NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Draft

Tiga bulan berlalu.

Sejak hari itu—sejak Raina dengan keberanian luar biasa menyudutkan dan mempermalukan Larasati di depan Aditya—semua berjalan sunyi. Tidak ada kabar. Tidak ada balas dendam.

Larasati menghilang, seperti ditelan waktu.

Tapi semua orang yang mengenalnya tahu: Larasati tidak pernah kalah. Ia hanya menunda. Menyusun ulang strategi. Dan kembali... saat semua orang lengah.

Kini, ia telah kembali ke Los Angeles. Kota gemerlap itu seolah memeluknya kembali dengan segala lampu sorot, panggung catwalk, dan kilatan kamera. Sebagai model internasional, jadwalnya padat. Tapi tidak ada satupun dari itu yang membuatnya lupa pada luka egonya. Bukan karena cinta, tapi karena gengsi.

“Saat waktunya tiba... aku akan datang untuk menagih semuanya,” bisiknya pada dirinya sendiri di balik kaca pesawat kala itu, sebelum lepas landas ke LA.

Sementara itu di Jakarta…

Frida, sahabat Raina yang dikenal tangguh dan serba cepat, kali ini dibuat tak berdaya. Siang itu matahari memancarkan panas yang menyengat, dan nasib buruk datang tanpa aba-aba: motornya mati mendadak. Bensin habis.

Ia menghela napas kesal, matanya menyisir jalanan kosong yang membentang. Tak ada warung. Tak ada orang. Hanya pohon-pohon kering dan lalu lintas yang padat.

“Sial… kenapa hari ini, sih…” Frida melirik jam tangan. Sudah hampir pukul delapan siang. Waktu rapat penting di kantor tinggal dua puluh menit lagi.

Dengan harapan setipis benang, ia mulai menghubungi kontak di ponselnya—satu per satu. Termasuk Raina, tapi tak ada yang bisa membantu. Raina belum mengangkat panggilan. Teman-teman kantor? Jangan harap. Ini akhir bulan, menjelang gajian. Semua sedang diburu target, lembur sudah jadi makanan pokok.

Frida mendesah, lalu duduk di pinggir jalan sambil menutupi kepala dengan tas. Matanya memicing karena silau, tubuhnya pelan-pelan mulai kehilangan kesabaran.

Tapi saat itulah… suara mesin mobil terdengar mendekat. Sebuah sedan hitam mengilap berhenti perlahan tak jauh darinya.

Terik siang mulai menyengat kulit saat Frida duduk termenung di pinggir jalan yang sepi. Keringat mulai membasahi pelipisnya, dan rasa kesal makin menjadi karena tidak ada satu pun kendaraan yang mau berhenti. Tapi harapannya kembali menyala saat sebuah mobil mewah berhenti perlahan di sampingnya. Sedan hitam berkilap, dengan plat nomor yang cukup ia kenali.

Pintu terbuka otomatis, dan dari dalamnya muncul seorang pria tinggi bersetelan rapi, berwajah tajam dan ekspresi yang tak pernah hangat—asisten Dika, bawahan langsung Aditya. Frida nyaris terhipnotis sejenak, tapi begitu sadar siapa yang berdiri di hadapannya, wajahnya langsung berubah masam.

Terakhir kali mereka bertemu, pria itu mengantarnya pulang atas permintaan Raina. Tapi sepanjang jalan, yang ada hanya keheningan dan komentar-komentar dingin yang membuat Frida ingin loncat dari mobil saat itu juga.

“Merepotkan sekali…” gumam pria itu, cukup keras untuk didengar.

Frida mendelik tajam.

“Siapa yang kamu maksud?” tanyanya dengan nada tak suka.

Pria itu hanya menatap malas, matanya menelusuri jam tangannya yang mahal sebelum menjawab tanpa perasaan,

“Siapa lagi kalau bukan kamu. Masih pagi sudah bikin orang repot. Cepat masuk! Jangan buang waktu saya terlalu lama.”

Frida berdiri dengan posisi bertahan, tangan di pinggang, dan wajah penuh ketidak terimaan.

“Kalau nggak ikhlas nolong, kenapa datang? Saya bisa naik ojek online, tahu!”

“Silakan, kenapa tidak di lakukan.”

Balas pria itu datar, lalu berbalik membuka pintu mobilnya tanpa peduli.

"Itu_karena takut motorku di angkut orang.Kamu lupa ini dimana? jakarta keras tuan!!!!

Frida menggerutu pelan, namun akhirnya masuk juga ke dalam mobil. Begitu pintu tertutup, udara dingin dari AC menyambut kulitnya yang sudah hampir terbakar. Tapi tak ada ucapan terima kasih yang keluar. Hanya kesunyian yang lagi-lagi menciptakan jurang lebar di antara mereka.

Asisten Dika tak menanggapi,Frida yang penasaran terpaksa menanyakannya.

