NovelToon NovelToon
Dia Yang Kau Pilih

Dia Yang Kau Pilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Selingkuh / Berondong
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Rika Nurbaya adalah seorang guru honorer yang mendapat perlakuan tak mengenakan dari rekan sesama guru di sekolahnya. Ditengah huru-hara yang memuncak dengan rekan sesama guru yang tak suka dengan kehadirannya, Rika juga harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya, Ramdhan memilih wanita lain yang jauh lebih muda darinya. Hati Rika hancur, pernikahannya yang sudah berjalan selama 4 tahun hancur begitu saja ditambah sikap ibu mertuanya yang selalu menghinanya. Rika pun pergi akan tetapi ia akan membuktikan bahwa Ramdhan telah salah meninggalkannya dan memilih wanita lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Suami Memilih Cerai

Kelegaan singkat yang dirasakan Rika setelah ledakan emosinya di ruang tamu cepat menguap. Air mata sudah mengering, menyisakan jejak asin dan rasa terbakar di pelupuk mata. Di dapur sempit itu, ia berusaha keras memotong sayuran dengan irama teratur, mencoba menenggelamkan pikiran-pikiran buruk. Ia memasak tumis kangkung terasi, lauk kesukaan Ramdhan, suaminya.

Ketika masakan matang dan aroma harum memenuhi ruangan, Rika menyajikan hidangan itu di meja makan. Ia menyendok sedikit tumis kangkung untuk Ibu Cahya yang masih duduk di depan televisi.

“Bu, makan dulu. Sudah Rika siapkan,” ujar Rika, nadanya kembali lembut, mencoba menawarkan gencatan senjata.

Cahya mematikan volume televisi, meraih piring itu, dan menatap isinya dengan jijik yang kentara. Ia mengambil satu helai kangkung, mengunyahnya, lalu seketika memuntahkannya kembali ke piring.

“Apa ini?” desis Cahya, menatap Rika tajam. “Rasanya seperti air comberan. Terlalu banyak garam! Kamu mau meracuni saya, Rika?”

Rika tercekat. “Astaga, Bu, maaf. Tadi Rika sudah coba, rasanya pas. Mungkin lidah Ibu—”

"Lidah saya kenapa? Lidah saya ini sudah makan masakan puluhan tahun, Rika. Kamu pikir saya tidak bisa membedakan masakan enak dan racun?” Cahya mendorong piring itu menjauh dengan kasar. Piring itu bergeser, nyaris jatuh.

“Kamu itu ya, jadi guru tidak becus, jadi istri apalagi! Memasak pun seperti ini hasilnya! Pantas saja anak saya kurus. Kamu mau anak saya keracunan, Rika?”

Rika merasakan gejolak marah kembali menyelimuti. Ia sudah mencoba yang terbaik, bahkan setelah pertengkaran tadi, namun wanita ini tidak akan pernah puas. Ia menatap piring di meja. Tumisan itu terlihat sempurna di matanya.

“Bu, kalau Ibu tidak suka, Rika bisa buatkan yang lain. Tapi tolong, jangan menghina masakan ini seperti itu,” kata Rika, suaranya kembali bergetar karena emosi yang tertahan.

“Menghina? Saya hanya berkata jujur! Kamu itu memang tidak punya selera, Rika! Sama seperti selera kamu memilih pekerjaan honorer itu!” Cahya bangkit, berjalan ke belakang, sengaja membanting pintu kamar mandi dengan keras.

Rika berdiri terpaku di depan meja makan, menatap hidangan yang seharusnya menjadi simbol kehangatan, kini menjadi saksi bisu penghinaan. Ia mengambil napas dalam-dalam, mencoba meyakinkan diri bahwa semua ini akan berlalu saat Ramdhan pulang.

****

Pukul tujuh malam, terdengar suara Ramdhan di teras. Pria itu masuk, wajahnya kusut, dan tubuhnya terlihat kelelahan. Ramdhan adalah suami yang baik, namun ia punya satu kelemahan besar: ia selalu tunduk pada ibunya.

Belum sempat Rika menyambutnya, Cahya keluar dari kamar mandi, wajahnya dihiasi ekspresi paling menderita yang bisa ia buat.

“Ramdhan!” jerit Cahya, suaranya dibuat parau. “Kamu lihat istri kamu ini? Seharian di sekolah, pulang hanya menyusahkan! Ibu sudah tua, Ramdhan, tapi disuruh makan masakan yang seperti sampah! Dia mau Ibu mati pelan-pelan, Ramdhan!”

Ramdhan menoleh ke arah Rika, lalu ke arah Cahya, dan pandangannya berhenti di piring tumis kangkung di meja.

“Ibu! Tidak seperti itu!” protes Rika cepat. “Aku sudah masak yang terbaik, tapi Ibu bilang itu racun. Rika sudah coba tawarkan untuk membuat yang lain, tapi Ibu malah marah.”

Cahya segera menarik tangan Ramdhan. “Dia bohong, Nak! Dia sudah lancang bicara keras pada Ibu. Dia bilang pekerjaan dia honorer itu jauh lebih mulia daripada uang hasil keringat kamu! Dia menghina Ibu, Nak! Dia bilang Ibu tidak akan bangga kalau dia tidak jadi PNS! Dia menuduh Ibu memperlakukannya seperti—seperti mesin saja!”

Mata Ramdhan langsung berubah. Rasa lelah di wajahnya digantikan oleh amarah. Ia menarik tangannya dari Cahya, lalu menatap Rika dengan pandangan penuh kekecewaan.

“Rika, ikut aku sebentar,” kata Ramdhan, suaranya dingin, tanpa ada kehangatan seorang suami.

