Tiga Roh Penjaga datang dengan membawa sejumlah misteri. Dari medali, koin, lonceng misterius, sampai lukisan dirinya dengan mata ungu menyala, semuanya memiliki rahasia yang mengungkap kejadian masa lalu dan masa depan. Yang lebih penting, panggilan dari Kaisar Naga yang mengharuskan Chen Li menjalankan misi yang berkaitan dengan pengorbanan nyawa, sekaligus memperkenalkan peluang rumit tentang kondisi Mata Dewanya.
Dengan ditemani dua murid, mampukah Chen Li memecahkan misteri tersebut, sekaligus menyelesaikan misi dari Kaisar Naga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 4 ~ Membantu Kepala Desa
Chen Li sampai di kediaman kepala desa, di belakangnya disusul oleh Xiao Lan. Sampai di tengah ruangan, mereka mendapati keadaan ruangan yang sangat berantakan. Sementara itu kepala desa dalam kondisi terikat, tampilannya sangat acak-acakan. Dia dikelilingi oleh beberapa orang, termasuk istrinya.
Hanya dengan meihat tiap sisi ruangan itu, Chen Li sudah mendapati gambaran tentang yang terjadi sebelumnya.
Beberapa jam lalu, saat dia meninggalkan kediaman untuk melihat bulan, Lao Chen masih baik-baik saja. Namun, kali ini dia tidak lebih dari orang gila yang di kekang dengan tali.
“Tuan Chen. Tolong sembuhkan Suamiku.”
Istri kepala desa memegang erat tangan Chen Li, memohon dengan sangat tulus. Pipinya telah lembab oleh air matanya yang entah sudah berapa lama mengalir.
“Nyonya Shen, aku akan mencoba sebisaku.”
Setelah melepas tangan wanita itu dengan lembut, Chen Li beralih untuk memeriksa kondisi Lao Chen. Dia menyentuh kening Lao Chen dengan ujung jari telunjuknya, namun tiba-tiba saja energi hitam menyeret kesadaran Chen Li masuk ke dalam dunia jiwa Lao Chen.
Sosok besar dan tinggi terbentuk dari kumpulan asap hitam tampak di hadapannya, dengan sepasang mata merah menyala menambah kesan menyeramkan. Chen Li menatap awas, dia memasang ancang-ancang, bersiap dengan kemungkinan yang terjadi.
Sorot mata tajam menatap lurus ke arah Lao Chen. "Kusarankan kau untuk keluar dari tubuh Lao Chen," Chen Li berkata dingin.
Sosok itu malah tertawa terbahak. Tawanya menggema, menggetarkan alam jiwa Lao Chen.
"Kau menyuruhku keluar? Dia telah melakukan perjanjian darah denganku. Dia adalah milikku..." Sosok itu menyemburkan nafas hitam. Setelah itu melanjutkan perkataannya, "Pergilah, jangan ganggu dia kalau kau masih menginginkan kehidupanmu!"
Perkataannya sangat dingin. Persis menyelesaikan kalimatnya, mendadak tekanan besar menimpa Chen Li. Sepertinya sosok ini benar-benar tidak ingin melepaskan Kepala Desa. Chen Li bisa merasakan eksistensi yang merasuki Lao Chen bukan orang sembarangan. Sosok itu seharusnya pernah berdiri di puncak pada masanya.
"Sebenarnya apa tujuanmu?"
"Cukup sederhana. Aku ingin kembali hidup. Menjadikan pemilik tubuh ini kuat untuk menampung jiwaku nantinya. Jika kau ingin menghentikan ku, maka aku akan membunuhmu."
Tekanan yang dirasakan oleh Chen Li bertambah dua kali lipat. Sosok ini benar-benar tidak main-main dengan perkataannya.
Chen Li bergumam dalam hati, sebenarnya apa yang pernah dilakukan kepala desa sampai bertemu dan melakukan perjanjian darah dengan sosok yang sangat mengerikan ini. Sosok ini sangat kuat, kekuatannya sulit diprediksi.
Namun, satu hal yang Chen Li pahami, jika dia membiarkan sosok itu melakukan seperti ucapannya tadi, maka kedepannya pasti akan sangat berbahaya.
Dia kemudian mengeluarkan Pedang Mata Jiwa, bersiap untuk bertarung.
"Cih, bodoh!"
Sosok itu menyemburkan asap gelap yang menyebar cepat, itu berasal dari jiwa-jiwa dikurung olehnya. Mereka meronta, namun tidak bisa melawan. Hanya teriakan khas terdengar mengiringi jalannya semburan.
Chen Li bergerak mundur, menghindari asap yang sama sekali mengancam nyawanya.
Melihat serangan awalnya tidak berhasil mengenai Chen Li, sosok itu kembali melancarkan serangan susulan berupa energi roh dalam bentuk bilah-bilah hitam.
Chen Li menebas serangan itu, namun jumlahnya sangat banyak menyerangnya secara terus menerus, bilah-bilah itu seperti tidak ada habisnya, mereka mengejar Chen Li kemanapun laki-laki itu bergerak.
Chen Li pada akhirnya memilih untuk mengambil posisi bertahan, sembari menyiapkan serangan kejutan. Kedua matanya menyala ungu keemasan, Chen Li mencoba mendeteksi kelemahan dari musuhnya.
