Kata orang, hal yang paling berkesan dan takkan pernah bisa dilupakan adalah malam pertama. Tapi untuk seorang gadis bernama Jaekawa Ayu, malam pertama yang seharusnya bisa ia kenang seumur hidup justru menjadi hal yang paling ingin ia hapus dari ingatan.
Bagaimana tidak, ia melakukannya dengan lelaki yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Lama melupakan kejadian itu, takdir justru mempertemukan Jae dengan lelaki itu di satu tempat bernama Widya Mukti. Apakah Jae akan menagih janji itu atau justru berpura-pura tak mengenalnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20# Ibu-ibuan
Rani, beberapa helai anak rambut mencuat dari cepolannya.
"Ya ampun! Kirain dari tadi udah selesai ngepelnya!" omelnya pagi-pagi pada Bianca, saat ia masih lelah sebab harus menyikat wesse yang sebenarnya tak mau ia kerjakan. Terang saja, di rumah ia tak pernah menyentuh pekerjaan asisten rumah tangga. Lah disini, wesee orang ia sikatin.
Lalu sekarang apa? Ia menemukan Bianca yang asik mainan ponsel saat ditugasi mengepel.
Bianca hanya mengehkeh, "bentar doang Ani...ini cowok gue wa..."
Rani menjewer kuping Bianca yang mengaduh dan menjerit, "Aniii!"
"Ayo dong Bi, gue berasa cape sendiri lah, kalo Jae sakit!" omelnya menggerutu, Jae tersenyum sambil mengikat kresek sampah dan membuangnya ke luar dimana tempat sampah berada.
"Serius dong, Bi...kerja dulu!" ia berkacak pinggang, sementara Salsa, Sesil dan Andara berada di dapur. Menu-menu sederhana selalu mengisi hari-hari mereka, namun kebersamaan membuat menu makanan menjadi istimewa meski terkadang rasanya yang keasinan atau justru hambar.
"Op! Jae jangan dulu masuk!" tahannya pada Jae ketika ingin menjejakan kakinya di teras.
"Kaki gue bersih, Bi..." ia menunjukan kakinya yang bersih, namun Bianca tetap menggeleng, "cari udara seger dulu atau apa kek disitu. Sampai ini lantai kering."
Rani tertawa mendorong kepala Bianca, mesti banyak-banyak didorong biar pinteran dikit.
"Anggota kurang ajar emang dia, diem sampe matahari muncul, Jae..."
Namun tak urung membuat Jae duduk di pembatas teras dan diam disana, rasanya....badannya itu masih terasa lemas, pusing sedikit, lidahnya pun pahit, batuk dan flu masih bersarang tak mau pergi. Yap! Penyakit itu tak akan pergi dalam waktu sehari, kan?
Rani masih berdiri disana, sengaja menunggu Bianca lengah untuk kemudian ia justru menginjak lantai basah itu untuk bergabung dengan Jae di tembok.
"Ani-aniiii!" jeritnya melayangkan alat pel-an ke pan tat Rani yang tertawa-tawa begitupun Jae.
"Selaluuuuu aja ribut!" Sesil bersuara dari dalam.
"Si Ani-ani nih, ngga bisa banget dibilangin. Lantainya masih basah jadi kan kotor lagi, berjejak...gue mesti ulangi lagi pelnya!" omel Bianca.
"Kaki gue bersih Bi. Astaga! Tinggal Lo pel aja dikit, repot banget."
"Nah, begitu tuh Lo anggap enteng...kalo ada seribu orang pikirannya yang sama saat ini sama Lo, kebayang ngga lantainya kaya gimana?!" cecar Bianca, si anak hitung-hitungan.
"Ya Lo jangan diitung seribu dong, kan kaki gue cuma dua..." enteng Rani. Jae hanya bagian tertawa renyahnya saja.
"Maksud gue tuh, ihhh! Kesel banget sumpah...mana gue mau dapet lagi. Ini apa lagi, cowok gue ngajakin ribut terus dari tadi!" Bianca segera menyelesaikan tugasnya dan kini masuk ke dalam dengan wajah resahnya.
"Lo serius mau ketemu pak kades, Jae? Emangnya udah kuat, ya udah kalo gitu, hari ini gue anter juga ke balai desa sebelum mentoring."
