Jian Feng, seorang anak haram dari keluarga bejat, dipaksa menikahi Lin Xue, gadis cantik namun cacat dan sekarat.
Dipertemukan oleh takdir pahit dan dibuang oleh keluarga mereka sendiri, Jian Feng menemukan satu-satunya alasan untuk hidup: menyelamatkan Lin Xue. Ketika penyakit istrinya memburuk, Jian Feng, yang menyimpan bakat terpendam, harus bangkit dalam kultivasi. Ia berjanji: akan menemukan obat, atau ia akan menuntut darah dari setiap orang yang telah membuang mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20- Badai Sepuluh Ribu Api
"HAHAHA! BAGAIMANA RASANYA? APA INI MENYENANGKAN?" raung Jian Feng.
Hon Fei, di tangannya, hanyalah boneka yang dilempar, tubuhnya sudah menjadi bubur. Hon Dai, sang Kepala Sekte, tidak mampu berbuat apa-apa selain menyaksikan.
Tiba-tiba, langit yang gelap karena guntur mulai dipenuhi suara dengung yang memekakkan telinga. Energi api Hon Dai berhasil menembus awan dan memanggil bala bantuan darurat.
Di Cakrawala, sebuah pemandangan mengerikan terlihat.
Debu merah mengepul dari kejauhan, diikuti suara hentakan kaki yang sinkron dan keras—seperti ribuan genderang perang yang ditabuh secara bersamaan.
Hon Dai menyeringai, meskipun matanya masih diliputi ketakutan. "Pasukan telah tiba, Iblis Petir. Kau mungkin kuat, tapi kau melawan Sekte Api Merah. Kau melawan sepuluh ribu nyawa!"
WUUUSH! WUUUSH!
Gelombang pertama tiba. Sekitar seribu kultivator lapis baja berat yang mengendarai kuda perang berselimut api muncul dari balik gerbang kota. Mereka membawa tombak yang dilapisi Qi Api, zirah mereka memantulkan cahaya merah yang sinis.
Di atas mereka, ratusan kultivator tingkat tinggi melayang menggunakan pedang terbang. Mereka membentuk formasi serangan udara yang rapi, siap untuk menjatuhkan mantra dan hujan panah Qi dari langit.
Suasana di alun-alun berubah dari duel pribadi menjadi medan perang total.
"HAHAHA! LEBIH BANYAK SAMPAH UNTUK DIBERSIHKAN!" tawa Jian Feng semakin tak terkendali. Ia melemparkan Hon Fei, yang sudah tidak sadarkan diri, ke kaki ayahnya.
Jian Feng mengangkat pedang petirnya. "Aku akan membunuh kalian semua sebelum aku kembali ke Lin Xue!"
Tanpa menunggu perintah Hon Dai, seribu pasukan kavaleri api itu meraung dan menyerang secara serentak.
Jian Feng, dengan kekuatan Jiwa Sejati Puncak yang dipaksakan, menyerbu ke tengah lautan musuh.
BAM! BOOOM! KREK!
Setiap tebasan Jian Feng membelah udara, menghasilkan bilah petir yang membunuh puluhan pasukan sekaligus. Ia bergerak seperti dewa guntur yang marah. Ia menebas kuda, menembus zirah, dan menguapkan Qi Api musuh.
TEKNIK PETIR: BOLA API GUNTUR!
Jian Feng menciptakan bola-bola energi petir yang eksplosif dan melemparkannya ke formasi musuh. Setiap bola meledak, menciptakan kawah kecil dan meninggalkan ratusan mayat hangus.
Di udara, pasukan pedang terbang mulai menghujani Jian Feng dengan panah api. Jian Feng harus menggunakan sebagian Qi-nya untuk menciptakan perisai pertahanan, meskipun serangannya tidak melambat.
Hon Dai mengambil Hon Fei, matanya memancarkan niat membunuh yang dingin. Dia memerintahkan barisan belakang yang berisi Tabib sekte untuk menjaga anaknya, sementara dia sendiri bergabung dalam pertarungan.
Jian Feng berhasil memusnahkan kavaleri depan, namun saat ia berbalik, tiga ribu pasukan baru sudah menggantikan posisi yang kosong!
"Sial! Mereka tak ada habisnya!" gerutu Jian Feng. Meskipun ia membunuh ratusan, ribuan lainnya terus berdatangan dari gerbang, membentuk gelombang daging yang tak berujung.
BLARR!
Jian Feng berhasil menembus barisan tengah, membunuh beberapa komandan. Tapi, tiba-tiba, serangan gencar dari udara mendarat. Puluhan tombak api menghantam tubuh Jian Feng.
KRAKK!
Jian Feng berhasil menahan tombak itu, namun tubuhnya dipaksa berlutut. Darah yang seharusnya tersembuhkan oleh Qi Petir kini tumpah lagi karena intensitas pertarungan.
Tubuhnya mulai menunjukkan retakan ranah yang dipaksakan.
"Bunuh dia! Jangan biarkan dia bernapas!" raung Hon Dai.
Pasukan di darat dan udara segera memperketat formasi, membentuk lingkaran padat di sekitar Jian Feng, menyalurkan Qi Api ke ujung pedang mereka.
Jian Feng tertawa, tawa yang semakin serak dan putus asa. Ia berhasil melompat, membunuh dua ratus musuh terakhir di hadapannya, tetapi matanya menatap ke arah gerbang.
Jumlah musuh masih tersisa sekitar delapan ribu orang.
Jian Feng tahu, jika ia terus bertarung, tubuhnya akan hancur dan Lin Xue tidak akan selamat. Ia harus mundur, atau memanggil kekuatan yang lebih gila lagi.
Ia menatap Lin Xue yang terlindungi dalam gelembung petir, dan kemudian ke pedangnya. Keputusan harus segera dibuat.