Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKIT 21
Satu kali dua kali mereka sudah beberapa kali mencoba menaiki beberapa macam wahana, dan pemandangan itu di saksikan itu di saksikan oleh Ameer sendiri, ada senyum yang terlihat begitu samar di sudut bibirnya, akan tetapi rasa malu masih menyelimuti hatinya.
'Alma kau benar-benar berusaha untuk meyakinkan hati Zaidan, semoga saja kau bisa menjadi pelangi untuk mewarnai hari anakku yang sejak lama sudah kosong,' batin Ameer.
Mereka berdua mulai menghampiri Ameer karena sudah merasa puas bermain, anak itu sedikit mulai membuka hatinya kepada Alma meskipun nampak malu-malu, akan tetapi dirinya berusaha untuk menerimanya perlahan.
"Papa .....," panggil anak itu dengan nada cerianya.
"Iya Sayang, kau terlihat lelah," sahut Ameer.
"Aku capek, tapi senang dan itu semua karena Mama Alma yang berusaha meyakinkan aku untuk menaiki wahana yang selalu di gadang-gadang teman aku di sekolah Pa," adu anaknya itu yang ingin membuktikan juga kepada teman-temannya kalau dia juga bisa.
"Wah keren ternyata anak Papa juga berani seperti mereka, good Nak," ucap Ameer memberikan semangat agar sang anak tampol lebih berani.
"Iya, tapi sekarang kita lapar, ayo makan dulu, perutku sudah keroncongan," ajak anaknya itu.
"Baiklah kalau begitu kita makan," ajak Ameer.
Saat ini mereka bertiga berjalan saling bergandengan, seketika tatapan Ameer mulai beralih ke arah wanita yang sudah berhasil membuat hati anaknya sedikit luluh itu.
"Makasih," bisik Ameer.
Sedangkan Alma hanya membalas dengan senyuman saja.
Di tempat makan yang sudah mereka pesan, kali ini Alma duduk sambil memandangi wajah Zaidan yang memang begitu mirip dengan Ameer dan juga kelakuannya yang nampan dingin dan kaku.
Makanan yang mereka pesan sudah datang, anak kecil itu terlihat begitu antusias karena makanan kesukaannya akhirnya datang juga.
"Ye ... Makanannya sudah datang!" sorak bocah itu, sedangkan Alma tersenyum manis ke arah anaknya itu.
"Ayo di makan Nak," titah Alma.
"Mama suapin dong," pinta Zaidan.
Alma sempat terdiam. Suara kecil itu begitu jujur, polos, dan tulus. Ia tersenyum, menyembunyikan keharuan yang mendesak keluar dari dadanya.
"Boleh dong sini," ucap Alma lalu mulai meraih piring anak itu.
Dari ujung kursi, Ameer memperhatikan pemandangan itu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Senyum samar terbit di wajahnya. Mungkin untuk pertama kalinya, ia merasa kalau sang anak benar-benar menikmati kasih sayang yang sesungguhnya dari seorang ibu.
**********
Malam mulai turun perlahan seperti tirai beludru hitam yang menutup dunia. Di dalam kamar bernuansa krem lembut itu, hanya ada mereka berdua, duduk berhadapan dalam diam yang tak canggung, hanya diisi degup jantung yang saling mendekat.
Angin dari jendela membawa harum melati, seolah tahu bahwa malam ini bukan malam biasa. Ada rindu yang terpendam lama, ada luka yang perlahan sembuh melalui pelukan.
"Kau sudah siap untuk malam ini," suara serak itu mulai mendekat dan saling berhadapan.
Jemarinya mulai menyentuh pipi perempuan itu, waktu seolah berhenti berdetak. Tatapan mereka saling bertaut, bicara dalam bahasa yang tak terucap. Bibirnya mulai menempel seakan tidak mau kehilangan kesempatan untuk yang kedua kalinya.
Perlahan Ameer mulai memberikan sentuhan hangat itu lagi, kali ini istrinya itu berbeda dari biasanya, sepertinya Alma sudah mulai agresif meskipun sedikit malu-malu, akan tetapi perempuan itu mampu mengimbangi permainan suaminya.
"Mas ....," panggilnya pelan tapi terdengar begitu menggoda.
"Iya ....," sahut Ameer dengan tatapan sayu nya.
"Lakukanlah sekarang," ucap istrinya itu seolah memberi lampu hijau.
Ameer semakin tertantang ketika istrinya itu mulai menyerahkan dirinya, dengan penuh rasa. Bukan karena keterpaksaan, satu persatu Ameer mulai melucuti baju wanitanya itu dengan penuh kelembutan, lalu mulai membaringkannya, satu kali dua kali, pria itu mulai melakukan percobaan, akan tetapi gagal, karena lembah itu belum tersentuh apapun.
"Kau begitu susah untuk di masuki," bisik Ameer, seolah ada rasa bangga karena dia merupakan lelaki pertama yang menyentuh wanitanya itu.
"Sakit, Mas. Tapi akan aku tahan agar dirimu bisa memiliki ku seutuhnya," sahut istrinya itu.
Ameer mulai berusaha keras dan lebih keras lagi untuk bisa membobol dinding yang sulit untuk dia masuki itu, hingga pada percobaan ke lima pria itu mampu membobolnya.
