Menggapai Kasih Ibu Tiriku
Alma mulai menenteng jualannya di bawah terik sinar matahari yang menyengat di siang hari, langkah kakinya tidak kenal lelah, karena desakan biaya sekolah yang harus dia tanggung sendiri, karena uang yang di kirim dari ayahnya tidak pernah sampai ke tangannya.
"Kue ... Kue ...." suara remaja itu terdengar nyaring.
Kadang Alma harus mengubur rasa malunya dalam-dalam ketika dia bertemu dengan teman sebayanya, di sekitaran taman ini, kadang juga dia harus membawa jualannya masuk ke gang-gang kecil rumah warga jika tidak habis.
Semangat gadis itu begitu membara, keinginannya begitu tinggi untuk ikut ujian akhir sekolah yang akan di laksanakan Minggu depan.
"Kue .... Bu, beli kue gak?" tanyanya menawari pembeli yang lewat di depannya.
"Kue apa Neng?" tanya ibu paruh baya itu.
"Ini ada kue donat dan beberapa kue lainnya seperti bolu pandan dan brownis," ujarnya, menerangkan jualannya.
"Berapaan harganya?" tanya nya kembali.
"Dua ribu saja per pic nya," sahut Alma.
"Kalau begitu beli lima ya dek," ucap ibu itu, Alma pun langsung mengulurkan kantong keresek untuk tempat kuenya itu.
Pembeli pertama sudah mulai berdatangan, Alma pun langsung melanjutkan perjalanan berikutnya, untuk mengais rupiah.
"Aku harus menghabiskan jualan ini entah bagaimana caranya," ucapnya penuh tekad yang kuat.
Setelah menyusuri panjangnya jalanan, akhirnya satu persatu kue jualannya ludes di serbu pembeli, hati Alma begitu bahagia, ternyata usahanya tidak sia-sia, menjajakan jualannya itu sendiri ke kampung-kampung.
******
Sore itu matahari mulai meninggalkan jejak kemerahannya yang selalu di sebut jingga, dari sinilah langkah gadis remaja mulai terhenti di depan pintu rumahnya, yang cukup di bilang besar, karena dulunya sang ayah merupakan pengusaha sukses.
Di ambang pintu sana, Alma mulai menelan ludahnya, menahan rasa laparnya, karena melihat kehangatan sebuah keluarga diatas meja makan sana, ingin rasanya Alma duduk di tengah-tengah mereka, bukan hanya untuk sekedar makan saja, melainkan merasakan belaian hangat seorang ibu yang sudah lama tidak dia rasakan.
"Aku ingin? Tapi apalah daya anganku terlalu ketinggian," ujarnya sendiri.
Lagian siapa sih Alma di sini, dia hanyalah anak seorang pengrusak dalam rumah tangga hubungan yang harmonis pada waktu itu, kelahirannya bagaikan duri di tangkai bunga mawar bahkan mereka memandang dirinya dengan sebuah luka, keinginannya untuk mengutarakan perasaan tidak pernah di gubris, tawanya dianggap beban dan tangisannya sering dianggap berisik.
Tidak ada kata sapaan dari mereka, semua keceriaan itu mendadak hening ketika Alma mulai datang menginjakkan kaki di rumahnya, tatapan sinis sang ibu selalu menjadi penyambut teristimewa, kata-kata kasar dan kurang pantas selalu menjadi makanan sehari-hari.
Kadang, Alma menyesali akan kelahirannya di dunia ini, yang hanya menjadi luka untuk keluarga ayahnya, kadang juga dia pasrah dan sadar, kalau ini semua karma dari ibunya yang harus dia bayar.
"Ibu kenapa sih harus secepat itu meninggalkan aku, kau lihat di sini putrimu harus di paksa kuat, sedari kecil mentalku di hajar habis-habisan, kata-kata anak haram, anak pelakor, sundel semua ku dengar layaknya musik yang menari-nari di telinga," gumamnya sambil melangkah masuk ke kamarnya.
Sedangkan saat ini di meja makan semua orang menatap langkah Alma yang sedang menuju ke kamarnya.
"Ma, itu si Alma sudah datang," ucap Serli si anak bungsu yang paling di sayang.
"Biarkan saja, dia sudah tahu tugasnya apa? Jika menginginkan makan," sahutnya dengan nada datarnya.
******
Semuanya sudah selesai makan, di sini Alma, baru saja melaksanakan ibadah magribnya terlebih dahulu, sebagai seorang muslim dia tahu kalau Shalat itu merupakan tiang agama yang wajib hukumnya, meskipun dunia tidak pernah berpihak kepadanya, akan tetapi anak itu tidak pernah putus asa dalam meminta, apalagi dia mempunyai seorang ibu yang sudah meninggal.