Jae berpikir untuk kemudian mengangguk, "boleh. Jadi nanti selesai ketemu pak kades gue sama Salsa bisa sekalian ikut mentoring. Oh ya, hari ini juga rencananya gue mau ketemu sama kang Sandi, rapat sama ketua Tarka dusun lain, tapi agak sorean sih."
"Boleh deh ntar gue anter juga."
Jae meringis tak enak, sudah dua hari ini terlalu banyak merepotkan Rani, "sorry ya jadi repotin Lo, Ran."
Rani menepis udara, "apa sih, Lo...yang ada Lo selalu diribetin sama kelompok, Jae." Jae mengulas senyumnya.
Dilihatnya lalu lalang warga yang kemudian bertegur sapa dengannya dan Rani, "pak...Bu."
"Teh, ngadem..." sapa mereka.
Dan keramaian pagi di rumah Co-op juga terlihat dimana Maru dan Jingga menemani Mei serta Senja, sepertinya baru saja jalan-jalan pagi, terlebih Mei yang perutnya itu sudah membesar sembari menenteng serabi dalam kresek.
"Hay!" sapanya dari jaraknya yang dibalas lambaian tangan dari Jae juga.
Ada gelagat beberapa orang juga disana termasuk Arlan yang terlihat mondar mandir sesekali melihatnya dan tersenyum mengedip, membuat Jae memalingkan pandangannya.
Untung saja Rani tak notice hal itu sebab, "Rani! Sini deh!" itu Syua, si calon kakak iparnya yang nasibnya kasihan sekali harus dicintai CEO pelit macam Mahadri qorun menurut Rani.
Rani terlihat beranjak sejenak dan mendekat ke Co-op 21. Dimana Alby tengah memanaskan mobil Mahad dan Shaka berada di luar menggendong putrinya sambil berjemur. Interaksinya itu, sungguh manis sekali...mencoba untuk menggoda dan mengusili sang putri yang tengah lucu-lucunya belajar mengoceh.
Pandangan Jae lantas berpindah ke arah perutnya, tak bisa ia bayangkan kalau sampai---ternyata ia hamil. Jae mele nguh berat. Ibu, ayah, mas Janitra, mbak Tami, kuliahnya yang masih menyisakan beberapa semester lagi?
Sungguh tak mampu ia bayangkan, menjadi ibu...bahkan ia tak paham bagaimana caranya mengurus anak. Jae menjambak rambutnya singkat. Meski kemudian wajah Arlan yang begitu kekeh ingin bertanggungjawab menghiasi pikiran sekarang, jika ia pikir lagi....
Langka sekali lelaki macam itu, yang justru mengejar rasa tanggungjawab, disaat kebanyakan pria meninggalkan perempuan setelah meraup nikmatnya. Jujur saja, ia masih merasa---trauma untuk menjalin kembali hubungan dengan lelaki. Nyatanya rentang waktu 2 tahun saja...tetap kandas, dan si alnya Sion begitu breng sek ingin merusaknya.
Dan tumpukan bayangan negatif kembali menghinggapi otak Jae yang sedang limit ini jika ia diam begini, ia membayangkan jika hari naas itu ia tak kabur dan melakukannya dengan Sion, mungkin jalannya sekarang berbeda lagi, saat ini ia dan Sion mungkin sedang gila-gilanya melakukan hal itu terus menerus karena nikmatnya itu membuat candu.
Hamil? Lalu akankah Sion akan sekekeh Arlan untuk bertanggung jawab? Kalaupun tanggung jawab, bagaimana perangai Sion sebenarnya yang sekarang saja ia tau satu hal jika Sion begitu setan. Bagaimana rumah tangganya ke depannya, darimana Sion akan menafkahinya.
Jae menaikan kedua kakinya di atas tembok dan menekuk kedua lututnya untuk kemudian menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.
"Jaeee! Raniii makan!" Itu Andara yang berseru, membuat lamunan itu pecah dan membumbung ke angkasa menjadi pertanyaan untuk Tuhannya. Atau harapan agar sampai tak terjadi apapun padanya.
Jae membenarkan letak pad topi di kepalanya, dan hari ini, ia menggerai rambutnya begitu saja. Ternyata mengikat rambut tidak jua memberikan rasa reda di kepalanya yang cenat cenut justru malah semakin terasa nyut-nyutannya.
Hari ini, mereka memutuskan untuk ke balai desa, sebelum nantinya mereka akan melanjutkan kembali project robotik di posko setelah urusan di lapangan selesai.
