S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 03. SP
...~•Happy Reading•~...
Raymond sudah mendengar sekilas dari Bibi tentang kedatangan polisi. Tapi rahangnya mengeras, ketika melihat polisi datang dengan Frans dan anak buahnya. Walaupun sudah tahu maksud Frans, dia tetap berjalan tenang mendekati Thania.
"Maaf, Pak. Ini ada Pak polisi mau geledah rumah, karena orang-orang ini melapor, rumah saya dijadikan tempat maksiat." Nathania menjelaskan dengan perasaan tidak enak dan malu.
"Sudah bilang saya sewa paviliunmu?" Tanya Raymond kepada Nathania, tanpa melihat polisi atau yang lainnya.
"Sudah, Pak." Jawab Nathania cepat, tapi ada yang nyeletuk. "Alasan. Akal bulus..." Raymond menatap tajam yang nyeletuk, hingga dia mundur.
"Terus, bapak-bapak mau apa?" Tanya Raymond kepada polisi.
"Kami minta kalian ke kantor polisi untuk diperiksa dan minta keterangan. Supaya menghindari masa berdatangan dan bikin ribut " Ucap salah satu polisi.
"Baik. Tapi saya sedang tidak sehat. Besok kami akan ke kantor polisi." Ucap Raymond tenang. Polisi yang meminta terdiam melihat sikap Raymond yang tenang dan dingin, lalu melihat rekannya.
"Oh, Pak Ray sakit? Pantas wajah bapak sangat merah. Astaga, saya antar ke rumah sakit, Pak." Nathania terkejut melihat wajah Raymond. Sehingga dia tidak peduli dengan polisi dan Frans yang sedang memperhatikan.
Raymond terkejut melihat reaksi Nathania yang sangat panik mendengar dia sakit. Sehingga dia bergerak cepat untuk melarang, agar tidak berlanjut. "Tidak usah. Saya hanya mau istirahat." Raymond menggerakan wajah, agar Nathania tenang.
Frans seakan tersengat listrik melihat Nathania mendekati Raymond dengan wajah panik. Rasa benci menguasainya, sehingga dia menyenggol salah satu anak buahnya. "Pak, jangan didengar. Mereka sedang main drama untuk menutupi kelakuan bejat." Ucap anak buah Frans.
Raymond tidak peduli dengan tuduhan anak buah Frans. "Thania, catat nama polisi dan yang lainnya. Tolong berikan jaminan." Raymond berkata serius dengan suara parau, lalu berbalik ke paviliun. Dia menahan marah melihat Frans dan anak buahnya berkasak kusuk untuk menuduh dan menjebak, karena mulai menggigil.
"Bapak-bapak sudah dengar, kan. Besok kami akan ke kantor polisi untuk beri keterangan. Kalian juga, jangan sampai tidak datang." Nathania menunjuk Frans dan anak buahnya.
Kedua polisi tidak bisa memaksa, sebab melihat kondisi Raymond yang sakit dan Nathania sudah menjamin akan datang ke kantor polisi. "Pak, saya minta nama bapak-bapak dan mereka semua." Nathania mengeluarkan ponsel untuk mencatat. Tapi Frans tidak menyebut namanya, hanya mendengus.
"Pergi dari sini. Pergiii..." Nathania mengusir Frans dan anak buahnya yang belum juga beranjak, walau polisi sudah berjalan keluar.
"Rara, ambil slang ke sini. Kalau tidak tahu diri, mungkin perlu mandi tengah malam." Teriak Nathania, karena kesal. Dia sedang khawatir kesehatan Raymond, tapi Frans tetap tidak mau pergi.
"Bi, ini rekam semua ini." Nathania memberikan ponselnya kepada Bibi Sena.
Frans tidak peduli dengan gertakan Nathania. Dia sangat marah melihat Raymond bisa masuk dengan gampang ke paviliun. Sedangkan dia yang pernah pacaran dan menikah dengan Nike belum pernah masuk.
"Nike akan mengutukmu dari dalam kubur, lihat kelakuan bejatmu." Ucap Frans disertai dengan mata seperti burung hantu.
"Saya lebih takut dikutuk Tuhan. Sana, pergi dari sini. Pergiii..." Nathania tidak takut, malah balik melawan dengan berani. Sakit Raymond memberi dorongan kuat baginya untuk melawan Frans.
"Pak polisi, lihat mereka ini. Apa masih kurang jaminan yang saya berikan?" Nathania berteriak sebelum polisi naik motor. Dia sangat marah melihat Frans tidak beranjak.