"Tapi motorku bagaimana? tidak mungkinkan di tinggal begitu saja,? "

"Saya sudah suruh orang untuk mengantarnya ke rumahmu, " balas asisten Dika sembari fokus menyetir.

Frida tersenyum tipis, ingin ucapkan terimakasih tapi agaknya masih gengsi.

Beberapa menit kemudian, Frida melirik ke arah pria itu, lalu melipat tangan di dada.

“Anda selalu dingin ya, ngomong aja kayak baca laporan keuangan.”

Pria itu melirik tanpa senyum.

“Dan kamu terlalu banyak bicara.”

Frida menghela napas panjang, memutar wajah ke jendela sambil bergumam,

“Pantas belum punya pacar…”

“Kamu tahu dari mana?”

Frida terdiam. Tak menyangka pria sependiam itu membalas. Tapi sebelum sempat ia merespons, pria itu menambahkan,

“Dan kalau pun punya, dia bukan tipe cerewet yang hobi debat sepanjang jalan.”

Wajah Frida merah padam. Tapi entah kenapa, senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

Perjalanan yang awalnya terasa menyebalkan itu, perlahan berubah menjadi sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Bukan karena kehangatan, tapi karena ketegangan... yang entah mengarah ke mana.

:

Siang itu, Raina baru saja tiba di kantor bersama suaminya. Langkahnya baru saja menginjakkan kaki di ruangan CEO, ketika ponselnya bergetar di dalam tas. Ia mengeluarkannya, dan seketika keningnya berkerut.

Beberapa panggilan tak terjawab. Semua dari Frida. Dan satu pesan singkat yang membuat napasnya tercekat.

“Rain, tolong aku. Motorku kehabisan bensin di tengah jalan arah ke kantor. Di jalan xxxx. Aku nggak tahu harus hubungi siapa lagi.”

Jari-jari Raina dengan refleks menari di layar, hendak menghubungi balik sahabatnya. Tapi suara berat suaminya lebih dulu terdengar, pelan namun menuntut perhatian.

“Siapa?” tanya Aditya, memperhatikan perubahan raut wajah istrinya dengan tajam.

Raina menghela napas dan menoleh. “Frida, Mas. Tadi telepon, katanya kehabisan bensin di tengah jalan pas berangkat kerja.” Suaranya terdengar cemas. “Aku jemput dia sebentar, ya. Kasihan banget…”

Alih-alih menjawab, Aditya malah menyipitkan mata. Ekspresinya berubah—cemberut seperti anak kecil yang mainannya hendak direbut. Lalu dengan manja ia menarik pinggang Raina, membuat wanita itu jatuh ke pangkuannya.

“Jadi lebih penting sahabat daripada nemenin suami, hmm?” godanya dengan nada menyebalkan tapi terdengar manis.

Raina terkekeh pelan, menatap wajah suaminya yang—terlepas dari wataknya yang keras dan dominan—kadang bisa bertingkah seperti bocah.

“Dia sahabatku, Mas. Dan dia perempuan. Jangan ngaco deh, mas. Masa mau cemburu sama Frida, ”

Aditya tidak langsung menjawab. Ia malah menatap wajah istrinya dalam-dalam, sebelum akhirnya berkata singkat, “Kalau begitu, biar asisten Dika yang jemput.”

Tanpa menunggu persetujuan, Aditya langsung menghubungi asistennya dan memerintahkan untuk segera menjemput Frida di lokasi yang disebutkan Raina.

Raina mengangguk kecil. “Bagus juga sih, itu solusi terbaik,” ujarnya lega.

Tapi sebelum sempat ia berdiri dari pangkuan, Aditya memiringkan wajahnya dan mencium bibir Raina dengan tiba-tiba. Awalnya lembut, tapi dengan cepat berubah menjadi dalam—menuntut, penuh hasrat yang tak bisa disembunyikan. Raina sempat mendorong bahunya pelan.

“Mas… ingat, ini kantor…” bisiknya dengan napas yang tersisa.

Tapi Aditya hanya tersenyum miring, ekspresinya kembali menunjukkan dominasi khasnya.

“Tidak ada yang berani masuk ke sini tanpa perintahku,” ucapnya rendah, nyaris seperti bisikan mengancam, namun dalam versi paling romantisnya.

Dalam sekejap, tubuh Raina sudah dalam gendongannya. Suaminya membawa ia menuju ruang pribadi yang terletak di balik pintu kaca buram di sudut ruang kerja.

“Mas… semalam kita baru—” Raina mencoba bersuara, tapi kata-katanya menguap ketika Aditya menutup pintu dan menatapnya dengan tatapan yang membuat seluruh tubuhnya melemas.

“Semalam milik yang lalu. Sekarang... aku butuh kamu lagi.”

Dan seperti itu, Raina hanya bisa menyerah. Tak ada celah untuk melawan pesona dan kelembutan yang disembunyikan suaminya di balik wajah dingin dan sikap angkuh. Hatinya tahu, di balik pria arogan bernama Aditya, ada cinta yang begitu kuat, bahkan ketika jarang diucapkan.

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!