Menjadi anak haram bukanlah kemauan Melia, jika dia bisa memilih takdir, mungkin akan lebih memilih hidup dalam keluarga yang utuh tanpa masalah.
Melia Zain, karena kebaikan hatinya menolong seseorang di satu malam membuat dirinya kehilangan kesucian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Mana makan siangku,
Kalimat sederhana yang terus menggema di telinga Melia. Dalam hitungan menit selalu terngiang, mengusik kepala hingga meluluh lantahkan pikirannya. Melia masih asyik terpaku akan sosok Kevin. Pertemuan kedua yang sangat berbeda tentunya dalam keadaan sama-sama sadar.
"Bisakah tidak terbengong-bengong, aku perhatikan kau sangat aneh saat menatapku, aku tau aku ini tampan, dan kurasa kau sedang menyesali perkataanmu waktu itu," ucap Kevin terlihat santai, dia masih sok sibuk memperhatikan dokumen-dokumen di atas mejanya. Sambil terus memperhatikan gerak-gerik Melia yang menurut Kevin tak seperti apa yang ia duga.
"Ck!" Melia berdecak, lalu memutar bola mata malas.
"Maaf tuan Kevin yang terhormat, tapi aku tidak punya waktu untuk menggodamu." Melia melipat tangannya di depan dada.
Duduk bersandar di sofa, dan meraih ponsel di dalam tas.
"Mana makan siangku?" ulang kembali Kevin hingga membuat Melia semakin kesal dan ingin sekali meluapkan emosi. Lagi, ia hanya bisa menahan rasa kesal. Kevin jelas melihat pancaran kekesalan di mata Melia, dangat kentara dari tatapan sebal gadis itu, dalam hati ia tersenyum puas berhasil membalas balik Melia.
"Itu," Melia melirik termos makanan depan Kevin, memberi kode agar laki-laki itu bisa mengambilnya sendiri dan langsung makan tanpa mengusiknya atau menggodanya.
"Mana?" kekeh Kevin dengan ego tinggi.
Melia beranjak dan mendekat ke arah Kevin. Terpaku begitu lama saat matanya dan mata Kevin bertemu, rasa kagum tiba-tiba mendominasi. Kevin memang manusia sempurna, tak ayal Melia kerap tak bisa mengendalikan diri untuk menatapnya. Namun, lintasan kejadian di bar membuat ia berfikir dan membangun benteng tinggi. Agar kelak jangan sampai ia jatuh cinta kepada laki-laki playboy tersebut.
Dengan sigap Melia membuka termos, mengeluarkan satu persatu masakan yang menurut Kevin menggugah selera meski hanya masakan sederhana.
Hya, Kevin bukan type orang pemilih. Namun, kali ini ada sorot kekaguman yang ia sembunyikan untuk Melia.
"Maaf, hanya makanan sederhana. Tapi soal rasa, semoga kamu suka."
"Hmmm." Kevin hanya berdehem sebentar tanpa berminat membalas ucapan Melia. Bukan karena malas, tapi karena perutnya berdemo ria minta segera di isi. Hanya saja ia perlu menutupinya dari Melia.
Melia dengan cekatan menyiapkan makan siang Kevin, dari nasi hingga lauk pauk hasil masakannya. Kevin dibuat tertegun.
"Kamu nggak ikut makan?" tanya Kevin terheran.
Melia menggeleng, meletakkan box kotak lengkap di hadapan Kevin dengan senyum manis yang meski sebenarnya terpaksa.
"Silahkan makan, Kevin." bisiknya sebelum melangkah kembali ke sofa.
"Hmm, ingat ini bukan berarti kamu sudah berhasil. Hanya permulaan." Tatapan Kevin yang dingin membuat Melia bergidik, lantas segera ia duduk di sofa dengan jarak aman.
Kevin menatap makanan di hadapannya, bibirnya tersenyum tipis. Sangat tipis dan nyaris tak terlihat, lalu dengan perlahan mulai mencicipi makanan buatan Melia.
Dia benar-benar jago masak kah? ini benar-benar luar biasa, apa dia memasaknya sendiri. Batin Kevin yang merasa rasa masakan Melia sangat lezat. Satu suap dua suap ia dangat menikmatinya hingga tanpa sadar makan dengan begitu lahap.
"Uhukk!" Kevin terbatuk dan ingin melihat seperti apa respon Melia. Gadis itu sibuk menggeser layar ponsel tanpa menoleh ke arah Kevin.
