NovelToon NovelToon
Mr. Billionare Obsession

Mr. Billionare Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Cintapertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yusi Fitria

Semua berawal dari rasa percayaku yang begitu besar terhadap temanku sendiri. Ia dengan teganya menjadikanku tumbal untuk naik jabatan, mendorongku keseorang pria yang merupakan bosnya. Yang jelas, saat bertemu pria itu, hidupku berubah drastis. Dia mengklaim diriku, hanya miliknya seorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusi Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 20

Satu bulan berlalu...

Aku menjalani hari-hariku seperti biasa, pergi ke kampus lalu pulang ke mansion. Membosankan memang, tapi mau bagaimana lagi. Elbarra selalu melarangku pergi sendirian, sementara ia tidak bisa menemaniku karena sibuk bekerja.

Tentang Addie, wanita itu benar-benar menghilang bak di telan bumi. Aku tak pernah mendengar tentang kabarnya lagi semenjak pertemuan kami di taman belakang kampus bulan lalu.

Hidupku terasa sepi semenjak kepergian Addie, tapi untunglah ada Evelyn yang selalu datang dan menemaniku. Aku memang kehilangan Addie, namun aku mendapatkan teman baru yaitu Evelyn.

Semoga.. dimanapun kau berada, kau selalu dalam keadaan yang baik-baik saja, Ad.

"Sayang?"

Aku menoleh ke sumber suara, ada Elbarra yang duduk di sampingku. Saat ini kami sedang melakukan fine dining di salah restaurant milik keluarga Elbarra.

"Ada apa?" tanyaku bingung.

"Kau sedari tadi hanya diam, apa ada masalah?"

"Tidak," gelengku sembari mengaduk-aduk minuman.

Tak berselang lama, orangtua Elbarra datang bersama Mamaku. Dua hari yang lalu Mama baru tiba disini, awalnya aku kaget karena kedatangannya tanpa pemberitahuan. Bahkan saat tiba di Bandara, ia tidak memberitahuku dan hanya Elbarra yang menjemputnya.

Benar-benar calon menantu dan mertua yang kompak. Elbarra begitu pandai mendapatkan respon positif dari Mama.

"Hai Cantik..."

Aku tersenyum saat Mommy Valentina menyapaku, ia memelukku singkat lalu menelisik penampilanku.

"Gaunmu cantik sekali, Sayang," tambahnya.

"Elbarra yang memilihnya, Moms." Aku bicara apa adanya, memang pria itu yang memilihkannya untukku.

"Seleramu bagus juga, Barra," sindir Mommy.

"Bagaimana kabarmu, Nak?" Giliran Daddy Sebastian yang memelukku sekilas.

"Sangat baik, Dad. Bagaimana denganmu?"

"Seperti yang kau lihat," Pria paruh baya tersebut tersenyum simpul. Ah, melihat senyumnya aku merasa mabuk. Sungguh Sugar Daddy yang sebenarnya.

Setelah acara sapa-menyapa, kami duduk di kursi masing-masing. Makanan pun mulai berdatangan menghiasi meja.

"Moms, dimana Evelyn?" Aku baru sadar bahwa adik dari Elbarra itu tidak ikut bersama mereka.

"Dia tidak bisa datang, Sayang. Dia sudah ada janji bersama temannya."

Kepalaku mengangguk mengerti. Kami menyantap makanan yang di sediakan. Semuanya terlihat mahal dan premium, bahkan ada beberapa hal yang belum pernah aku makan sama sekali.

Tibalah dengan makanan penutup, aku menikmati dessert yang begitu lembut. Mama dan orangtua Elbarra nampak mengobrol, sesekali Elbarra ikut masuk dalam obrolan mereka. Dan aku? Hanya diam menyimak.

"Jadi minggu depan kalian akan menikah dimana?"

"Uhuk..Uhukk..." Aku tersedak karena makananku, buru-buru Elbarra memberiku minum dan Mama yang menepuk-nepuk punggungku pelan.

Setelah batukku hilang, kuperhatian satu-persatu wajah yang ada disana. Mereka terlihat cemas dan khawatir. Aku merasa tidak enak jadinya.

"Aku tidak apa-apa," ucapku sambil tersenyum kaku.

"Huh, syukurlah. Kau membuat kami panik tadi." Mommy mengelus dadanya seraya bernafas lega.

"Kalian akan menikah dimana?" tanya Daddy ulang.

Aku memandang Elbarra penuh tanda tanya. Apa yang sudah ia katakan kepada mereka? Ia selalu mengambil kesimpulan sendiri tanpa berdiskusi dulu denganku.

"Mungkin di salah satu hotel kita!" jawab pria yang duduk disampingku ini.

Sepasang mataku semakin menyipit bingung. Apa yang sedang direncanakan oleh Elbarra?

"El.." bisikku sembari menarik ujung bajunya. Ia menoleh dengan alis terangkat, seolah bertanya 'Ada apa?'.

"Apa maksudnya dengan 'menikah dimana?'." Aku masih berbisik pelan, hanya Elbarra yang bisa mendengar.

"Tentu saja pernikahan kita, Sayang! Oleh sebab itu, Mama datang kemari, karena ingin menyaksikan pernikahan kita."

Mendadak tubuhku menjadi lemas. Wajahku terlihat linglung, otakku seperti mencerna setiap kata yang diucapkannya.

"Kami disini ingin membahas pernikahanmu dengan Elbarra, Sayang. Anggap saja kami disini melamarmu secara resmi," ucap Mommy.

"Iya, Nak. Waktu itu Elbarra sudah bilang pada Mama bahwa dia ingin menikahimu."

"Haruskah secepat ini?" Mendengar kalimatku, Elbarra langsung menoleh dengan tatapan tajamnya.

"Bukankah semakin cepat, semakin bagus, Nak?" tambah Mommy lagi.

Aku meremas tanganku yang berkeringat, kepalaku menggeleng ragu. "Aku rasa minggu depan terlalu cepat, aku tidak mau. Lagipula, aku masih ingin menyelesaikan kuliahku lalu merasakan dunia kerja. Aku juga masih ingin menikmati masa mudaku, Ma, Moms, Dad... El."

Mereka bertiga, Mama dan orangtua Elbarra mengangguk mengerti. Sedangkan Elbarra nampak menghembuskan nafas kesal, tangannya bahkan terkepal kuat di atas meja.

"Kau juga bisa menikmati masa mudamu setelah menikah, Sisi!" Elbarra berujar tegas.

"Jadi, Sisi ingin kapan?" tanya Daddy lembut. Huh, jika bisa memilih, aku ingin bersama Daddy saja ketimbang anaknya yang pemarah.

"Mungkin 3 atau 4 tahun lagi..." jawabku mantap.

"Apa!!??" Elbarra melotot kearahku, orangtua kami pun melongo mendengar ucapanku barusan.

"Jangan gila, Sisi!!" Ah, pria itu selalu marah.

"Barra, tenanglah..." Syukurlah ada Daddy yang mengerti aku.

Nafas Elbarra terdengar berat. Aku meliriknya ragu, semarah itukah dirinya?

Tiba-tiba pria tersebut berdiri dari duduknya, "Ma, Moms dan Dad, boleh kami keluar sebentar?"

Setelah diberikan izin, Elbarra langsung menarik tanganku untuk keluar dari ruangan VVIP itu. Ia mendorong tubuhku ke dinding, lalu mengurung tubuh mungilku.

"Ada apa denganmu? Apa maksudnya dengan '3 atau 4 tahun lagi'? Dan siapa yang mengizinkanmu untuk bekerja?" tanya Elbarra menggebu.

Aku tak ingin kalah, aku memandangnya penuh sengit. "Apa aku pernah mengatakan bahwa aku ingin menikah denganmu? Kenapa kau selalu memaksa? Apakah itu hobimu?"

"Sisi!!" Lenganku dicengkeram olehnya, aku meringis karena cengkeramannya kali ini cukup sakit.

"Kau harus menikah denganku, aku tidak menerima penolakan!"

"Tapi, El..."

"Sepertinya kau sudah muak melihat dunia luar, bukankah begitu, Sweety?"

Dunia luar? Maksudnya?

Tanpa aku bertanya, Elbarra sudah mengerti lebih dulu.

"Jika kau terus menunda pernikahan kita, jangan harap kau bisa keluar dari mansion!"

Aku mengigit bibirku kesal. Kalau aku membalasnya, pasti adu mulut disini tidak akan berakhir.

"Aku juga tidak akan mengizinkanmu bekerja. Aku tidak ingin kau bertemu pria lain, berbicara dan bercanda bersamanya. Jangan coba-coba mencari kesempatan!"

Ya Tuhan, kenapa ada spesies seperti Elbarra? Kenapa aku harus dipertemukan dengannya?

"El, kau benar-benar gila! Untuk apa aku kuliah jika tidak bekerja?"

"Ya! Aku memang gila! Aku tergila-gila padamu, Sisi. Jadi jangan membuatku semakin gila!!" bentak Elbarra dengan wajah frustasinya.

Aku terlonjak kaget, tapi sebisa mungkin aku mengatur ekspresiku. Degupan jantungku meningkat pesat, mungkin pria di depanku ini bisa mendengarnya sekarang. Kenapa pula Elbarra bisa sefrontal itu?

"Beri aku waktu, El..." ucapku lemah.

Langkahku hendak membawaku kembali masuk kedalam, namun tiba-tiba sandal tinggi yang kupakai tertekuk. Hampir saja aku terjatuh jika Elbarra tidak segera menangkap tubuhku.

"Ish, kau ini ceroboh sekali!" Raut wajahnya bercampur marah dan khawatir. Entah kenapa, hatiku merasa tergelitik.

"Kau mengkhawatirkanku?"

"Gadis Bodoh! Pertanyaan macam apa itu?" Elbarra memandangku sinis, ia berjongkok untuk melihat kondisi kaki-ku.

"Kapan kau wisuda?" tambah Elbarra yang masih setia dalam posisinya.

"Mungkin.. 2 atau 3 bulan lagi."

Elbarra nampak berpikir sebentar. Wajahnya terlihat serius, namun entah mengapa justru terlihat manis dimataku. Eh tunggu, apa yang kupikirkan?

"Baiklah, kita menikah setelah kau lulus wisuda."

Entahlah, apakah aku harus merasa senang? Impianku sepertinya harus di kubur dalam-dalam. Tapi setidaknya, aku sedikit bisa bernafas lega. Aku masih punya waktu untuk memikirkan hal lainnya.

1
Ika Yeni
baguss kak ceritaa nyaa ,, semangat up yaa 😍
Yushi_Fitria: Terima kacih😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!