Selesai Shalat Alma mulai melangkahkan kakinya di meja makan, seperti biasa, tugas remaja itu membersihkan sisa makanan dan piring-piring kotor diatas meja, kalau tidak seperti ini dia tidak dapat jatah makan, aktivitas seperti ini sudah berlaku di saat usianya menginjak 6 tahun.
"Tinggal apa saja ya lauknya," ucap remaja itu sambil menelisik sisa-sisa makanan dari keluarganya.
"Tempe satu dan separuh ayam goreng, paling ini Ibu yang sengaja menyisakan untukku, makasih ya Bu, semoga suatu saat aku bisa membuatmu bangga," gumamnya yang masih berharap kasih itu ada.
Dengan cepat Alma mulai membawa tumpukan piring-piring itu ke tempat cuci, tangan gesit itu mulai mencuci satu persatu hingga selesai, rasanya lelah dan lapar sudah menggerogoti tubuhnya sehingga remaja itu buru-buru untuk mengambil makan.
"Alma, apa semuanya sudah kau bersihkan?" tanya Dian.
"Sudah Bu," sahutnya sambil menunduk karena dia tidak berani menatap mata ibuk tirinya.
Sejenak Dian mulai menelisik ke arah meja makan, dan di situ ada satu wadah sisa ayam goreng tadi, yang akan dia jadikan umpan untuk memarahi anaknya itu.
"Itu, tinggal satu yang kotor, jangan pura-pura tidak tahu, kau selalu saja tidak disiplin dan menuruti permintaanku," ucapnya dengan tatapan yang mengintimidasi.
"Maaf, Bu. Tapi ini piring sisa wada ayam yang ku makan ini, jadi sekalian saja nyucinya dengan piring yang buat aku makan ini," jelas Alma dengan tatapan yang menunduk.
"Alasan saja kamu, kalau di kasih tahu, seharusnya kamu itu tahu diri sudah tinggal makan saja masih saja malas," cetusnya tanpa pernah memikirkan hati Alma.
Gadis itu hanya terdiam dan tidak pernah berani melawan kata-kata pedas ibu tirinya yang benar-benar membuatnya ketakutan, sedari kecil kata-kata bengis itu selalu di lontarkan oleh ibu tirinya, bahkan hanya gara-gara masalah sepele saja hal itu menjadi bulan-bulan ibu tirinya untuk menghancurkan hati dan mentalnya.
Alma segera menyudahi makanannya ia pun langsung membawa piring kotor bekas dia makan dan bekas dari makanan yang masih ada diatas meja.
Setelah mencuci, badan Alma mulai ambruk ke kasur mungkin karena kelelahan akan tetapi matanya tidak bisa terpejam karena dia belum membuat adonan donat yang akan dia jual besok pagi.
"Aku tidak boleh tidur, akan ku lawan rasa kantukku ini untuk membuat adonan donat-donat cantikku," ujarnya penuh semangat meskipun tubuhnya melemah tapi dia selalu memaksanya untuk berjuang.
Selesai membuat adonan Alma pun langsung membentuk dan membulat-bulatkan adonan tersebut, setelah itu baru dua bisa beristirahat dengan lelap diatas kasur lantainya.
*******
Pukul dua dini hari alaram jam mulai berbunyi, membangunkan tidur gadis cantik itu, meskipun hidup tanpa kasih sayang dari orang tuanya, akan tetapi Alma begitu rajin mengerjakan ibadah Sunnah dan wajibnya seperti saat ini, sebelum menggoreng adonan donat gadis cantik itu menyempatkan diri untuk ibadah.
Setelah beribadah Alma langsung menggoreng donat yang tadi sudah dia bentuk bulat-bulat, dengan semangat gadis itu mulai memanaskan minyak diatas api yang membara seperti semangatnya, dia tidak pernah tahu sampai kapan kehidupan akan membawanya seperti ini, akan tetapi dia sadar jika suatu usaha keras pasti akan mencapai tujuannya di suatu hari nanti.
"Semangat Alma buang rasa malasmu," ucapnya menasehati diri sendiri.
Bersambung ....
Setelah beberapa buku ada yang gak lanjut karena pembaca yang sedikit, sekarang aku mau tes ombak lagi ya, semoga saja banyak yang baca, karena banyaknya pembaca membuatku semangat berkarya.🥰🥰🥰🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
partini
jadi ingat film India yg di bintangi pretty Sinta ngenes sekali tapi happy ending,semoga cerita ini jg happy ending
2025-06-23
2
Ayi
Lanjut kak cerita yang menyentuh hati
2025-06-22
1
Alin Norshalsabilla Alkhatir
Lanjut&Tetap semangat Ka author
2025-06-22
1