Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Kesepakatan Keji
Arumi menutup panggilan begitu saja, Nadira menatap layar ponselnya yang menghitam dengan nafas memburu, udara di sekelilingnya terasa hilang secara mendadak. Ucapan Arumi tadi sangat menyentil harga dirinya dan terus berputar di kepalanya sekarang.
Suamiku sedang tidur … melepaskan hasrat liarnya padaku. Kalimat itu seperti pisau yang ditancapkan perlahan ke dadanya.
“Aaargh!”
Nadira menjerit tertahan, melempar ponsel itu ke dinding hingga terhempas dan jatuh ke lantai dengan kondisi hancur. Tubuhnya merosot di tepi ranjang dengan tangan gemetar, darah dari kepalan tinjunya menetes ke lantai marmer tanpa ia pedulikan.
Nadira sudah merasa menang dari Arumi karena bisa mendapatkan cinta dari Raka. Raka juga sudah berjanji untuk tidak akan menyentuh Arumi lagi jika sudah menyentuhnya, tapi apa? Arumi dengan bangga mengatakan bahwa semalam mereka sudah melepaskan hasrat liar masing-masing.
Nadira yang tadinya hanya berkeinginan membahagiakan Raka dan membantu Raka lepas dari Arumi, kini berubah ingin menyakiti Arumi juga. Dia tidak akan membiarkan Arumi terus seperti ini, yang jelas sekarang, Nadira memikirkan cara untuk menghancurkan Arumi walau menggunakan cara haram sekalipun.
Nadira bangkit dan berjalan ke kamar mandi, dia bersiap untuk pergi ke rumah Shima. Mungkin dengan sedikit pengaduan, mereka akan menemukan jalan agar bisa menyingkirkan Arumi sesegera mungkin.
Beberapa menit kemudian, Nadira telah mencapai rumah Shima dan tentunya disambut hangat oleh Shima.
“Om Zafran ke mana Tan? Udah pergi kerja ya?” tanya Nadira basa-basi.
“Udah dari tadi, ayo masuk.”
Mereka duduk di ruang tamu berdua dan Nadira menceritakan semua yang dia rasakan pada Shima hingga perkataan Arumi tadi padanya.
“Jangan percaya sama dia, Tante yakin kalau Raka tidak akan menyentuh perempuan itu setelah harga dirinya diinjak.” Shima mencoba meyakinkan tapi Nadira masih dengan keraguannya.
“Tan, gimana ya caranya agar Mas Raka bisa lepas dari dia? Aku benar-benar gak mau dia menang begini terus,” ungkap Nadira.
“Tante juga sama kayak kamu, Dira. Tante ingin Raka segera bercerai dari dia tapi mau bagaimana? Tidak ada jalan lain selain menghilangkan perempuan hina itu dari dunia ini, cuma itu jalan tercepatnya.” Nadira menatap seksama Shima dengan mengangkat sebelah alisnya.
“Maksud Tante, mau membunuh Arumi? Begitu?”
“Ya begitulah tapi gak mudah melakukannya.”
Nadira menegakkan tubuhnya dan menggenggam erat tangan Shima. “Aku bisa membantu Tante untuk mengeksekusi Arumi, itu pun kalau Tante mau.” Shima sedikit melotot mendengar tawaran dari calon menantunya itu.
“Kamu mau membunuh dia sendiri? Itu sangat bahaya dan kamu akan terseret kasus.” Nadira tersenyum meyakinkan bahwa dia aman.
“Bukan aku tapi seorang pembunuh bayaran, aku memiliki kenalan dan pekerjaannya dijamin sangat rapi serta tidak meninggalkan jejak sama sekali.”
“Kamu kenal orang begitu dari mana?” tanya Shima tak menyangka karena yang dia ketahui selama ini adalah Nadira gadis manis yang polos.
“Mas Arkan sering menyewa jasa dia untuk menghabisi orang-orang yang berkhianat sama dia, Tan. Makanya aku kenal.” Shima mengangguk cepat dan ber oh ria karena memang keluarga Nadira juga memiliki musuh serta tak sedikit yang berkhianat.
“Kalau begitu, segera kamu hubungi dia dan eksekusi Arumi setelah pernikahan kamu dan Raka diselenggarakan. Bagaimana?”
“Oke Tante. Aku akan menghubungi dia.”
...***...
Raka sama sekali tidak berselera makan masakan Arumi, selesai sarapan, dia memilih untuk langsung pergi bekerja. Dia juga melihat tadi ada panggilan masuk dari Nadira yang sudah dijawab oleh Arumi.
