Jeha, pria tampan dengan ambisi besar, menjebak Anne, CEO cantik dalam cinta satu malam hingga akhirnya keduanya menikah. Setelah Anne lumpuh akibat kecelakaan, Jeha mengambil alih kekuasaan dan berubah menjadi pria arogan yang menghancurkan hidup Anne.
Sementara itu, Reu adalah pelayan restoran miskin dengan hidup terbelit hutang. Ketika Jeha bertemu Reu dan menyadari kemiripan wajah mereka, dia menawarkan kesepakatan. Reu harus menjadi Jeha selama 2 tahun, dan semua hutangnya akan lunas.
Akankah Reu berhasil menjalankan peran ini? Dan apa yang akan terjadi pada hidup Jeha dan Anne?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Reu diam sejenak, setelah mendengar kalimat yang baru di ucapkan Anne.
“Aku minta maaf, Reu. Sebelumnya tidak mengatakan hal ini,” ucap Anne. Reu menatap Anne dengan penuh keresahan, karena Anne juga telah mengetahui nama aslinya.
“Aku ingin bicara, ayo kita pulang!” Anne menyentuh tangan Reu, Reu dengan cepat menangkisnya.
“Aku akan menjelaskan semuanya di mobil,” kata Anne masih mencoba membujuk. Melihat raut wajah Reu yang kesal, membuatnya merasa bersalah.
Sedangkan Reu saat ini merasa sangat marah. Merasa dirinya telah ditipu oleh Anne. Anne menginginkan dia kembali hanya untuk menghancurkan Jeha tanpa memberi ultimatum terlebih dahulu.
“Jika aku sudah tidak bisa menjadi Jeha di kantor ini, maka aku tidak bisa menjadi Jeha di rumah itu lagi,” ucap Reu. Kemudian berbalik badan, melangkah pergi meninggalkan Anne.
Dengan tatapan yang kosong karena syok, Reu keluar dari gedung dengan langkah tanpa tujuan. Kakinya berjalan, hanya mengikuti angin yang membawanya.
Pikirannya kusut, dan dia terus bergumam, “Berarti dia selama ini terlihat menyukaiku hanyalah topeng, agar aku lengah.”
Bangku panjang di pinggir jalan membuat langkahnya berhenti sesaat. Dia kebingungan harus bagaimana dan kemana? Saat ini Ibunya menjalani perawatan di rumah Edward, sedang posisinya sudah ketahuan dan bahkan tidak ada hal lain untuk dia bisa berpura-pura menjadi Jeha lagi.
Tin Tin
Suara klakson mobil, menggugah lamunannya. Edward keluar dari mobil, dan berjalan mendekat kearah Reu.
“Ah, astaga. Kau memilih berkeliaran. Cepat masuk! Akan aku antar pulang,” ucap Edward. Reu masih bergeming dan tidak bergerak. Dia bahkan tidak menatap Edward saat berbicara.
Edward memberikan secarik kertas pada Reu, “Ini alamat rumah sakit Ibumu, dia dirawat di sana.” Reu meraihnya tanpa banyak bicara.
Edward memberikan kertas lainnya bersamaan dengan sebuah kartu kredit, “Alamat untuk kamu tinggal sementara, pasti sulit setelah mengetahui semuanya. Dan kamu bisa menggunakan uang itu untuk biaya hidup.” Reu mendongak, dan menatap Edward.
“Kalian pikir aku kucing jalanan saat ini, yang butuh belas kasihan,” ucap Reu melempar kartu kredit itu.
“Hah, astaga. Dia masih sok ingin memiliki harga diri.” Edward, mengambil kartu itu lagi dan menaruhnya di samping Reu.
“Aku tidak menyalahkan mu untuk ini semua, karena itu aku berikan ini sebagai imbalan. Kamu bisa memulai kehidupan barumu.” Edward pergi dan langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkankan Reu.
Aaaaa…
Reu berteriak kesal.
Dia membaca alamat rumah sakit, dan mau tidak mau menggunakan kartu kredit pemberian Edward untuk perjalanan menjemput Ibunya.
Disisi lain, Jeha diam-diam keluar dari rumah sakit. Dia tahu dirinya telah diawasi oleh seorang detektif yang kemungkinan adalah suruhan Anne.
Langkahnya perlahan, keluar dari balik pintu ketika detektif itu lengah. Dia masuk ke ruang OB untuk menyamar dan melepas pakaiannya dan di ganti dengan seragam OB. Langkahnya masih terhuyung-huyung karena belum sepenuhnya pulih. Setelah berhasil keluar dari rumah sakit, dia menyerobot taksi yang sudah di pesan orang lain, lalu menyuruh sopir mengantarnya ke Villa tempatnya tinggal sebelum mengalami kecelakaan.
Tiba di Villa, perasaan Jeha lega.
“Hey, hold up for a sec! I'm gonna grab some cash inside.” Jeha menyuruh sopir itu menunggu, dia akan mengambil uang atau kartu kreditnya di dalam kamar.