“Harus memancingnya terlebih dahulu.”
Tubuhnya tiba-tiba saja menghilang. Sosok itu berhenti menyerang, dia tampak mencoba untuk mencari keberadaan Chen Li.
“Trik kecilmu ini sangat menggelikan.”
Sosok itu merubah wujudnya menjadi Lao Chen. Dia maju satu langkah ke depan.
Baamm
Posisi Chen Li tiba-tiba terungkap, namun dirinya dalam keadaan terpental. Lonceng yang dia simpan di sakunya mendadak terjatuh.
“Nak, kau masih terlalu muda untuk berurusan denganku. Ku beri kau satu kesempatan terakhir. Pergilah, hapus niatmu dan jangan menyisakan sedikitpun dihatimu untuk menghentikanku.”
Chen Li mengerutkan keningnya. Dia tidak menyangka kalau sosok ini sebenarnya tidak memiliki niatan untuk membunuhnya. Terlepas dari keinginannya yang ingin menghentikan sosok itu mengambil alih tubuh Lao Chen, Che Li sebenarnya juga sempat merasakan nafsu membunuh yang sangat besar tadi.
Sejenak, Chen Li tampak berpikir, dia tidak akan mungkin bisa mengalahkan sosok ini. Sosok ini memiliki kekuatan yang sangat misterius. Bahkan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya pun belum tentu dia akan menang. Namun satu hal yang pasti, jika pertarungan harus melibatkan seluruh kekuatannya, ada kemungkinan besar aksinya untuk menyelematkan Lao Chen justru juga akan berakhir sia-sia. Alam Jiwa Lao Chen ini akan hancur.
Setelah mempertimbangkan beberapa kemungkinan, Chen Li pada akhirnya mulai memutuskan. Namun, belum juga mengangkat bicara, mendadak lonceng perak bergetar, setelahnya berbunyi sekali.
Gelombang suara tercipta dari getaran lonceng, menjalar hingga ke seluruh Alam Jiwa Lao Chen. Tak sampai di sana, Lonceng itu kembali menimbulkan reaksi lain. Kali ini lonceng perak melayang dan berputar cepat.
Bersamaan dengan itu, mendadak aura hitam yang ada di tubuh Lao Chen tersedot habis masuk ke dalam lonceng. Sosok hitam itu sempat berteriak dan memberontak, namun dirinya tidak bisa melakukan hal yang menyelamatkannya dari sedotan lonceng perak. Dirinya seketika lenyap, terkurung ke dalam lonceng.
Chen Li mendekati lonceng tersebut yang masih dalam keadaan melayang. Perlahan turun tepat di hadapan Chen Li. Desingan memekik terdengar samar, namun berhenti kala tangan Chen Li mengepal tubuh lonceng.
"Lonceng perak ini tidak hanya misterius, namun juga menyimpan kekuatan yang sangat besar. bahkan sosok mengerikan tadi bisa dihisapnya sampai habis." Chen Li menggeleng, dia cukup merinding mengingat kejadian beberapa menit lalu.
Dia kemudian memutuskan untuk keluar dari alam Jiwa Lao Chen.
"Tuan Chen... Tuan Chen!" panggilan yang tersirat akan kekhawatiran terdengar dari mulut istri kepala desa. Chen Li membuka kedua matanya, mendapati wanita itu tengah menatapnya dengan nanar mata penuh akan kesedihan, harap-harap cemas.
Di hadapan Chen Li, kepala desa baru saja tumbang, laki-laki itu sangat lemas. Namun, belum ada yang mengambil tindakan apapun, semua orang yang ada di ruangan itu tengah menunggu informasi dari Chen Li.
"Nyonya Shen, Kepala Desa baik-baik saja sekarang."
Setelah menangkan istri kepala Desa, Chen Li kemudian meminta tolong beberapa orang laki-laki untuk mengangkat Lao Chen, membawanya ke kamar untuk dibaringkan ke ranjang.
"Tuan Chen, terima kasih banyak. Tanpa Tuan Chen, aku tidak tahu harus bagaimana."
Istri kepala desa mendekati Chen Li selepas memastikan suaminya beristirahat dengan tenang, dia langsung bersujud, menyembahnya.
"Apa yang kau lakukan?" Tindakan itu benar-benar membuat Chen Li terkejut. Dia langsung menahan tubuh wanita itu dan memapahnya untuk berdiri.
"Jangan lakukan itu lagi, nyonya Shen. Aku membantu kepala desa bukan karena untuk mengharapkan ini!" Suaranya tampan meninggi, ini membuat istri kepala desa cukup terkejut.
"Maafkan aku. Tuan Chen. Namun, aku tak tahu lagi harus melakukan apa untuk membalas semua kebaikan Tuan!" Wanita itu menundukkan kepala, menangis, perasaannya campur aduk, antara senang juga sedih, bahkan haru. Semuanya bercampur aduk.
"Kalian tak perlu membalasnya. Sudah memberiku tempat tinggal di desa yang damai ini juga sudah cukup," ucap Chen Li tegas. Setelah itu dia meninggalkan istri kepala desa.