Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Ketika Sri tengah termenung memikirkan Laras, pundaknya ada yang menepuk. Ia menoleh cepat menatap wanita yang tersenyum kepadanya.
"Ibu..." Sri seketika berdiri balik badan dan salim tangan Gayatri dengan sopan.
Gayatri tidak melepas tangan Sri justru menggenggamnya erat. Seolah memberi kekuatan bagi Sri yang tengah menghadapi masalah seorang diri. "Kamu yang tenang, saya akan memberi kesaksian" ucapnya lembut.
"Terima kasih Bu" Sri meneteskan air mata karena terharu, ia tidak sangka bu Gayatri yang kaya raya itu tidak sombong dan memberi dukungan kepadanya.
"Prasetyo kemana?" Gayatri mengedarkan pandanganya tetapi tidak menemukan putranya di tempat itu. Ia letakkan bokong dengan lembut di sebelah Sri.
"Mas Pras ke rumah sakit Bu" Sri menceritakan jika Pras harus mengurus administrasi bersama menejer. "Saya minta maaf Bu" Sri merasa bersalah walaupun ia tidak pernah berbuat itu, tapi Pras harus mengeluarkan banyak biaya untuk para korban.
"Sudah... jangan dipikirkan" Gayatri melirik Sri. "Kamu tidak salah" Imbuhnya.
Tidak lama kemudian, Gayatri giliran memberi kesaksian membeberkan tentang lontong sayur yang ia makan. Rupanya kesaksian Gayatri sama dengan para tetangga Sri.
Sri pun akhirnya diperbolehkan pulang tetapi harus siap jika sewaktu-waktu dipanggil ke kantor selama kasusnya belum selesai. "Alhamdulillah, ya Allah..." Sri menangis bahagia karena sebentar lagi akan bertemu Laras.
"Sekarang kita pulang bareng" Gayatri mengait lengan Sri mengajaknya berjalan ke arah mobil yang sudah ada supir di sana.
"Terima kasih Bu" Sri tidak bisa berkata-kata karena lagi-lagi bu Ratri tidak sombong mengajak pulang satu mobil bahkan duduk di jok tengah bersama.
"Sama-sama" bu Ratri pun mengajak ngobrol Sri, walaupun Sri nampak grogi.
"Sri, boleh saya bertanya?" Bu Gayatri nampak hati-hati bertanya karena menanyakan ke mana suami Sri. Sebab, setiap kali ia bertemu Sri tidak pernah melihat suaminya. Bahkan ada masalah sebesar ini pun Sri tidak didampingi suami.
"Eemm... saya sudah janda Bu" Sri nampak berat menjawabnya.
"Oh gitu, suami kamu meninggal atau..." bu Ratri tidak melanjutkan pertanyaan.
"Saya terpaksa bercerai Bu" Sri tahu apa yang Ratri maksud, kemudian ia mengatakan alasanya bercerai karena tidak mau dimadu.
"Oh, yang sabar" Ratri menasehati. "Kamu masih muda dan cantik semoga segera mendapatkan pengganti suami yang jauh lebih baik"
"Terima kasih Bu" Sri tersenyum, walau sejatinya ia tidak memikirkan tentang jodoh karena ingin fokus dengan usahanya dan juga Laras. "Ngomong-ngomong sudah sampai Bu, saya turun di sini saja" kata Sri ketika mobil sudah tiba di jalanan arah bu Ratri, Sri memutuskan untuk berjalan kaki.
"Biar saya antar saja" tulus Ratri, kemudian mobil yang seharusnya tinggal lurus kini belok kiri menuju kontrakan.
"Ya Allah... saya jadi merepotkan Ibu"
"Tidak repot, saya tidak mampir ya, nanti sore ajak Laras main ke rumah" pesan bu Gayatri ketika sudah tiba di depan Sri.
"Terima kasih Bu" Sri turun menutup pintu lalu memandangi mobil yang ia tumpangi hingga menjauh. Sri balik badan cepat-cepat mengetuk pintu karena ingin segera bertemu Laras.
"Bundaaa..." seru Laras ketika pintu di buka oleh Yani, anak itu seketika berlari keluar memeluk Sri sambil terisak-isak.
"Anak Bunda kok tidak bobo siang" Sri menggendong putrinya itu nampak berat. Sudah lama juga Sri tidak menggendong Laras rupanya sudah berbeda. Badan sri yang mungil sudah disaingi oleh Laras.
"Laras nggak bisa bobo katanya Mbak" Yani yang menjawab karena Laras terus menangis. "Lalu bagaimana kasusnya Mbak?" Lanjut Yani sudah tidak sabar.
"Belum tahu Yan, tapi aku yakin tidak bersalah" Sri menduga jika pencahar tersebut masuk sayur setelah di dalam mobil atau ketika tiba di restoran.
"Aku juga yakin Mbak, kita tidak bersalah. Kalau gitu saya sekarang pulang dulu ya Mbak" pamit Yani karena Laras sudah aman bersama bundanya.
"Terima kasih Yan, tapi sebaiknya kamu makan siang dulu" Sri kasihan pada Yani, biasanya setelah jualan langsung pulang, tapi karena menemani Laras hingga siang masih di sini.
"Saya sudah makan bareng Laras Mbak, kalau perlu apa-apa jangan sungkan panggil saya" pungkas Yani.
Sri mengangguk memandangi Yani yang sudah masuk ke kontrakan sebelah, kemudian berpaling ke wajah bocah dalam gendongan. Sri tersenyum karena Laras sudah tidur pulas. Ia lantas mengajaknya ke dalam menidurkan di kasur lipat. Ibu muda itu pun ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Laras karena lelah sekali. Tetapi pikiranya ke mana-mana.
"Sebenarnya siapa orang yang akan menghancurkan usahaku? Batin Sri. Sri yakin ada orang yang sengaja memasukkan racun ke masakannya. Fitnah kejam ini tentu saja ditujukan kepadanya, tidak mungkin jika Pras yang menjadi sasaran. "Ya Allah... aku hanya ingin mencari rezeki yang halal tapi kenapa ada orang yang jahat? Pikiran Sri berkecamuk.
Sore harinya Sri memenuhi undangan bu Gayatri, mengajak Laras berkunjung ke kediamannya, karena besok pagi akan libur jualan untuk menenangkan diri dulu.
"Kita mau ke rumah Mbah Uti Parti ya, Bun" Laras mengira demikian, karena Sri mengatakan niatnya akan ke rumah Mbah Uti. "Aku nggak mau Bun, nanti Ara marah-marah lagi" Laras rupanya tidak mau bundanya dimarahi Parti, belum lagi Ara pasti tidak akan mau menerima kehadirannya.
"Bukan sayang... kita ke bu Gayatri"
"Oh, kirain" Laras nampak lega.
"Ara itu adik kamu Laras, Mbah Parti walaupun tidak mengakui kamu dia itu nenek kamu. Jadi... anak bunda tidak boleh benci walaupun mereka memperlakukan kita tidak baik" Sri menasehati putrinya agar tidak dendam, karena suatu saat nanti mereka pasti akan bertemu.
"Iya Bun" Laras pun digandeng Sri ke rumah bu Gayatri, hanya lima menit sudah tiba lalu mengucapkan salam.
"Nah gitu dong, sini-sini duduk" Gayatri menyambut Sri dan Laras dengan hangat. Setiap ngobrol bersama Laras, rasa kangennya pada cucunya terobati.
"Laras, sini duduk sama Mbah Uti sayang..." Ratri menepuk kursi sofa di sebelahnya.
Laras mendongak menatap bundanya khawatir tidak di perbolehkan. Sri mengangguk mengerti maksud putrinya. Laras bersemangat pindah ke sebelah Ratri. Anak itu rupanya kangen figur seorang nenek karena nyata-nyata nenek Parti tidak mau mengakui.
"Laras kan 6 bulan lagi masuk SD, terus Laras rencana sekolah di mana sayang..." Gayatri mengusap rambut panjang Laras.
"Laras terserah Bunda saja Mbah Uti" Laras menatap Sri.
"Di sekitar sini saja Bu" Sri menceritakan, niat awal begitu mendapat rezeki ingin pulang agar Laras sekolah di kampung halaman. Tapi karena usaha Sri di tempat ini lebih menjanjikan ia berubah pikiran.
Tidak lama kemudian bibi keluar mengantar minuman, bu Gayatri menyuruh bibi mengantar Laras bermain di salah satu kamar yang biasanya digunakan cucunya ketika sedang bermain.
Gayatri melanjutkan perbincangan dengan Sri. "Usaha kamu di sini semakin maju Sri, sayang kalau kamu tinggalkan begitu saja" nasehatnya.
"Benar Bu, tapi baru mau menanjak sedikit tiba-tiba jatuh" Sri sedih mengingat restoran Pras saat ini dipagar polisi selama dalam penyelidikan.
"Kamu tenang saja Sri, Ibu yakin jika masalahnya sudah selesai bisa kerja sama dengan Pras lagi" Gayatri memberi semangat, walaupun ia sendiri pun sedih memikirkan anaknya yang masih menghadapi masalah. "Ibu yakin polisi segera tahu siapa yang berbuat jahat" lanjutnya yakin.
"Tapi kira-kira siapa pelakunya ya Bu? Saya yakin jika ada orang yang tidak suka jika saya usaha bareng Mas Pras"
Tok tok tok
Ketika sedang serius seseorang datang.
...~Bersambung~...
hrse libur kerja selesaikan dng cepat tes DNA mlh pilih kantor di utamakan.
dr sini dah klihatan pras gk nganggap penting urusan kluarga. dia gk family man.
kasian sri dua kali nikah salah pilih suami terus.