"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Sudah kami pasang tilik sandi di sekitar tempat ini, jaga-jaga kalau-kalau ada yang mau mengacau atau mencuri dengar," ujar Banjar Kalianget. Ucapannya disambut anggukan dari semua yang hadir. Mereka makin penasaran, sebenarnya hal sepenting apa yang akan dibahas sampai-sampai tempatnya pun begitu khusus dan tersembunyi.
Seorang pria berpakaian rapi, dengan pedang tipis terselip di pinggang tak lain Aji Mahendra, si Pendekar Pedang Naga mengangkat suara.
"Maafkan kalau hamba lancang. Melihat pentingnya pertemuan ini, dan waktu yang tidak banyak sementara kami pun masih ada urusan yang belum selesai izinkan hamba mengusulkan agar kita langsung saja pada inti pembahasan," ucapnya sopan namun tegas.
Yang lain tampak mengangguk, setuju dengan usulan itu. Kyai Banjar Banyu Bening tersenyum maklum, lalu berdiri pelan-pelan.
"Terima kasih atas kedatangan kalian. Sudah meluangkan waktu untuk memenuhi undangan kami. Saya dan adik saya, Kyai Koneng, sudah banyak berdiskusi soal kejadian-kejadian yang belakangan ini mengguncang dunia persilatan. Tapi kami menemui satu masalah yang belum juga kami temukan jalan keluarnya."
"Masalah apakah itu, Kyai...?" tanya seorang tua dengan tasbih besar melingkar di lehernya. Suaranya berat, wajahnya penuh tanda tanya.
Semua tokoh yang hadir tampak sangat segan begitu Kyai Banjar Banyu Bening memasuki pendapa. Wibawanya seperti menenangkan angin, tapi juga menyisakan rasa hormat yang dalam.
“Tentang Pendekar Iblis…” suara berat Kyai Koneng tiba-tiba memecah keheningan. Ucapannya membuat para hadirin saling pandang, heran sekaligus waspada. Siapa sebenarnya tokoh asing berjuluk Pendekar Iblis itu, sampai-sampai seorang petinggi aliran putih merasa perlu angkat bicara?
“Ya, benar... tentang Pendekar Iblis itu,” sambung Kyai Banjar Banyu Bening dengan tenang, namun sarat kecemasan. “Terus terang, sampai saat ini saya belum pernah berjumpa langsung dengannya. Tapi kabar yang beredar sudah cukup membuat kami gelisah.”
Yang lain mengangguk pelan, seolah merasakan kegelisahan yang sama. Sosok yang belakangan ini membuat geger dunia persilatan itu memang misterius. Tak satu pun dari mereka pernah benar-benar melihat wajahnya.
“Pendekar Iblis, hingga kini masih menjadi bayang-bayang yang mencemaskan,” lanjut Kyai Banjar. “Ia bertindak seperti binatang buas, tanpa pertimbangan, hanya mengikuti nalurinya. Jika dibiarkan, bisa jadi ancaman besar bagi tatanan dunia persilatan. Bahkan, saya dengar kabar, Kyai Prana yang konon bekas gurunya tewas mengenaskan di tangannya.”
Kyai Koneng menimpali, “Tapi jangan lupa, banyak juga tokoh aliran hitam yang binasa oleh tangannya…”
"Saya juga pernah dengar soal kematian Kyai Prana yang katanya dibunuh bekas muridnya sendiri. Kabarnya, waktu itu Kyai Prana nangkep kepala perampok, terus maksa dia ngaku dengan cara yang agak kejam. Nah, si Pendekar Iblis nggak terima itu, akhirnya bentrok lah mereka," jelas salah satu warga Banjar Kalianget.
"Terus, menurut Kyai gimana? Apa kita harus basmi aja si Pendekar Iblis itu...?" tanya seorang perempuan muda berpakaian hijau, dengan sebilah pedang berbentuk bulan tergantung di punggungnya.
"Jangan gegabah gitu, Kirana," sahut Kyai Koneng sambil melirik tenang ke arah wanita cantik yang dikenal dengan nama asli Kirana, atau yang lebih dikenal sebagai Dewi Pedang Bulan.
"Lalu sebaiknya gimana sikap kita terhadap Pendekar Iblis, Kyai?" tanya Aji Mahendra, yang dari tadi mendengarkan dengan serius.
Kyai Koneng menghela napas sebentar, lalu menjawab, "Kalau kita lihat dari cerita-cerita yang beredar, juga dari sikap-sikapnya belakangan ini, dia memang keliatan kejam. Tapi kalau ditelusuri, itu semua karena dia dipenuhi dendam dan benci karena keluarganya dulu mati di tangan Pendekar Tua, si Pengemis Nyawa. Dari situ kelihatan, dia itu sebenarnya marah sama ketidakadilan. Walaupun caranya salah dan kejam, tapi itu artinya dia masih punya hati... masih ada sisi manusiawinya."
Semua yang hadir terdiam, saling pandang, lalu hampir serempak bertanya,"Maksud Kyai...?"
"Andaikan bisa nyadarin dia dari bayang-bayang masa lalunya yang pahit itu, pasti dia bakal jadi orang baik. Bahkan bisa jadi senjata pamungkas buat ngelawan golongan hitam," ujar Kyai Koneng sambil menatap kosong ke kejauhan.
"Tapi, apa ada caranya buat nyadarin dia, Kyai...!!" sergah seorang pendekar muda yang ikut hadir di sana. Nada suaranya terdengar kesal, seolah nggak sabar pengen ketemu Pendekar iblis dan langsung nebas kepalanya, apalagi setelah denger semua kejahatan yang udah dilakukannya bahkan gurunya sendiri pun tega dibunuh.
"Pasti ada… dan itu yang perlu kita pikirin bareng-bareng," sahut Kyai Koneng kalem.
"Mending kita basmi aja sekalian, Kyai, daripada terus jadi beban. Saya siap jalankan tugas itu," tantang Aji Mahendra dengan penuh tekad.
Kyai Banjar cuma tersenyum bijak. "Saya tahu kamu hebat, Pendekar Pedang Naga. Kamu pasti sanggup hadapin Pendekar Iblis. Tapi ingat, dia bukan lawan yang bisa diremehin. Saya sendiri aja belum tentu bisa menang lawan dia," ucap Kyai Banjar dengan tenang.
Semua yang ada di situ langsung melongo, nggak percaya. Tokoh sehebat Kyai Banjar, sampai ngomong begitu?
"Ah, mana mungkin, Kyai…?" sahut Kirana tak percaya.
lanjut dong