Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20 Keputusan
Belakangan ini Zahra terlihat kurang fokus, bagaimana tidak, keluarganya terus saja mendesaknya untuk memberi izin Naldy menikah.
Naldy sebenarnya bisa saja menikah tanpa izin istri pertamanya, tetapi Tasya merasa harga dirinya akan hancur dan takut dikatai pelakor membuatnya ingin juga mendapatkan pernikahan yang sah secara hukum dan menginginkan buku nikah.
Zahra harus mengalami masa sulit disaat seperti itu. Di sisi lain dia ingin mempertahankan pernikahannya, tetapi juga tidak tahan jika perlakuan suaminya kepadanya seperti itu.
Zahra saat berjalan di koor di rumah sakit terlihat begitu murung.
Ting.
Zahra mendapatkan pesan dan kemudian melihat pesan tersebut.
"Zahra ini sudah hampir 2 minggu dan kamu jangan memperlambat prosesnya. Cepat kamu beri persetujuan," tulis pesan tersebut dari ibu tirinya.
Zahra menarik nafas panjang dan membawa perlahan ke depan.
"Zahra!" Zahra tiba-tiba saja kaget saat ditegur oleh Muthia.
"Kamu melamun aja," ucap Muthia.
"Tidak," jawab Zahra.
"Lalu kenapa wajah kamu ditekuk seperti itu? Aku perhatikan beberapa hari belakangan ini kamu terus saja murung. Ingat sebentar lagi kita akan selesai coast, kita sebentar lagi akan mengikuti ujian dan selain itu akan pelantikan sumpah Dokter. Kamu harus fokus agar lulus dengan cepat dan jangan murung terus seperti ini," ucap Muthia memberi semangat kepada temannya itu.
"Iya," jawab Zahra.
"Muthia ada yang ingin aku tanyakan kepada kamu," ucap Zahra.
"Katakan?" tanya Muthia.
"Hmmm, bagaimana seandainya kamu sudah menikah dan suamimu tiba-tiba meminta poligami. Kamu akan membiarkannya atau justru memilih untuk berbisa?" tanya Zahra membutuhkan saran.
"Kenapa kamu tiba-tiba membahas pernikahan dan poligami?" tanya Muthia dengan dahi mengkerut.
"Tadi saat memeriksa pasien tiba-tiba saja pasien itu curhat kepadaku tentang masalah rumah tangganya. Dia mengalami masalah dengan suaminya, mereka menikah karena dipaksa dan terlebih lagi karena dijodohkan, suaminya tidak menyukainya dan ingin menikah dengan mantan kekasihnya, Menurut kamu apa yang harus dilakukan pasien itu?" Zahra benar-benar membutuhkan teman curhat dan harus mengarang cerita jika itu adalah orang lain dan padahal itu adalah dia sendiri.
"Ya ampun kasihan sekali pasien itu, jangan-jangan itu yang membuatnya menjadi sakit," ucap Muthia tampak begitu ikut prihatin.
"Mungkin saja," jawab Zahra.
"Hmmm, kalau aku mending berpisah. Kamu mengatakan bahwa pria itu ingin kembali dengan mantan kekasihnya dan sementara tidak menyukai istrinya. Lalu apa yang dipertahankan dalam pernikahannya? Memang setelah dia memberikan suaminya izin untuk menikah lagi. Apa itu akan mengubah hubungan diri dengan suaminya dan yang adanya dia akan terus makan hati?"
"Zahra, sekarang sudah zamannya emansipasi wanita. Wanita harus pintar-pintar dan lagi pula wanita bisa hidup tanpa seorang pria, harus menyayangi tubuh sendiri, jangan biarkan terluka," ucap Muthia memberi saran.
"Astaga, kenapa aku menjawab begitu serius sekali dan bahkan seolah-olah memberi saran kepada kamu. Padahal itu adalah seorang pasien, tetapi aku tetapi aku malah berpikir itu adalah kamu. Tetapi jika itu adalah kamu dan pasti jawabanku sama. Kita harus menyayangi diri sendiri dan jangan membiarkan disakiti terlalu sering," ucap Muthia.
"Iya, kamu benar," ucap Zahra dengan tersenyum getir.
"Ya sudah kalau begitu aku mau mengantar ini dulu ke dokter Naldy. Bagaimana dengan kamu? Apa kamu sudah hasil medis pasien di kamar 207?" tanya Muthia.
"Iya, sudah selesai," jawab Zahra.
"Kamu duluan saja. Dokter Naldy tidak menyukai jika lebih dari satu orang datang ke ruangannya untuk memberi laporan," ucap Zahra.
"Baiklah kalau begitu aku duluan," ucap Muthia membuat Zahra menganggukkan kepala dan melihat kepergian temannya.
"Mungkin aku harus mengambil keputusan dengan matang dengan pertimbangan dan benar apa yang dikatakan Muthia, aku harus memikirkan diriku dan harga diriku," batin Zahra.