Sudah dua hari ini motornya hanya ia panaskan saja, tanpa ia pakai. Sebab dirinya ikut di tumpangan mobil Rani, meskipun ujungnya harus sedikit berdesakan.
"Kunci pintu Bi!" Salsa dan yang lain telah menunggu di luar.
"Teh Jae..." panggil Sandi membuat Jae harus melangkah mendekati Co-op saat lelaki itu berusaha berbicara dan keluar dari rumah itu, "iya kang?" suaranya sedikit teredam masker sebab Jae memang memakai itu.
"Teh, nanti pertemuan sama ketua Tarka disini aja ya..."
Mata dengan bingkai eyeliner tipis itu nampak membeliak, "loh, kenapa ngga di ruang Tarka balai desa aja, kang?"
"Soalnya hari ini saya lagi sibuk disini, kebetulan..." tunjuknya dengan jempol ke arah Co-op, dimana pintu pagar dilebarkan, dan Co-op terlihat lebih ramai.
"Hari ini ada rapat mitra sama yang punya Co-op. Jadi ikut sibuk disini, saya juga udah koordinasikan sama ketua Tarka lain, mumpung tempatnya bekas dipakai rapat, jadi bisa sekalian kita pake juga. Aa sama teteh juga ngga keberatan kok teh, soalnya sore ini mau pada ke rumah Bu Indri sama Arika."
Jae sebenarnya cukup keberatan, namun....
"Oh, oke lah kalo emang kang Sandi udah koordinasi sama yang lain, udah terlanjur .."
"Iya, lagian teteh juga lebih Deket kan, takut nanti hujan. Kasian teh Jae lagi sakit kan.." bisa saja Sandi beralasan.
Jae mengangguk, si alnya apa yang dikatakan Sandi itu tak bisa ia kritik, "ya udah, yang penting nanti kita rapat aja, mau dimanapun sama aja." really? Akankah sama? Kemarin saja ia sulit fokus! Semoga apa yang dikatakan Sandi benar.
Jae notice dengan kehadiran Arlan yang hanya memakai t shirt hitam dan celana selutut. Nampak sudah mandi dan apa sekarang? Vio memberikan Yara untuk ia gendong.
"Ketemu calon tante cantik, yuk..." dan bayi gemoy itu tersenyum gemas pada Arlan. Vio tertawa dan meninju lengan Arlan, "si alan."
"Hay Jae...udah sehat? Udah mau proker aja..." sapa Vio.
"Jingga wanna be, sayang .." ujar Shaka. Dan Arlan benar-benar menghampirinya dan Sandi yang masih disana ikut menggoda Yara.
"Hay Tante, aku Yara..." suara Arlan sengaja dibuat imut dengan ia yang menggerakkan tangan bocah itu. Jae menatap bocah yang juga melihatnya tanpa ekspresi, lebih pada takut. Mungkin karena dirinya yang memakai topi dan masker.
Benar saja, tak lama Yara menangis saat Jae bicara, "Hay Yara."
Sandi tertawa, Jae terkejut dan Arlan, "yahhh kamu, mah...gimana aku bisa nyaman, Yara aja dibikin nangis. Tanggung jawab hayooo, nangis dia..." pinta Arlan menimang-nimang Yara dan menghadapkannya pada dirinya sendiri lalu menggoda dan mengajak Yara bercanda.
"Saravvv," kikik Jovi. Sandi melengos.
"Nanti kalo dia ada, ngga apa-apa biar aku yang ajak main, kamu cukup ngasih ASI sama urus dia aja." Lirihnya membuat Jae menatapnya dengan alis menukik, "kenapa sih, kayanya pengen banget dan yakin banget kalo gue hamil?"
"Emang ngga ngerasa ya?" tanya Arlan usil, dan langsung membuat Jae menendang kakinya, Arlan justru tertawa tergelak.
Titt!
"Jae, ayok! Ngga usah main ibu-ibuan dulu, proker menanti!" Itu Bianca membuat mereka tertawa sementara Jae bergegas meraih handle pintu mobil lalu masuk. Mobil melaju meninggalkan Arlan dengan Yara yang masih dalam gendongannya dan sudah anteng kembali.
Tunggu, sejak kapan dia jadi, aku---kamu?
.
.
.
.
duh gemes sama Bianca aku tuh
waktu di KKN 21 aku gemes sama senja sekarang ada bianca😍😍😍
🤭🤭🤭🤭
sabar ya abang arlan di kata lutung🤭