Jeha merasa tenang, ketika kamarnya masih aman tidak ada tanda-tanda Anne menyuruh orang untuk mengusiknya. Jeha lekas mengganti pakaiannya, memakai jam tangan sesuai gayanya dan mengambil kartu kredit yang berada di laci.
Dia keluar dan memberikan salah satu kartu kreditnya untuk membayar ongkos.
“Dude, your card's gettin' declined, what's the deal? You got another one you can try?” Sopir meminta kartu lain, karena kartu sebelumnya ditolak dan tidak bisa melakukan pembayaran. Jeha memberikan dua kartu lainnya pada sopir dengan wajah kesal.
“Come on, dude! Two cards declined? Now you're gonna have to give me something else. That watch on your wrist looks nice, how about I take that as payment for the ride?” Kedua kartu itu juga ditolak, sopir melirik ke arah jam tangan yang digunakan Jeha. Mau tidak mau Jeha memberikannya daripada berdebat. Dia cukup lelah dengan semuanya.
Kembali di kamar, Jeha melempar semua kartu kreditnya dengan kesal. Merasa tidak berguna.
“Sialan, pria itu pasti telah membuat ulah sampai semua kartuku di bekukan!” gerutu Jeha dengan kesal, dia meninju dinding hingga meninggalkan luka di punggung tangan kanannya.
Jeha berpikir, jika saat ini Reu pengganti dirinya telah membuat kesalahan. Hingga Anne melangkah sejauh ini.
“Apa yang harus aku lakukan?” Jeha duduk dan berpikir langkah selanjutnya. Hanya tertinggal paspor dan dua jam tangan mewah lainnya di laci.
Jeha teringat beberapa asetnya yang masih tersimpan di ruang kerja. Dia kemudian berniat untuk kembali ke Indonesia, untuk pulang dan mengambil sisa harta miliknya.
Detektif memberikan kabar pada Anne jika Jeha telah melarikan diri dari rumah sakit. Dan kemungkinan saat ini Jeha akan kembali ke Indonesia. Anne mulai mempersiapkan diri, karena pasti Jeha akan marah besar padanya mengetahui kartu kredit dan beberapa aset lainnya telah di blokir.
Saat ini Anne juga mencemaskan keberadaan Reu yang tidak pulang kerumah. Meskipun kakaknya Edward telah mengabari jika telah memberikan tempat tinggal dan kartu kredit. Anne merasa tidak tenang. Karena Anne tahu, Reu tidak semudah itu menerima semua pemberian.
Anne meminta Sylvester untuk mengantarnya ke rumah sakit, dimana ibunya Reu mendapatkan perawatan.
Sepanjang perjalanan, Anne merasa risau, “Akankah dia mau memaafkanku.” Kalimat itu mengusik pikirannya
Tiba di rumah sakit, Anne meminta Sylvester memanggil Reu agar menemuinya di mobil, karena Anne tidak mungkin dengan kursi rodanya menyusuri rumah sakit sendirian.
Setengah jam kemudian, setelah menunggu. Sylvester kembali ke mobil tanpa Reu. “Maaf nyonya muda, tuan tidak mau menemui nyonya,” ucap Sylvester.
Anne bingung harus bagaimana agar bisa menemui Reu, karena dia ingin menjelaskan semuanya agar Reu tidak membencinya.
“Keluarkan kursi roda!” ucap Anne. Sylvester mengikuti perintah nyonya mudanya. Dia membantu nyonya mudanya duduk di kursi roda, kemudian menemani masuk kedalam rumah sakit.
Dengan tangan yang basah dan berkeringat karena gugup. Anne mencoba menundukkan kepalanya mencari ketenangan.
“Nyonya itu, tuan!” ucap Sylvester. Anne mengangkat kepalanya dan melihat Reu keluar dari kamar perawatan. Baik Reu maupun Anne saling memandang dari kejauhan. Reu lekas membuang muka beberapa saat kemudian. Anne mencoba bangun dari kursi rodanya. Kali ini mencoba berjalan dengan tangannya merambat ke dinding perlahan. Sesuai keingin Reu kala itu, dia akan mencari Reu saat Reu pergi.
“Nyonya.” Sylvester ikut panik melihat majikannya berjalan sempoyongan.
Reu berbalik, dan melihat sikap keras kepala Anne. Perasaannya langsung luluh dan berjalan mendekat ke arah Anne.
“Apa yang kamu lakukan?!” gertak Reu karena merasa panik dengan kondisi Anne yang belum sempurna bisa menggunakan kakinya.
Anne tersenyum dengan mata yang basah, menarik tangan Reu yang mendekat ke arahnya hingga tubuhnya terjatuh di dada Reu.
“Aku merindukanmu,” ucap Anne lirih, dia memeluk Reu dengan erat dan tidak bisa menahan tangisannya.
kan biasanya suara tidak ada yang mirip