Juanda Mahessa, 32 tahun, wajah tampan, dingin, tertutup serta kejam. ia adalah CEO muda Mahessa grup sekaligus pewaris tunggal. Prestasi yang luar biasa dan reputasi tanpa cela, membuatnya menjadi panutan dikalangan pebisnis dan wanita kalangan atas. Atas desakan sang kakek Solmon Mahessa yang mengharuskan juanda untuk segera menikah sebelum diusianya yang ke 32 tahun.
" Menikahlah dengan ku " kata Juanda, suaranya tenang namun penuh penekanan
" Apa kau mabuk? " Arumi Calista
" Aku serius, aku akan memberi mu uang 20 juta per bulan nya. kau hanya perlu menikah dengan ku " juanda Mahessa
Arumi tau ini gila, tapi ketika pilihan antara bertahan dalam kemiskinan atau mengambil kesempatan gila ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lembayung pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 3
"Ayah...ayah... aku pulang" teriak arumi sambil berlari
"Nah, itu dia pulang" sahut Anita girang
"Serahkan uang nya" tanpa basa basi Lukman langsung meminta dengan menadah kan tangan
Dengan segera arumi menyerahkan uang tersebut kepada Lukman. Lukman menghitung uang itu bersama dengan Anita dan kedua anak-anak tirinya. Mata mereka semua langsung terbelalak dan membulat sempurna saat melihat uang satu juta rupiah benar-benar ada di depan mereka saya ini
"Wah... ternyata kau benar-benar bisa jadi adik yang baik ya arumi. Gitu dong" ujar agung tersenyum bahagia sembari menepuk pundak arumi
"He...he... he... arumi anak ku, apa kau masih punya sisa uang lagi" tanya Lukman mencoba merayu arumi lagi
"Tapi ayah, bukan kah aku sudah memberikan semua uang ku"
"Iya ayah tau, tapi uang itu kan untuk abang kamu. abang mu mau pergi jalan-jalan bersama teman-temannya"
"Apa!! uang itu untuk bang agung dan akan digunakan untuk bersenang-senang bukan nya untuk keperluan dirumah ini" ucap arumi heran
"Iya, kenapa, apa kau keberatan" sahut agung berkacak pinggang
"Iya arumi, dia itu kan abang kamu. Apa salahnya sih kalau kamu memberi nya sedikit uang. Ibu rasa itu tidak keterlaluan. Lagian abang mu kan tidak setiap hari minta uang sama mu" sahut Anita pula berpura-pura lembut dengan memegang pundak arumi
Arumi melepaskan tangan Anita yang berada di pundak nya dan mundur selangkah "apa ibu bilang, uang itu aku cari dengan bersusah payah dan ternyata hanya dipakai untuk bersenang-senang. Apa sebenarnya kalian tidak berfikir bagaimana cara aku bisa mendapatkan uang tersebut"
"Sudah lah arumi, kami semua tidak mau tau kamu dapat uang itu dari mana. yang terpenting sekarang uang nya sudah ada" sahut Anita lagi
Arumi hanya bisa pasrah dengan menggelengkan kepalanya saja. Ia sama sekali tak pernah menyangka kalau semua orang di rumah itu akan memperlakukan nya hanya sebagai alat untuk mencari uang saja. Arumi terlihat sungguh sangat kesal. Ia tak menyangka kalau uang itu akan digunakan untuk bersenang-senang.
"Alah, palingan juga kau menjual tubuh mu itu sama om-om kaya. kalau tidak, bagaimana mungkin kau bisa mendapatkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu setengah hari saja" sahut bela menimpali nya dengan wajah sinis nya sambil menatap nya langsung arumi
"Plakk"
Sebuah tamparan keras mendarat sempurna diwajahnya bela. Ya, arumi menampar wajah nya karena kesal dikatakan seperti itu
"Bu, lihatlah. dia telah berani menampar wajah ku" rengek bela sembari memegang wajah nya yang terasa sangat panas
Anita menjambak rambut arumi
"Dasar kau anak kurang ngajar. Sedari kecil kau ku rawat, malah sekarang kau berani-beraninya menampar wajah bela. Apa kau sudah tidak takut mati, ha!!"
Lukman selaku ayah kandung nya bukannya membantu nya, malah ia hanya diam saja seolah-olah tidak melihat sesuatu
"Ampun bu sakit" rengek arumi sambil terus memegangi rambutnya
"Sudah lah bu lepaskan saja arumi, yang penting kan sekarang aku sudah dapat uangnya" sahut agung menimpali sambil mengibasi uang tersebut diwajah sang ibu
Arumi, gadis muda belia, sorot matanya menyimpan luka bertahun-tahun. Dimata orang lain, ia merupakan gadis pendiam, rajin dan kuat. Tapi tak ada yang tahu, setiap malam ia selalu menahan tangis dibalik pintu kamar nya yang tak pernah benar-benar tertutup. Karena keluarganya tak memberinya ruang untuk merasa aman apa lagi dicintai
Arumi tinggal bersama ayah dan ibu tirinya beserta kedua saudara tirinya sejak ia berusia 8 tahun. Saat itu ibu nya meninggal dunia. Dan sejak saat itu hidupnya berubah drastis. Ayahnya yang dulu penuh kasih, perlahan menjauh. Dingin, diam, kejam, seperti lupa bahwa Arumi adalah darah dagingnya sendiri
Anita sama sekali tidak pernah menyukainya. Arumi kerap mendapatkan cacian dan makian. Bahkan tak segan untuk main tangan seperti halnya barusan. Namun Arumi tak pernah mau membalas nya. Ia menelan semuanya dalam diam. Ia selalu menuruti semua perkataan dman membantu pekerjaan rumah. Dan tetap menghormati orang yang selalu menyakiti nya. Karena di hati nya, Arumi masih berharap bahwa suatu hari nanti mereka semua akan berubah. Bahwa ayahnya akan kembali memeluknya seperti dulu. Namun harapan itu seperti nya tidak akan pernah terwujud. Ibarat api jauh dari panggang. Semua hanya mimpi di siang bolong
Dimalam hari nya
Seharusnya ini adalah merupakan malam pertama setelah menikah bagi pasangan yang baru saja menikah. Namun lain hal nya dengan arumi. Ia justru malah terlihat sibuk dengan rutinitas kerja nya di salah satu bar dimana ia bekerja di setiap harinya
"Heh, malah ngelamun. lagi mikirin apaan sih" senggol dewi dilengan nya arumi
Dewi adalah salah satu dari sekian orang yang bekerja di tempat itu. ia bisa juga dikatakan orang yang paling dekat dengan arumi
Arumi kaget "ha, nggak. Nggak ada apa-apa kok" arumi berusaha menutupi nya
"Yakin nggak ada masalah"
"Iya benar nggak ada apa-apa kok"
"Ya sudah, kalau gitu kerja yang benar jangan kebanyakan ngelamun nanti pecah tuh gelas lo lap terus"
Arumi melihat gelas itu "oh iya"
Di perusahaan
"Tuan, apa tidak sebaiknya kasih kabar ke non arumi dulu kalau malam ini tuan tidak bisa pulang" ucap Ardi memberi saran
Tangan Juan terhenti seketika dari menulis nya. Dan tatapan nya dingin menatap Ardi yang sedang berdiri di depan meja kerjanya. Tatapan itu terlalu dingin hingga menusuk ke tulang.
Spontan Ardi menundukkan kepalanya "maaf kan saya tuan"
Kini ardi hanya duduk diam sambil membantu mengerjakan tugasan yang diberi oleh Juan. Ruangan itu sungguh terasa sangat dingin bahkan mengalahkan pendingin di ruangan itu
20 menit berlalu
"Kita pulang" perintah nya datar
"Siap tuan"
Dengan segera Ardi mengantarkan tuan nya pulang. Namun didalam mobil ia malah bingung sendiri.
Mau diantar kemana kah tuanya itu???
Melihat ekspresi Ardi seperti itu, Juan lalu berkata "kita ke bar dulu"
"Baik tuan"
Dan sesampainya disana, juanda langsung menemui arumi yang masih bekerja
"Ikut aku pulang" juan menarik paksa tangan arumi
"Heh tuan tolong lepaskan, aku masih belum selesai bekerja" arumi mencoba melepaskan genggaman tangan Juan
"Ikut aku pulang atau aku akan menggendong mu"
Arumi takut dengan ancaman kecil itu, makanya ia menurut saja dengan ajakan juanda itu
"Baik lah aku ikut kamu pulang"
Didalam mobil, arumi hanya diam. Ia tak mau nantinya akan jadi keributan lagi. Dan setelah setengah jam diperjalanan, akhirnya mereka sampai di apartemen Juan. Juan masuk terlebih dahulu diikuti arumi. Sementara ardi sudah pulang setelah mengantarkan tuanya.
Arumi berdiri canggung, ia tak tahu harus berbuat apa. Juan berjalan melewati nya tak berkata apa pun.
"Itu kamar kamu, kita tidak akan pernah berbagi ranjang. Jadi kamu jangan khawatir kalau aku akan menyentuh mu. karena itu semua tak akan pernah terjadi"
Pedas, kejam itu lah kalimat yang diucapkan oleh Juan barusan
"Terimakasih tuan" arumi nyaris berbisik
"Sebelum kamu mulai berkhayal lebih jauh, aku akan membuat semua nya lebih jelas"
"Ish... siapa juga yang mau tidur bareng sama siluman rubah seperti kamu" cibirnya dalam hati
"Dasar siluman rubah gila" cibir Arumi lagi nyaris terdengar oleh Juan
Langkah kaki Juan yang tadinya hendak masuk kedalam kamarnya, tiba-tiba terhenti dan berbalik badan lalu menatap arumi yang masih berdiri ditempat yang sama
"Kau mengata-ngatain aku" kata Juan
Arumi cengir kuda" ti-tidak tuan, aku sama sekali tak mengeluarkan suara"
Malas berdebat lagi, Juan akhirnya memutuskan untuk tidak mempermasalahkan nya.
"Hush....syukur deh akhirnya siluman itu masuk kamar juga" ucap Arumi pelan sembari mengelus-elus dada nya karena takut
Didalam kamar nya, Arumi bukan nya malah bisa tidur dengan tenang melainkan gelisah. Ia bingung bagaimana harus menjelaskan kepada ayah nya karena malam ini ia tak pulang.
"Argh... bodo amat, toh mereka sama sekali tidak pernah perduli sama aku. Jadi ngapain juga aku pusing mikirin mereka semua. Mendingan aku tidur"
Nemu lagi bela ketiga.
ini udah bela ketiga yang ku temukan sifatnya menjengkelkan.
yang satu, sok polos, yang satu nganu, yang ini lagi minta tas baru.
beli sendiri/Right Bah!/