Mereka masuk ke kamar. Cahya tidak benar-benar masuk kamar, melainkan berdiri di balik tirai dapur, telinganya dipasang tajam, senyum kecil mulai terukir di bibirnya.

****

Di dalam kamar, Ramdhan mengunci pintu. Ia menyalakan lampu, dan cahaya bohlam yang kekuningan menampakkan dengan jelas garis keras di wajahnya.

“Aku tidak menyangka kamu seberani itu, Rika,” Ramdhan memulai, tidak meninggikan suara, namun intonasinya terasa lebih mengiris daripada teriakan. “Kamu menghina Ibu? Kamu bilang pekerjaan aku tidak cukup?”

“Tidak, Mas. Aku tidak menghina. Aku hanya mencoba menjelaskan bahwa—”

“Cukup, Rika!” Ramdhan memotong. “Aku sudah lelah. Sangat lelah dengan semua ini.”

Rika merasakan firasat buruk yang besar. Jantungnya berdebar kencang, seolah akan melompat dari tempatnya. “Lelah dengan apa, Mas? Kita bisa bicarakan baik-baik. Masalah Ibu, masalah anak, kita bisa cari jalan keluarnya.”

Ramdhan menggeleng, mengalihkan pandangan dari Rika. Ia berjalan mendekati jendela. “Tidak ada jalan keluar. Aku... aku akan mengajukan gugatan cerai.”

Dunia Rika berhenti berputar. Kata-kata itu, enam suku kata yang diucapkan Ramdhan, menghantamnya telak di dada.

“A-apa?” Rika berbisik, suaranya nyaris hilang. Kakinya mendadak lemas.

Ramdhan tidak menoleh. “Aku akan menceraikanmu, Rika.”

Rika berjalan mendekati suaminya, air mata sudah siap menetes. “Mas, kenapa? Masalah anak? Kita bisa coba lagi. Aku akan berhenti jadi guru honorer kalau itu maumu. Aku janji!”

Ramdhan akhirnya menoleh, matanya dingin, tanpa simpati. “Terlambat, Rika. Ini bukan hanya soal anak. Ini soal... soal kamu.”

Ia menghela napas panjang. “Kamu terlalu keras. Kamu terlalu ambisius. Kamu terlalu sibuk membuktikan diri di luar sana, sampai lupa bahwa di rumah ini ada kewajibanmu. Ibu benar, kamu terlalu lelah mencari muka sampai lupa mencari tempat di hati keluarga ini.”

Rika menggeleng-geleng, air matanya tumpah ruah. “Itu tidak adil, Mas! Itu tidak benar! Aku mencintai Mas, aku mencintai keluarga ini!”

“Tidak, kamu hanya mencintai pekerjaanmu. Dan sayangnya, aku sudah menemukan seseorang yang lebih baik, Rika.”

Rika terhuyung mundur. Ia menatap Ramdhan, mencari-cari kebohongan di matanya, namun yang ia temukan hanyalah kekosongan yang nyata.

“Seseorang yang lebih baik? Siapa?” Rika menjerit kecil, tangisnya pecah.

“Dia bisa memberikan aku keturunan. Dia sabar. Dan yang paling penting, dia mengerti posisi aku sebagai anak laki-laki. Dia tidak membanding-bandingkan gajiku, dia tidak menuntut apa-apa selain kebahagiaan.” Ramdhan mengucapkan kata-kata itu dengan nada tenang yang menusuk.

****

Rika merasakan setiap sel di tubuhnya meronta kesakitan. “Jadi, semua ini karena ada wanita lain?” Rika menunjuk dadanya, suaranya serak. “Setelah semua perjuanganku? Setelah aku berusaha keras menjadi istri yang baik, menjadi guru yang baik, hanya untuk dicampakkan karena ada wanita lain yang lebih ‘penurut’?”

Ramdhan mengangguk tanpa ekspresi. “Anggap saja begitu.”

“Mas…” Rika jatuh terduduk di lantai, tangisnya semakin histeris. “Aku mencintai Mas! Aku berjuang untuk Mas!”

Tiba-tiba, dari balik pintu, terdengar suara tawa kecil yang tertahan, penuh kemenangan, disusul bisikan pelan yang tak sengaja terdengar Rika. “Bagus, Nak. Cepat selesaikan!”

Rika mendongak, matanya yang basah penuh pengkhianatan. Ia tahu, Cahya sengaja menguping. Pengkhianatan Ramdhan terasa didukung, dirayakan, oleh orang yang seharusnya menjadi ibu keduanya. Rasa sakit itu berlipat ganda, merobek jiwanya. Ia tidak hanya kehilangan suami, ia kehilangan harga diri dan harapan.

1
Purnama Pasedu
nggak lelah Bu cahaya
Aretha Shanum
ada orang gila lewat thor
La Rue
Ceritanya bagus tentang perjuangan seorang perempuan yang bermartabat dalam meperjuangkan mimpi dan dedikasi sebagai seorang perempuan dan guru. Semangat buat penulis 👍❤️
neur
👍🌹☕
Purnama Pasedu
Shok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba panik
Purnama Pasedu
bo rosba nggak kapok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba,,,itu Bu riika bukan selingkuh,kan dah cerai
Purnama Pasedu
benar itu Bu Guru
Purnama Pasedu
wanita yg kuat
Purnama Pasedu
lah Bu rosba sendiri,bagaimana
Purnama Pasedu
bener ya bu
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Purnama Pasedu
lawan yg manis ya
Purnama Pasedu
bawaannya marah terus ya
Purnama Pasedu
Bu rosba iri
Purnama Pasedu
jahat ya
Purnama Pasedu
kalo telat,di marahin ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!