"Auuuuuuu ....!" teriak Alma memenuhi ruangan ini.
"Maaf kan aku Sayang, kita pelan kan saja ritmenya," ujar Ameer dengan nada halusnya.
Ameer mulai melakukan permainannya pelan tapi pasti. Dalam keheningan kamar, seprai bergelombang pelan seolah mengikuti irama napas mereka yang saling mengejar. Cahaya lampu temaram mempermanis siluet tubuh yang perlahan menyatu, bukan hanya karena hasrat, tapi karena rasa. Bukan hanya karena raga, tapi karena cinta yang akhirnya berani menyerah pada kejujuran.
"Makasih sudah menjaga mahkotamu untuk ku," ucap Ameer begitu bangga karena dia menjadi lelaki pertama yang bisa menyentuh tubuh istrinya.
*******
Keesokan paginya, rumah terasa hening kembali, Alma mulai menata hidangan di ruang tamu, meskipun ada beberapa pelayan akan tetapi tangan wanita itu tidak mau diam, untuk bertindak sendiri, di tengah-tengah kesibukannya Bel berbunyi berkali-kali, sehingga membuat Alma memberhentikan aktivitasnya sejenak.
Alma mulai membuka pintu, dan berdirilah seorang wanita berpakaian rapi dan mahal, aroma parfum nya menyengat, sorot matanya terlihat begitu tajam dan berani.
"Ibu, mau cari siapa?" tanya Alma.
Wanita itu melipat tangan di depan dada. “Aku ingin bertemu anakku.”
Kalimat itu menghentak jantung Alma. “Anak... siapa maksud ibu?”
“Zaidan,” jawab wanita itu lantang. “Aku ibu kandungnya.”
Alma membeku. Sebelum sempat menjawab, wanita itu sudah melangkah masuk seolah rumah ini masih miliknya.
Tak lama kemudian Ameer datang dari arah tangga tatapannya langsung bertemu dengan wanita itu, wanita di masa lalunya yang tiba-tiba datang.
"Kirana, mau apa kamu datang kemari?" tanya Ameer dengan nada santai tapi sedikit menusuk.
"Mau bertemu dengan anak kandung kita Zaidan, masih ingat kan," sahutnya dengan enteng.
"Kamu datang tiba-tiba tanpa memberi kabar, memangnya rumah ini bisa kau masuki begitu saja," cetus Ameer.
"Heeemb, jangan kaku begitu, padahal rumah ini sudah banyak perubahan, akan tetapi terasa kaku seperti pemilik rumahnya, padahal di sini aku hanya seorang ibu yang merindukan anaknya, ingat loh aku juga punya hak, dengan Zaidan," sahutnya dengan seringai yang terbesit di wajahnya.
"Kau memang ibunya, tapi sayang, anakku sudah kehilangan sosok mu sedari dulu, jadi berhentilah berharap," seloroh Ameer.
"Oh tidak bisa begitu biar bagaimanapun aku yang mengandung dan merasakan mualnya, capeknya ketika mengandung, jadi jangan seenaknya ya, melarang ku untuk menemuinya, sampai kapanpun aku tidak tergantikan apalagi dengan wanita kampung yang kau nikahi dengan cara menebus hutang itu," sahutnya dengan nada ejekan yang diperuntukkan untuk Alma.
Alma yang sedari tadi menundukkan tatapannya kini mulai mengangkat wajahnya untuk melihat seseorang yang sudah berani menggaungkan dirinya dengan ucapan yang kurang enak di dengar.
"Maaf, aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi aku berusaha menjadi seseorang yang Zaidan butuhkan," ucap Alma cukup pelan tapi terdengar sedikit nyelekit.
"Oh, manis sekali ucapan, akan tetapi kamu tetap tidak bisa menggantikan posisiku sebagai ibu kandung," cetus wanita itu dengan tatapan tajamnya.
"Aku tidak pernah berusaha menggantikan posisi siapapun di sini, aku hanyalah orang baru yang hadir dan memberikan warna, di tengah-tengah kekosongan jiwanya yang rapuh," sahut Alma begitu berani.
Tidak lama kemudian seorang anak kecil berlari dari arah samping sambil memanggil nama ibunya.
"Mama Alma ....!" panggil Zaidan yang memang merasa lapar.
Alma pun langsung menghampiri anaknya itu. "Sayang, sini duduk dulu sebentar," ajak Alma.
Sedangkan wanita di sampingnya itu mulai merentangkan kedua tangannya.
"Anak Mama, ayo peluk Mama sini, pastinya kamu sudah kangen kan dengan Mama," ucapnya dengan senyuman yang tersembunyi.
Tubuh Zaidan membeku bocah kecil itu seperti tidak mau menatap wajah ibunya, mungkin karena sudah lupa atau bagaimana, yang jelas Zaidan saat ini sedang bersembunyi di balik dekapan ibu sambungnya.
Bersambung
kalau sampai kecolongan ya ttnda global 😂😂😂😂 ya kan thor
ibu ga da otak,, segampang itu ninggalin anaknya segampang itu minta peluk
keren Alma good girl,,smart juga tuan Ammer
itu ibu turu perlu di kasih pelajaran yg sadis bisa Thor,,ku rasa ga yah is ok yg lain aja yg bikin dia sengsara