****
Naldy berada di ruangan yang terlihat fokus pada layar komputer yang memperlihatkan bagian saraf kepala hasil lap pasien.
Tok-tok-tok.
"Masuk!" jawabnya tanpa melihat ke arah pintu.
Pintu itu dibuka dan siapa sangka ternyata itu adalah Zahra. Naldy mengangkat kepala dengan Zahra sudah berdiri di hadapannya.
"Selalu menjadi orang terakhir untuk memberikan laporan?" tegur Naldy.
Zahra tidak merespon perkataan suaminya itu yang pasti akan terus menganggapnya salah.
"Letakkan!" titah Naldy.
Zahra meletakkan map berwarna hijau itu.
Tidak melihat pergerakan Zahra keluar dari ruangan yang membuat Naldy kembali mengangkat kepalanya dengan menautkan kedua alisnya.
"Ada apa lagi?"
"Aku akan meriksanya dan nanti ambil hasilnya," ucap Naldy.
Jika Dokter coach lain, Naldy akan memberikan tanggapan dari hasil laporan mereka kepada orangnya secara langsung dan berbeda dengan Zahra pasti laporan tersebut dicoret-coret dan diberikan tanggapan dari tulisan yang tidak terbaca.
"Tanda tangan," ucap Zahra.
Naldy kebingungan dengan perkataan itu membuatnya melihat dokumen tersebut. Naldy menautkan kedua alisnya dan siapa sangka itu bukan laporan medis yang harus diberikan Zahra melainkan adalah surat perceraian.
Naldy kembali mengangkat kepalanya dengan menautkan kedua alisnya.
"Jika ingin menikah dengan Tasya dan maka menikahlah. Aku memilih untuk bercerai," ucap Zahra.
"Kau akhirnya menyerah juga?" tanya Naldy dengan mendengus kasar.
"Aku tidak pernah bertahan, atau juga tidak bertanding dengan siapapun. Aku hanya ingin mencari kebebasan untuk diriku sendiri, bukankah ketika sudah tidak ada ikatan pernikahan lagi denganmu dan maka aku bisa mencari kebahagiaanku sendiri," ucap Zahra.
Sebenarnya dari tutur katanya yang bergetar mengucapkan semua kalimat itu sudah menjelaskan bahwa dia berat untuk berpisah.
"Kau tahu bukan konsekuensinya ketika berpisah?" tanya Naldy.
"Tenang saja, aku tidak akan menuntut apa-apa, meski dalam pernikahan ini aku yang dirugikan," jawabnya.
"Kalau begitu bicarakan dengan Mama. Kau tahu sendiri dia akan menantang perpisahan ini," ucap Naldy.
"Surulah, calon istrimu dan keluarganya datang ke rumahmu. Aku akan memberitahukan keputusanku untuk berpisah dan kalian bisa menikah," ucap Zahra.
"Siapa dirimu sembarangan memerintah ku," sahut Naldy kesal.
Zahra tidak mengatakan apapun lagi dan langsung keluar dari ruangan Naldy.
"Apa dia sudah merasa begitu keren memberiku surat perceraian secara tiba-tiba?"
"Apa dia tidak paham juga ini yang aku tunggu-tunggu, keras kepala," ucap Naldy dengan menyergah nafas.
"Keluarga calon istrimu dan apa itu bukan keluarganya juga,"
Naldy tidak henti-hentinya mengoceh sendiri.
*****
Tasya berada dalam mobil bersama dengan Shakira dan juga Wildan.
"Kenapa tiba-tiba malam ini kita harus dipanggil ke rumah mbak Mila?" tanya Shakira terlihat kebingungan.
"Berpikir positif aja. Ma, mungkin saja tante Mila sudah tidak sabaran ingin membahas pernikahan aku dan Naldy," jawab Tasya duduk di kursi belakang sembari melihat-lihat ujung kukunya.
"Tasya, apa kamu yakin memang ingin melanjutkan pernikahan dengan Naldy?" tanya Wildan.
"Aku jelas yakin, kami berdua adalah pasangan saling mencintai satu sama lain dan sudah pasti aku sangat yakin untuk melanjutkan hubungan dengan Naldy dan tidak akan ada yang bisa menghalang," jawab Tasya.
"Kamu siap untuk menjadi istri kedua dan bagaimana jika Naldy tidak bisa adil?" tanya Wildan.
"Naldy memang sudah pasti tidak bisa adil. Dia hanya mencintai Tasya kan sudah pasti dia akan memberikan cintanya sepenuhnya kepada Tasya. Salah sendiri jika Zahra memilih untuk tetap bertahan, itu adalah risikonya,"
"Lagi pula Papa kenapa sih harus banget membicarakan hal ini," sahut Syakira justru kesel sendiri kepada suaminya.
Bersambung....