartu tanda pengenal,” tanya Nayara, rasa penasarannya tak bisa disembunyikan meski ada nada cemas di suaranya.

Kaelith melirik Nayara sejenak sambil tetap memainkan cangkir kopinya.

“Rayneth bukan tipe yang sabar, apalagi pada perempuan. Kalau dia mau sesuatu, dia akan ambil tanpa peduli gadis itu siap atau tidak,” ucapnya santai, namun mengandung nada tegas.

Nayara terdiam, jemarinya meremas pelan gelas jus di depannya. “Jadi… gadis itu...”

“Bukan urusanmu, Nayara,” potong Kaelith cepat, tatapannya menusuk dari seberang meja. “Kau cukup pikirkan dirimu sendiri. Aku tidak mau kau membandingkan nasibmu dengan orang lain.”

Nayara terdiam, menatap kosong pada permukaan milkshake yang mulai hampir di depannya. Bayangan wajah gadis muda yang tadi bersama Rayneth terus menghantui pikirannya. Ia tak sanggup membayangkan seperti apa hidup gadis itu sekarang apakah penuh tekanan, atau bahkan lebih buruk dari yang ia pikirkan.

Di satu sisi, Nayara bertanya-tanya apakah ia harus bersyukur karena bersama Kaelith, pria yang meski mengekangnya, masih memberinya kelembutan di beberapa kesempatan. Namun di sisi lain, ia tak bisa menepis kemungkinan bahwa keduanya, Kaelith dan Rayneth pada dasarnya sama saja.

Kaelith menyandarkan punggungnya pada kursi, matanya menatap Nayara yang masih larut dalam pikirannya.

“Kau terlalu memikirkan orang lain, baby,” ucapnya sambil meraih milkshake Nayara dan meminumnya tanpa izin. “Fokus saja padaku.”

Nayara menatapnya sekilas, kemudian kembali menunduk. “Sulit untuk tidak memikirkan… dia.”

Kaelith tersenyum miring. “Dia sudah punya yang mengurusnya, sama sepertimu. Bedanya, aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu.”

Nada suaranya terdengar posesif, namun tatapan matanya memancarkan kepastian yang membuat Nayara tak bisa menebak apakah itu bentuk perlindungan atau pengekangan.

Nayara memainkan sedotan milkshakenya, mencoba mengalihkan tatapan dari mata Kaelith yang terasa terlalu dalam.

“Kalau suatu hari aku ingin bebas, apa kau akan melepaskanku?” tanyanya lirih, nyaris seperti gumaman.

Kaelith terkekeh pelan, lalu meraih dagu Nayara, memaksanya menatap. “Pertanyaan yang bodoh, Nayara. Kau tahu jawabannya.”

Nayara menelan ludah, hatinya terasa sesak. Ia tahu jawabannya adalah tidak, Kaelith tidak akan pernah membiarkannya pergi.

“Sekarang habiskan minummu,” ucap Kaelith, suaranya tegas namun datar. “Setelah ini, kita jalan-jalan sebentar keliling pesisir sebelum kembali ke vila.”

1
Intan Marliah
Luar biasa
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!