Terpisah cukup lama karena kesalahpahaman, tapi rencana licik seseorang membuat keduanya di pertemukan kembali.
Bagaimana cara mengatasi kecanggungan yang sudah tertanam dalam itu, apa yang akan Sang Bunga Albarack lakukan pada mantan ajudannya nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara Terakhir
"Liara, please. Kau boleh memaki ku memukul ku menghukum ku tapi tidak dengan cara seperti ini. Oke aku minta maaf kalau aku sudah membuat mu marah. Please, bangunlah! buka kedua mata mu, My Flower!" Lionel mulai frustasi.
Tekanan tangannya di dada Liara semakin kencang, dua kali, tiga kali hingga empat kali, tapi tidak juga kunjung di respon oleh Dahliara.
Wajah gadis itu semakin memucat, telapak tangannya dingin, ditambah lagi hujan deras masih mengguyur tubuhnya.
"Liara please, wake up!" seru Lionel.
Dia kembali menekan dada Liara, dia mulai putus asa hingga pada akhirnya Lionel harus melakukan hal itu. Dia harus membagi sedikit oksigen untuk Liara lewat ciuman, bukan ciuman karena nafsu tapi karena khawatir.
Tanpa menunggu lama pria itu mendekat pada wajah Liara, hingga akhirnya bibir keduanya bertemu. Berulang kali Lionel memberikan napas buatan untuk Sang Bunga, tapi Liara tidak kunjung merespon.
Hingga saat Lionel hendak melakukannya untuk kesekian kali, Liara terbatuk- gadis itu menumpahkan banyak air dari mulutnya membuat Lionel reflek membangunkannya.
Napas Liara terengah, kedua matanya terpejam erat. Ringisan kecil keluar dari mulutnya, ringisan kesakitan serta kedinginan.
"Daddy," gumamnya.
Lionel segera menggendong tubuh kecil itu dengan mudah, ponsel yang sedari tadi menjadi penerang dia gigit dengan kencang. Dengan sekali angkat tubuh Liara sudah berada didalam gendongannya, tubuh Liara terlihat seperti anak kecil yang tengah ketakutan, bergetar dan merangkul erat leher orang yang menggendongnya.
"Mom, Abang Erkan," Liara terus saja mengigau disepanjang langkah yang Lionel ambil.
Tubuhnya yang mengigil membuat Lionel semakin mempercepat langkahnya, bahkan pria bertato itu sudah melepaskan jaket yang dia pakai untuk melindungi kepala Liara dari hujan.
"Simba," gumaman Liara yang selanjutnya berhasil membuat langkah Lionel terhenti.
Pria itu mengambil napas dalam, ekor matanya melirik pada Liara yang masih memejamkan kedua matanya dan merangkul erat lehernya. Rambut gondrongnya yang basah membuat Lionel semakin terlihat garang, terlebih lengan yang di penuhi tato itu nampak jelas sekali.
Tangan kekar bertato itu menopang tubuh Liara yang lemah. Memeluknya erat, bahkan sadar atau tidak sebelum dia melajutkan langkahnya untuk menaiki tebing licin dan curam itu, Lionel memberikan sentuhan singkat di pelipis Liara yang tertutup jaketnya.
"Maaf, karena aku sudah berani mencium mu Yang Mulia Princess. Kau boleh menghajarku nanti saat kau sudah pulih," gumamnya dalam hati.
Dengan susah payah Lionel menaiki bukit itu, dengan satu tangan menopang tubuh Liara dia berusaha meraih pohon kecil untuk dijadikan pegangan. Jalanan yang licin dan terjal membuatnya sedikit kesulitan, bahkan tidak jarang Lionel hampir terpeleset dan jatuh lagi.
Telapak tangannya yang terluka tidak lantas membuatnya menyerah, walaupun hujan kian mengguyur dengan deras kedua kaki kokohnya tetap naik untuk menghibdari amukan air bah yang mulai datang.
Batu yang di tiduri oleh Liara hilang tertelan air bah, bahkan air mulai naik membuat Lionel kembali melanjutkan panjatannya.
"Apa mereka tidak mencarimu?" tanya Lionel dalam hati.
"Kalau mereka sampai tidak peduli dengan mu, akan aku bakar semua yang mereka bawa!" geramnya.
Hati Lionel terus saja mengumpat karena bantuan pihak kampus tidak juga kunjung datang, hingga akhirnya dia berhasil naik walaupun dengan napas yang hampir habis.
Kedua tangannya kembali menopang tubuh Liara, Lionel mengambil napas sejenak dan kembali melanjutkan langkahnya. Dan tidak lama setelah dia menjauh dari tebing, banyak cahaya yang menuju ke arahnya dengan cepat dibawah guyuran hujan.
"Kalian baik baik saja?!" tanya salah satu dari mereka yang menyusul kelokasi.
Lionel tidak menjawab, dia hanya berdecih dan kembali melanjutkan langkahnya. Lionel melewati para dosen dan para mahasiswa yang ikut ke lokasi kejadian tanpa suara apa pun.
Kedua kaki kokohnya berjalan cepat, mengabaikan tatapan orang orang lamban yang membuatnya semakin terbakar emosi.
"Kita akan pulang." gumamnya pelan.
**AKU TAK BISA BERKATA KATA, KALO AMPE TAU LIARA DISOSOR SI SIMBA GIMANA REAKSINYA 🏃🏃🏃
SEE YOU TOMORROW MUUUAAACCHH😘😘**