Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 masih tentang koin emas
"Bagus sekali, ini benar-benar bahan yang terbuat dari emas murni. Seharusnya dengan lima koin emas ini sudah cukup untuk membuat formasi tingkat tinggi."
Dreett!
Tepat ketika Tuan Satya sedang memperhatikan lima koin emas itu, teleponnya berbunyi dan tertera sebuah nama Rendra di sana.
["Halo Paman! Aku sudah pergi menemui Tuan Yunda dari keluarga Kusuma dan mengatakan sesuai dengan apa yang Paman perintahkan."] ucap Rendra di seberang sana.
["Lalu, apakah pria itu mau memberikan ketiga koin emas itu?"] tanya Tuan Satya.
Rendra pun mulai menceritakan semuanya pada sang paman bahwa Yunda tidak jadi menjual koin emas itu, bahkan rencana menjual di pelelangan pun dibatalkan, dan semua gambar yang sebelumnya diposting di sebuah grup sudah dihapus.
["Paman, sepertinya koin emas itu sangat berharga, bahkan saat aku tiba di sana, sudah ada beberapa orang yang memiliki status tinggi di kota ini datang ke sana untuk menawar koin emas itu," jelas Rendra. "Sepertinya berita tentang koin emas itu langsung menyebar dengan cepat, namun aku tidak tahu kenapa orang dari keluarga Kusuma itu membatalkan niat untuk menjual koin emas itu."]
Setahu Satya, tidak ada satu pun ahli formasi di dalam keluarga itu.
-----
"Tunggu!"
Baru saja rayan dan Maudy akan berada di pintu keluar toko itu, suara Sherly menghentikan langkah mereka berdua.
"No-nona Sherly ada apa...?" Maudy masih gugup jika harus berbicara dengan sosok populer itu.
"Panggil kakak saja, tidak perlu bersikap seperti itu," ujar Sherly pada gadis yang sepertinya jauh lebih muda darinya itu.
"Ada apa...?" tanya rayan membuat Maudy yang hendak berucap kembali jadi ia urungkan.
"Apa kalian akan langsung pulang setelah ini?" Sambil menahan kekesalannya karena sikap pemuda ini tetap dingin padanya, Sherly bertanya masih bersikap ramah.
Rayan hanya menyipitkan matanya menatap wanita itu. "Apakah masih ada yang harus kita bicarakan lagi?" rayan tidak tahu kenapa wanita ini menghentikannya.
"Kamu, kenapa sikapmu agak berbeda saat berbicara denganku seolah kamu tidak menyukaiku? Bukankah kita baru pertama kali bertemu?" Entah kenapa Sherly begitu merasa kesal sampai ia tak bisa menahannya lagi. Dari kecil hingga dewasa ia selalu dikelilingi oleh orang yang memandangnya penuh kekaguman, dan hampir seluruh pemuda kalangan atas pun selalu bersikap manis padanya, mereka selalu mencari perhatian, tetapi pemuda antah berantah ini, bahkan memandanginya saja hanya sekilas. Sherly jadi meragukan kecantikannya sendiri.
Rayan mengerutkan keningnya mendengar ucapan Nona dari keluarga terkaya ini. Ia tidak mengerti kenapa wanita ini tiba-tiba berkata seperti itu.
"Nona, sepertinya Anda salah paham."
"Apanya yang salah paham? Sikapmu jelas berbeda saat berbicara dengan Ayahku tadi!" ucap Sherly kembali. Ia sampai lupa bahwa dirinya sering kali bersikap dingin pada seorang pria.
Rayan menoleh pada Maudy di sebelahnya, seolah bertanya ada apa dengan wanita ini? Namun Maudy hanya pura-pura tidak tahu, meski ia sendiri sebenarnya agak tidak mengerti karena sikap kakak angkatnya ini sering kali berubah-ubah.
"Baiklah, Nona, kami sekarang harus pulang. Jadi jika tidak ada hal lain yang ingin Nona bicarakan maka kami berdua akan pamit." rayan tidak berpengalaman dalam berinteraksi dengan wanita, tetapi ia juga hanya ingin bersikap sesuai dengan kepribadiannya.
Krewekk!
Suara perut Maudy tiba-tiba berbunyi tanpa Maudy sadari, dan hal itu membuat rayan langsung menatapnya.
"Apakah kamu lapar?"
"A-Aku....?" Wajah Maudy langsung memerah karena malu. Sejujurnya ia memang merasa lapar, apalagi di sana banyak sekali pedagang yang menjual berbagai macam makanan.
"Kalau begitu kita cari makan terlebih dahulu sebelum pulang." Meski dirinya tak sedikit pun merasa lapar, tetapi rayan tidak mungkin membiarkan adik angkatnya itu kelaparan.
"Tunggu!" Melihat pemuda itu meninggalkannya begitu saja, Sherly kembali menghentikan mereka.
"Nona Sherly, apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" rayan tidak mengerti dengan wanita itu.
"Jangan salah paham. Aku lihat pakaian adikmu itu seharusnya sudah diganti. Bagaimana bisa kamu seorang Kakak bahkan tidak memperhatikan pakaian adikmu, bukankah kamu baru saja mendapatkan banyak uang?" Meskipun pemuda itu terus bersikap dingin padanya, tetapi entah kenapa Sherly sedikit penasaran dengan pemuda ini, apalagi ini adalah pertama kali baginya ada seorang pemuda yang tidak tergoda oleh status dan kecantikannya.
Mendengar apa yang Sherly katakan, rayan langsung melirik ke arah Maudy dan memang dari semalam gadis ini tampak mengenakan pakaian yang sama. rayan pun mulai mengingat bahwa saat pertama kali bertemu dengan gadis ini, Maudy sama sekali tidak membawa tas berisikan pakaian.
"Gadis bodoh, apakah kamu tidak membawa pakaianmu saat kabur dari rumah?"
"Aku, aku memang berencana membeli pakaian baru nanti," lirih Maudy dengan menundukkan kepalanya.
"Sudahlah, setelah makan kita pergi mencari beberapa pakaian untukmu," ujar rayan. Gadis itu hanya memiliki sisa uang dua ratus ribu rupiah, bagaimana mungkin itu akan cukup untuk membeli beberapa set pakaian.
"Itu baru benar. Bagaimana kalau aku mengajak kalian ke gedung penjualan keluargaku. Kebetulan di sana juga ada sebuah restoran makanan... jadi kalian bisa sekalian mencari pakaian juga di sana," kata Sherly membuat rayan kembali menatapnya.
Gedung penjualan yang dimaksud oleh Sherly adalah gedung besar yang terletak di pusat perbelanjaan ini, yang mana letaknya tepat di tengah-tengah ratusan toko yang mengelilinginya.
"Bagaimana, apakah kamu mau pergi ke sana?" tanya rayan pada Maudy.
"A-Aku, aku tidak tahu." Maudy bahkan belum pernah memasuki gedung penjualan milik keluarga Raharja itu, tetapi ia juga merasa penasaran dengan apa saja yang ada di dalam gedung itu.
"Kalau begitu, maaf harus merepotkan Nona Sherly," ucap rayan pada wanita itu.
Sherly sedikit tersenyum tersembunyi. Hingga saat ia hendak berkata, tiba-tiba saja ponsel miliknya berbunyi.
"Maaf aku harus menerima telepon terlebih dahulu," ujarnya lalu sedikit menjauh dari rayan dan Maudy.
["Halo Shela, ada apa?"] Setelah panggilan terhubung, Sherly langsung bertanya pada adik dari sahabatnya itu.
["Huhu... Kak Sher, kenapa kamu tidak datang ke rumah sakit?"] ucap wanita di seberang sana membuat Sherly langsung mengerutkan keningnya.
["Shela, ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba menangis, dan kenapa aku harus datang ke rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi...?"] tanya Sherly bingung.
Di seberang sana, Shela pun mulai menceritakan semuanya pada Sherly yang mana membuat Sherly sangat terkejut mendengarnya.
["Apa...! Kecelakaan?"] teriak Sherly membuat rayan dan Maudy langsung menatap ke arah wanita itu.
"Mmm... Nona Sherly, bagaimana kalau kami pergi terlebih dahulu?" ucap rayan. Ia mana mungkin menunggu wanita itu sampai selesai berbicara dengan orang lain menggunakan benda itu.
["Apa... kedua kakinya patah?"] Keterkejutan Sherly terus berlangsung seiring dengan apa yang ia dengar dari gadis di seberang sana. Sherly sampai tidak menyadari bahwa rayan baru saja berbicara padanya.
"Ckckck, wanita ini," gumam rsyan,
"Kita pergi sekarang," ajak rayan pada Maudy. Ia bukan orang yang suka dihiraukan.
"Tap-tapi...?" Maudy melirik sekilas pada Sherly, dengan sedikit ragu namun ia tetap mengikuti kakak angkatnya itu.
["Shela, kenapa kamu baru mengabariku sekarang?"] Sherly tak habis pikir kepada gadis itu. Amelia adalah sahabatnya dari sejak masih sekolah dan ia baru diberitahu sekarang setelah dua hari lalu sahabatnya itu kecelakaan.
["Aku, aku baru saja memegang ponsel, dan aku segera menghubungimu,"] jawab Shela di seberang sana.
["Baiklah, aku akan segera ke sana sekarang!"] ucap Sherly, kekhawatiran tampak jelas di wajahnya.
["Tidak perlu, hari ini Kak Amel sedang melakukan perawatan khusus, bahkan pihak keluarga tidak boleh mengganggunya. Bagaimana kalau besok saja Kakak datang kemari dan langsung melihat bagaimana keadaan Kak Amel?"]
["Baiklah, kalau begitu aku akan segera ke sana besok pagi!"]
Setelah menutup teleponnya, Sherly berkata pada rayan. "Maaf membuat kalian menunggu, baru saja temanku....? Eh... kemana mereka?" Sherly melihat ke sana kemari mencari keberadaan rayan dan Maudy.