Ehmm, uhukk! Apa kau tidak bisa mengambilkan aku minum, calon suamimu tersedak. Kau malah asyik bermain ponsel!" geram Kevin, meski sebenarnya ia hanya pura-pura.
"Kau! Ck, minum air putih di depanmu, kenapa manja sekali."
"Bagus. Bahkan rasa empatimu sangat dikit terhadapku, bagaimana bisa aku memiliki calon istri sepertimu." kesal Kevin.
Melia bangkit, melempar ponselnya ke sofa dan berjalan mendekat ke arah Kevin, menyodorkan air putih.
"Hya, seharusnya memang begini." Kevin menggenggam tangan Melia yang terulur menyodorkan minum padanya.
Deg
Deg,
Detak jantung seolah bersahutan, Melia tak mampu menyembunyikannya, hanya berharap Kevin tidak tau jika dalam diri Melia. Dadanya bergemuruh meski hanya menatap mata pria itu.
"Aku akan kembali duduk," ucap Melia kemudian duduk kembali di sofa.
***
Sedari tadi Kevin hanya pura-pura sibuk membolak-balik dokumen, ia sengaja meminta Alan menghandle semua meeting di luar dab tengah memperhatikan Melia yang malah sibuk bermain game. Kevin berdecak berulang kali, sembari memijat kepala yang sama sekali tidak pusing.
"Kamu sedang apa?"
"Bermain game, kenapa?"
"Apa kau datang kesini hanya untuk bermain-main," kesal Kevin.
"Ini caraku menghibur diri sendiri," jawab Melia.
Kevin memandang ke arah Melia, memperhatikan gadis itu, tanpa berkedip.
Merasa di ada yang memperhatikan lantas Melia mendongkak, matanya bertemu dengan Kevin. Beradu pandang cukup lama hingga Melia membuka suara kembali.
"Kenapa melihatku?"
"Kenapa? aku berhak melihat siapapun semauku," ucap Kevin tak kalah kesal, mereka selalu berdebat kecil tak habis.
"Kenapa kau selalu emosi? bisakan sedikit lembut, aku ini wanita."
"Kau, memangnya kenapa?"
Melia tertegun, kenapa juga ia merasa kesal dengan ucapan Kevin, bukankah seharusnya itu hal yang biasa. Melia berusaha mengontrol kekesalannya, lalu menatap Kevin penuh arti.
"Eh, aku mau tanya satu hal?" membuat Kevin kembali mendongkak, "Apa?"
"Kemarin, apa kau sengaja menemui ibuku di rumah sakit? aku sangat berterima kasih karena kehadiranmu, ibuku kembali senang dan ceria lagi."
Kevin berpikir sejenak, "oh, itu. Aku hanya kebetulan lewat disana dan melihat ibumu, lalu aku mampir sebentar. Bukan suatu hal yang penting." jawab Kevin. Karena memang kebetulan kemarin ia menjenguk Gio dan melihat ibunya Melia di tindas Kepala rumah sakit.
"Ohhh," ucap Melia tampak kecewa. Ia fikir Kevin sengaja menemui ibunya khusus. Tapi hal itu mana mungkin, mengingat siapa Kevin?
"Makasih, bagaimanapun juga kau sudah mau menemui ibuku dan membuat suasana hatinya kembali membaik." Meski kesal dan kecewa, Melia berusaha menyembunyikannya dan tetap berterima kasih kepada Kevin.
"Apa begitu caramu berterima kasih, wajahmu terlihat kesal seolah berkata lain. Atau kamu tidak ikhlas mengucapkan kata makasih untukku?" tanya Kevin. Dasar memang, ia selalu berhasil membuat Melia kesal terus menerus.
"Apa maksudmu, Kev?" kesal Melia.
"Apa begitu caramu berterima kasih padaku?" ucap Kevin, entah apa yang ada di fikirannya saat ini yang jelas ia hanya senang membuat Melia kesal terus menerus.
Melia membisu, "Apa ada hal lain lagi?" tanya Melia kemudian mulai membereskan bekal yang ada di meja Kevin kemudian memasukkannya ke dalam termos.
Ia sangat kesal, hingga bergerak cepat dan menaruh kotak demi kotak terburu-buru.
"Jika tidak ada hal lain lagi, aku akan pergi. Maaf," ucap Melia setelah membereskan semua bekal makan siang darinya untuk Kevin.
🍁🍁🍁🍁
menikah Dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan Mampir
tp kasian deh sama Mel.. pasti dia takut ibunya kecewa karena tidak perawan lagi
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir