Pernahkah kalian melihat Mertua dan Menantu bersitegang??
Itu hal biasa, Banyaknya Mertua yang hanya bisa menindas menantu dan tidak Suka kepada menantunya, berbeda dengan mertua dari Almira, Rahayu dan Sintia. Dan Rafa
Mertua yang memperlakukan anak menantunya seperti anak sendiri bahkan sangat menyayangi ketiganya. Mertua yang sangat jarang ditemui karena sangat langkah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Kini tak terasa sudah sepekan berlalu setelah semua kejadian menimpa keluarga Shofiyah, mulai dari pertengkaran dengan keluarga Almira, Terusirnya Aiman dan kini tibalah saatnya kedua Orangtuanya Sintia pulang kerumah.
Shofiyah sudah menugaskan orang yang akan mengurus keperluan menantunya dengan baik dan begitu juga orangtuanya.
"Ayo kita pulang kerumah pa, ma". Ucap Sintia mengajak keduanya dengan menggunakan kursi roda.
"Terima kasih nak, besan dan semuanya atas bantuannya selama kami disni, maafkan sikap kami selama ini kepada besan dan keluarga". Ucap Ayah Sintia dengan menunduk malu sambil meneteskan air matanya
Dia mengingat betul bagaimana kelakuan mereka saat masa jaya menghina besan mereka yang sedang kesusahan, bukan menolong malah menghina dan merendahkan mereka tapi lihatlah bagaimana Keluarga besannya memperlakukan mereka selalu susah, inilah yang membuatnya menangis.
"Sudahlah tidak apa-apa, kami bukan malaikat yang tak punya salah, mungkin ada sikap dan perkataan kami yang keterlaluan, tolong dimaafkan yah, mari kami antar kalian kerumah anak kami". Ucap Shofiyah dengan senyuman tulus.
"Terima kasih, maafkan kami sekali lagi". Kini Ibu Sintia yang meneteskan air matanya.
Bahkan disaat seperti ini pun anak-anak yang mereka perlakukan seperti raja tidak muncul, mereka sungguh tidak menyangka.
"Tidak usah mencari mereka, mereka sibuk mengurus diri mereka sendiri, aku harap papa dan mama tidak memanggil mereka kerumahku karena aku tidak akan mengizinkan mereka tinggal disana". Sungut Sintia dengan kesal.
Dia tahu apa yang dipikirkan kedua orangtuanya, bagaimana mungkin mereka masih mengharapkan para manusia tidak tahu diri itu untuk datang padahal dia tahu ada dirinya mengurusnya.
"Maafkan kami nak". Ucap Ibu Sintia dengan sesal.
"Ayo, kita pulang nak, jangan seperti itu kepada kedua orangtua mu". Tegur Shofiyah dengan lembut.
"Maaf bunda". Ucap Sintia dengan pelan
Mereka semua akhirnya keluar dari rumah sakit menuju parkiran mobil, disana terparkir beberapa mobil mereka tapi sebelum sampai ke mobil, biang rusuh datang menghampiri mereka.
"Bunda, Ayu". Panggil Aiman pelan.
Dia tadi sedang mengantarkan Aira mengecek kandungan karena usianya sudah masuk 5 bulan dan sudah bisa dilihat jenis kelaminnya.
Mereka berbalik melihat orang yang memanggil sang bunda, mereka hanya menatap datar Aiman yang kini tengah menggandeng Aira karena Aira tengah hamil.
"Bagaimana kabar bunda, bunda baik-baik saja?? Tanya Aiman dengan pelan dan ragu.
Mereka melihatnya dengan tatapan tidak biasa, dan itu tatapan yang tak pernah dia temui kepada keluarganya ketika dia menyapa.
"Mau apa?? ". Tanya Sufyan dengan dingin.
Sufyan berusaha menekan emosinya yang tengah memuncak, sedangkan Shofiyah kini tengah memeluk pinggang sang menantu untuk menguatkannya melihat pemandangan didepannya.
"Hay bunda, kakak semua bagaimana kabarnya". Ucap Aira berusaha ramah kepada mereka.
Tidak ada yang menjawab perkataan dan pertanyaan serta sapaan mereka, mereka hanya menatap mereka seperti benda tak kasat mata.
"Ayo kita pulang, kasihan mertuaku kalau terlalu lama diluar". Ucap Sultan tak peduli dengan adiknya yang menyapanya apalagi perempuan disampingnya.
Dia masuk kedalam menuntun mertuanya bersama Sintia dan juga anak-anak nya sedangkan Shofiyah bersama Ayu saat datang.
Mereka masuk tanpa menghiraukan keberadaan Aiman dan juga Aira dihadapan mereka yang memandang mereka dengan mata berkaca-kaca. Sesalah itukah dirinya sampai keluarganya bahkan tak mau menjawabnya.
"Bagaimana ini Aiman, keluargamu bahkan tak mau melihat kita padahal anak yang ku kandung adalah keponakan dan cucu mereka". Ucap Aira dengan kesal.
Dia tidak menyangka sejak dulu hingga sekarang, keluarga Aiman tidak pernah menerimanya apalagi sekarang dia menghancurkan rumah tangga Aiman.
"Sudah lah, ayo kita pergi, mungkin mereka sedang buru-buru". Aiman berkata dengan suara serak menahan tangis.
"Terserah kau sajalah". Aira menginginkan bahu tidak peduli atas penolakan keluarga Aiman.
Mereka menjalankan mobilnya keluar rumah sakit menuju rumah Sintia, karena akan mengantar mertua Sultan itu.
"Kamu baik-baik saja nak?? ". Tanya Shofiyah mengelus tangan sang menantu.
Dia sangat tahu hati menantunya pasti terluka melihat suami yang begitu dicintainya mesra dengan orang lain.
"Seperti nya aku sudah menemukan pilihanku bunda". Ucap Ayu tanpa mengalihkan pandangannya.
"Terserah kamu nak, apapun itu bunda akan mendukungnya".
"Tapi aku tidak mau kehilangan kalian, kalian satu-satunya yang ku punya, aku tidak punya tempat lagi untuk bersama kian jika aku melepaskan diri dari pernikahan ini". Ucap Ayu menunduk.
"Jangan berkata seperti itu nak, kamu tetap anak bunda dan adik bungsu keluarga kami, kami menyayangi kamu bukan hanya karena status tapi karena pribadimu sebagai manusia". Shofiyah memeluk menantunya itu dengan sayang.
"Aiman pasti sangat bahagia karena sebentar lagi akan memiliki anak, dari dulu dia sangat ingin memiliki anak tapi aku belum bisa memberinya". Ayu kini menangis semakin memeluk sang mertua.
"Tidak apa-apa nak, kamu jangan khawatir, oke". Shofiyah semakin mengeratkan pelukannya.
Tiba-tiba perut Ayu sangat mual, dia hampir muntah, tapi Shofiyah segera menyuruh sopir untuk meminggirkan mobilnya agar Ayu bisa muntah diluar.
Ayu berlari keluar memuntahkan isi perutnya, wajahnya pucat dan lemas seakan tak punya tenaga.
"Tinggal saja sama bunda untuk sementara nak, seperti nya kamu sakit". Ucap Shafiyah khawatir.
Dia memijit tangguh menantunya untuk mengeluarkan muntahnya tapi tidak keluar apapun.
"Seperti nya kamu masuk angin nak, kita periksa dokter yah, Wajahmu pucat sekali, bunda khawatir kamu kenapa-kenapa".
"Kita kerumah saja bunda, biarkan yang lain mengantarkan keluarga kak Sintia pulang, Ayu sangat pusing". Ucap Ayu memegang kepalanya yang berdenyut hebat.
"Baiklah jika seperti itu mau kamu nak, nanti bunda hubungi mereka jika sudah sampai".
Ayu hanya mengangguk mengiyakan perkataan sang mertua, tubuhnya sangat lemas dan dia sangat pucat.
"Bagaimana keadaanmu nak, kamu baik-baik saja". Ucap Shofiyah saat mengantar sang menantu ke kamarnya.
"Kepalaku pusing banget bunda". Ayu meringis memegang kepalanya yang terasa sangat pusing.
"Bunda sudah hubungi dokter, dia akan kesini sekarang, kamu tenang yah". Ucap Shofiyah dengan penuh rasa khawatir.
Tidak lama ketukan dari luar terdengar, Shofiyah membuka pintu dan mempersilahkan dokter untuk memeriksa menantunya.
"Selamat ya bu Shofiyah seperti nya ibu akan mendapatkan cucu lagi". Ucap Dokter dengan senyuman lebar.
"Cucu, menantu saya hamil dokter?? ". Tanyanya dengan girang dan penuh semangat.
"Benar bu, usia kandungannya 6 minggu, kalau bisa jangan terlalu stres, saya akan resep kan obat, oh iya makanlah makanan yang sehat dan seimbang agar bayinya sehat". Ucap Dokter kepada Ayu.
"Ayu memandang mertuanya dengan senyum Haru, setelah 5 tahun penantian akhirnya dia memiliki buah hati tapi setelah mengingat masalahnya dengan suaminya wajahnya langsung murung.
"Bagaimana nasib anakku kedepannya jika aku bercerai".