Polisi yang melihat sedang direkam, segera berhenti. Frans dan anak buah terpaksa keluar, karena melihat polisi tidak jadi naik motor dan orang-orang yang dibawa sudah keluar.
Setelah polisi pergi, Rara mengunci gerbang. Sedangkan Nathania berbicara serius dengan Bibi Sena, lalu berlari masuk ke rumah. "Tolong cepat Bibi Sena." Nathania berbicara sambil membantu. Dia sangat khawatir dengan kondisi Raymond.
Tidak lama kemudian, Nathania berjalan cepat ke paviliun untuk melihat kondisi Raymond. Dia sangat khawatir mengetahui Raymond sakit. Tok tok "Pak Ray, sudah tidur?" Tanya Nathania di depan pintu.
"Sudah, Thania." Jawaban Raymond membuat Nathania menarik nafas panjang. Raymond belum bisa tidur, hanya duduk di tepi tempat tidur.
"Minum ini dulu, Pak. Supaya bisa tidur." Nathania tidak tanggapi candaan Raymond.
Raymond membuka pintu paviliun lalu berdiri di depan pintu, setelah menutup pintu di belakangnya. "Selama saya tinggal di sini kau tidak pernah datang, karena menghindari kejadian seperti tadi?" Tanya Raymond setelah menutup kepalanya dengan kupluk dan memasukan kedua tangan ke dalam saku.
Raymond jadi curiga, karena menyadari selama dia menyewa paviliun, Nathania tidak pernah datang ke paviliun atau berbicara dengannya di depan paviliun. Mereka hanya bertemu dan berbicara di depan teras rumah.
"Pak Ray, minum ini dulu. Nanti sudah sehat baru kita bicarakan." Nathania tidak menjawab tapi memberikan gelas yang diberikan Bibi Sena ke tangan Raymond.
Raymond tidak bertanya, tapi menggerakan wajah dan mata untuk menanyakan apa yang diberikan Nathania. "Itu jamu buatan Bibi. Mungkin agak pahit, tapi tahan sebentar, Pak. Supaya bisa turun panas dan tenggorakan bisa lega." Nathania menjelaskan jamu yang diberikan kepada Raymond
Raymond terpaksa ambil dan minum perlahan. "Obat yang cepat menyembuhkan, kenapa selalu pahit?" Ucap Raymond disertai wajah menahan rasa pahit.
"Pahitnya hanya sebentar di mulut, Pak. Nanti kalau sudah turun ke tenggorokan tidak berasa pahit lagi." Nathania menanggapi protes Raymond.
"Apa saya tidak bisa minum air mineral untuk hilangkan pahitnya sekarang?" Raymond bertanya sambil memegang leher dan menahan pahit.
"Tahan sebentar lagi, Pak." Nathania mengangkat tangan, melarang Raymond masuk ke kamar untuk ambil air mineral.
"Kau tidak khawatir tentang besok?" Tanya Raymond mengalihkan rasa pahit di mulutnya.
"Biarlah kesusahan sehari cukup buat sehari, Pak. Besok punya kesusahan sendiri. Saya tidak mau pikirkan apa yang terjadi di esok hari, kalau berhadapan dengan para pemfitnah itu."
"Termasuk mantan kakak iparmu?" Raymond terus memegang lehernya.
"Terlebih dia, Pak. Saya tidak habis pikir yang dia lakukan. Tapi malam ini, Pak Ray tidur dulu. Saya tidak mau bicarakan itu dalam situasi begini."
"Baiklah. Selamat tidur. Tidak usah pikirkan, besok mau berikan keterangan apa. Kita hanya mengatakan yang sebenarnya. Orang berbohong yang perlu berpikir, untuk cari alasan." Ucap Raymond serius.
"Iya, Pak. Minum ini, lalu tidur." Nathania memberikan gelas kecil yang disimpan di belakangnya.
"Oh, kau menyimpan penangkal pahit rupanya. Ternyata kau tega lihat saya menahan pahit." Raymond menggelengkan kepala melihat wajah galak Nathania. Dia ambil gelas kecil yang diberikan, lalu minum.
"Supaya Pak Ray bisa tidur dan lekas sembuh." Ucap Nathania sambil mengambil gelas kecil dari tangan Raymond yang melihatnya dengan tatapan lurus menembus relung hati.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
kayakna frans tahu pas di bali terus dia marah sampai dorong nike