Saat Arumi hendak membangunkan Raka untuk sarapan, dia melihat ponsel Raka berkedip dan menjawab panggilan dari Nadira tersebut.
Raka tidak mau berdebat lagi, dia memilih pergi bekerja saja lalu menemui Nadira nanti jika urusan kerjaannya selesai.
Arumi tak ambil pusing dengan sikap Raka itu, semua sudah biasa dia hadapi. Dengan tatapan nanar, Arumi melihat foto pernikahannya dengan Raka setahun yang lalu. Di dalam foto itu, Raka tersenyum dengan sangat tulus padanya, tidak ada yang tahu kalau senyuman itu palsu.
“Andai ada cara untuk mempertahankan rumah tangga ini, akan aku lakukan. Aku akan terus bertahan jika kau juga mau bertahan, Raka. Tapi sayangnya, kau sendiri tidak menginginkan aku dan tidak mau membuka hati untukku. Sekuat apapun aku mengetuk pintu hatimu, kau tidak akan membukanya.” Arumi bergumam lirih lalu menghapus air matanya pelan.
...***...
Nadira melakukan sebuah negosiasi dengan pria seusia Raka di sebuah kafe. Mereka melakukan sebuah kesepakatan untuk menghabisi Arumi setelah pernikahannya nanti dengan Raka.
“Kalau begitu, ini tugas yang cukup menarik karena akan mengundang media untuk mengusut kasus kematiannya. Secara, dia istri dari Raka Dewandaru, tak mudah untuk dihilangkan begitu saja,” kata Pramudya sambil melirik foto Arumi yang diberikan oleh Nadira.
“Kau pasti bisa melakukannya, Pram. Aku akan membayarmu satu miliyar untuk pembunuhan ini,” tekan Nadira yang membuat Pramudya terkesan dan semangat.
“Tawaran yang menarik, aku akan mengambil pekerjaan ini.” Nadira tersenyum karena rencananya berjalan lancar setelah mendapatkan persetujuan dari Pram.
“Aku hanya akan menunggu hasilnya nanti, jangan sampai gagal karena kau akan menanggung resikonya.”
“Jangan mengancamku, Dira. Kau tidak tau berurusan dengan siapa sekarang ini,” kata Pramudya balik.
“Terserah, aku hanya ingin kau berhasil, itu saja.”
“Aku tidak menjamin tapi akan aku buktikan.”
“Baiklah, aku transfer setengahnya dulu, nanti sisanya setelah Arumi mati.”
“Aku suka begini,” balas Pram dengan seringainya.
Nadira mengirimkan uang sejumlah lima ratus juta rupiah pada Pram dan dengan senang hati Pram akan mengerjakan tugasnya.
Nadira pergi dari kafe itu setelah kesepakatannya dengan Pram berjalan lancar, dia akan pulang ke rumah karena sudah ditunggu oleh Raka di sana.
Cukup lama dia di perjalanan karena suasana jalan cukup ramai dan padat. Nadira sampai di rumahnya sudah sore menjelang maghrib dan melihat Raka duduk di teras rumah sendirian.
Nadira turun dari mobilnya dan langsung disambut oleh Raka. “Kenapa telat pulangnya?” tanya Raka penuh perhatian.
“Jalanan macet, maklum, kan sekarang malam minggu. Ada apa kamu ke sini? Apa tidak mau menghabiskan malam panas lagi dengan Mbak Arumi?” sindir Nadira dengan nada pelan.
“Apa Arumi bilang aneh-aneh padamu?”
“Dia bilang kalau kalian semalam saling menuntaskan hasrat liar,” jawab Nadira dengan wajah memberungut. Raka dengan cepat meraih tubuh Nadira untuk dia peluk lalu ia kecup kepala calon istrinya tersebut.
“Jangan terlalu diambil pusing ucapan Arumi. Aku sama dia tidak tidur sekamar malam tadi, kami semalaman habis berdebat panjang dan aku mengusirnya dari kamar itu.”
“Kamu gak boong kan?”
“Enggak sayang, aku berani sumpah.”
Nadira mengubah rungutannya menjadi sebuah senyuman, tentunya hal itu membuat Raka merasa sangat gemas ingin menerkam gadis itu.
“Apa malam ini aku bisa menuntaskan hasrat liar denganmu?” goda Raka pada Nadira.
“Bisa dong, mau gaya yang bagaimana? Aku siap melayanimu, Mas.” Raka meraih dagu Nadira untuk dia cium bibir ranum itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir